TITIK PERPOTONGAN FREKUENSI (CROSSOVER BAGIAN I)
Oleh Emir F. Widya
Seorang soundman di sebuah club di Padang menunjuk sub woofer JBL SRX 4719 dan mengatakan “Mana crossover di dalamnya? Kalian ke manakan crossover di dalamnya.. ?”. Pernahkah subwoofer pasif diberikan crossover pasif di dalamnya? Apa sebenarnya pengertian crossover? Apa itu crossover pasif? Apa itu crossover aktif?
Kurang Pengertian
Memang ada beberapa merek yang kurang kita kenal membuat subwoofer pasif dan menambahkan crossover pasif di dalamnya. Akan tetapi ternyata crossover pasif ini tidak menolong banyak, malah menghabiskan power. Pendapat semacam ini sebenarnya karena kita kurang mengerti crossover secara lebih mendalam.
Banyak orang salah mengartikan pemberian crossover di dalam subwoofer dianggap bermanfaat, tetapi malah merugikan, karena menghambat suara dan membuat panas crossover pasif tersebut saja. Di samping itu kemiringan filter yang di dapat juga kurang memuaskan, hanya sebanyak 18 dB per oktaf saja.
Gambar A. Jajaran subwoofer Tee Box Padang
Tanpa Suara Hentakan
Ketidak hadiran suara hentakan dari sebuah subwoofer, dapat disebabakan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah sebagai berikut :
• Penempatan subwoofer yang salah, di sudut ruangan sehingga bergaung.
• Pemilihan jenis subwoofer yang salah, tidak sesuai peruntukkannya, atau desain subwoofer yang salah.
• Selisih fasa antara subwoofer dengan speaker full range pada titik perpotongan frekuensi (crossover point).
• Kecuraman dari filter pada titik perpotongan frekuensi.
• Komponen atau isi dari subwoofer yang tidak sesuai dengan box maupun peruntukkannya.
• Polaritas subwoofer atau speaker full range yang salah.
• Posisi pendengar berada di tempat yang salah, pada area di mana suara rendah justru saling menghilangkan (canceling).
• Jumlah dan jarak antar subwoofer.
• Besarnya power dan karakter power ampli yang kita pergunakan.
Masih banyak lagi faktor lainnya yang dapat kita kumpulkan mengenai permasalahan suara sebuah subwoofer. Saat ini penulis hanya akan memfokuskan kita pada langkah yang paling utama, yaitu pada polaritas dari subwoofer dan fullrange saja, untuk permasalahan lainnya akan penulis bahas pada kesempatan berikutnya.
Polaritas Acuan
Mengapa harus polaritas? Bagaimana dengan polaritas subwoofer? Apakah polaritas subwoofer harus sama dengan polaritas speaker full range? Atau haruskah polaritas subwoofer terbalik dari polaritas speaker full range? Ini semua adalah pertanyaan yang timbul pada saat kita akan memasang sebuah subwoofer dan sebuah speaker full range, polaritas siapakah yang akan kita jadikan acuan? Apa itu polaritas? Polaritas adalah posisi kutub positif dan kutub negatif dari kabel yang menghantarkan arus maupun sinyal antar alat sound sistem, apakah posisi sambungan terseubut akan membuat komponen speaker bergerak maju atau malah bergerak mundur. Daun speaker siapa yang harus bergerak maju? Apakah daun woofer speaker full range? Apakah daun woofer subwoofer? Atau kedua-duanya?
Dari sekian banyak kasus dan pengalaman penulis, penulis hanya akan memusatkan perhatian pda polaritas woofer dari speaker full range secara khusus. Mengapa demikian? Woofer pada speaker full range adalah komponen yang menghasilkan suara rendah. Pada umumnya sasaran utama sound sistem yang kita set adalah menghasilkan suara vokal yang terdengar jelas dan tebal. Coba perhatikan apa yang terjadi apabila polaritas woofer speaker full range kita balikkan? Apa yang akan terjadi? Suara vokal yang akan paling banyak terpengaruhi adalah suara vokal laki-laki. Suara vokal laki-laki akan terdengar kurang tebal, ini sebagai akibat fasa pada suara rendah menjadi terbalik. Akibatnya adalah telinga kita dipaksa mendengarkan suara yang dihasilkan woofer speaker full range sececara terbalik, inilah yang membuat suara rendah vokal laki-laki menjadi terdengar tipis. Mengapa demikian? Ini perlu penjelasan panjang lebar, penulis akan menuliskannya di lain kesempatan.
Bagaimana caranya untuk mengetahui posisi polaritas sebuah komponen? Untuk mengetahui polaritas dengan mudah dan cepat, gunakanlah alat pengecek polaritas (polarity checker). Alat ini akan memberikan tanda hijau apabila daun woofer tersebut bergerak maju.
Catatan Penting :
Perhatikan polaritas konektor XLR dari setiap alat yang anda rangkai, apakah mixer, power, dan lain-lain, termasuk polaritas tone generator dari alat pengecek polaritas. Alat-alat sound system pada saat ini telah megacu kepada penggunaan pin nomor 2 sebagai kutub +, sedangkan alat-alat sound system sebelum peraturan ini dikeluarkan menggunakan pin nomor 3 sebagai kutub + pada konektor XLR-nya. Jangan lupa untuk mengecek polaritas konektor XLR pada tone generator dari alat pengecek polaritas.
Cara lainnya untuk mengecek polaritas woofer adalah dengan menggunakan baterai 9 volt, akan tetapi cara ini akan sangat menyulitkan. Karena untuk melihat pergerakkan daun woofer dengan mata kita akan sangat sulit, apakah woofer yang kita cek daunnya bergerak maju atau bergerak mundur.
Berlatih Mendengarkan Penggabungan Suara Yang Benar
Proses selanjutnya adalah anda hanya perlu mendengarkan suara yang dihasilkan dari penggabungan antara suara subwoofer dan speaker full range. Apabila suara rendah bertambah (summing), atau mungkin juga frekuensi respon tetap dalam kondisi flat (tanpa penambahan atau pengurangan). Dapat dikatakan subwoofer sudah dalam posisi polaritas yang benar dengan speaker full range. Namun jika polaritas subwoofer berada pada posisi yang salah, maka suara rendah akan terdengar tertekan (canceling) pada frekuensi tertentu. Tentu saja cara ini memerlukan kepekaan telinga anda, dan anda harus melatih telinga anda untuk mendengarkan fenomena yang terjadi ini. Apabila anda memiliki RTA (real time analyzer), maka melalui RTA, anda akan dapat melihat apa yang terjadi dengan lebih jelas.
Suara yang bagaimanakah sebenarnya yang kita cari? Tentu saja kita harus mendapatkan suara yang semakin bertambah (summing), atau justru malah yang saling menghilangkan (canceling) antara subwoofer dan suara rendah yang dihasilkan oleh speaker full range. Pada frekuensi berapa penambahan ini akan terjadi? Efek ini pada umumnya terjadi tidak jauh dari area di sekitar titik perpotongan frekuensi yang telah kita pilih. Sebagai contoh, apabila anda menaruh titik perpotongan frekuensi pada frekuensi 100 Hz, maka efek saling menambah akan berada pada frekuensi setelah 100 Hz, demikian pula apabila kita balik polaritas dari subwoofer maka efek saling menghilangkan akan juga timbul pada frekuensi setelah 100 Hz. Perhatikan Gambar B. tidak terjadi efek saling menghilangkan pada rentang frekuensi rendah setelah titik perpotongan frekuensi pada frekuensi 90 Hz.
Gambar B. Frekuensi respon yang benar antara subwoofer dan full range.
Efek saling menghilangkan atau penambahan pada frekuensi rendah, justru terjadi tidak pada rentang frekuensi subwoofer (yang berada di bawah titik perpotongan frekuensi). Gangguan ini justru terjadi pada rentang frekuensi rendah dari speaker full range. Mengapa demikian? Energi subwoofer umumnya lebih besar dari pada energi speaker full range, sehingga sangat jarang sekali area rentang frekuensi subwoofer yang terpengaruh, kecuali subwoofer dan speaker full range berada pda tingkat kekuatan yang sama. Kemungkinan lainnya adalah disebabkan karena distorsi harmonik yang timbul dari suara subwoofer itu sendiri yang mengakibatkan efek saling menghilangkan pada rentang frekuensi rendah yang berada pada rentang frekuensi rendah speaker full range.
Saling Menambahkan
Suara hentakan yang kita dengar, terdapat di antara frekuensi 100 Hz hingga 125 Hz. Frekuensi ini dihasilkan baik oleh subwoofer, maupun speaker full range. Hanya saja apabila terjadi efek saling menghilangkan terjadi pada frekuensi ini maka suara hentakan akan tenggelam oleh frekuensi lainnya yang terdengar lebih menonjol. Ini disebabkan karena energi subwoofer lebih besar dari energi suara rendah speaker full range, efek saling menghilangkan (canceling) justru terjadi di antara rentang frekuensi tersebut.
Besar harapan penulis apa yang harusnya menjadi dasar pemasangan subwoofer dapat kita pahami sekarang, bahwa suara hentakan tidak hanya bersumber dari suara subwoofer saja. Melainkan berasal dari penggabungan antara suara yang dihasilkan oleh subwoofer dan suara rendah yang dihasilkan oleh speaker full range. Polaritas memainkan peranan penting dalam menghasilkan suara hentakan, kesalahan pada polaritas dapat mengakibatkan hilangnya suara favorit kita ini.
Penulis adalah pemilik dari 7 Konsultan & Kontraktor Tata Suara dan membantu untuk PT. Kairos Multi Jaya.
Konsultan Tata Suara dan Kontraktor Tata Suara, memasang dan menjual peralatan sound system> Kami juga membuat speaker custom untuk kebutuhan ruang yang khusus dan menyediakan speaker dengan harga terjangkau. Salah satu pengalaman yang kami miliki adalah mengukur instalasi speaker dalam gedung dengan software komputer.
Kamis, 25 Maret 2010
Minggu, 21 Maret 2010
MENYOLDER KABEL (KABEL DAN KONEKTOR BAGIAN II.)
MENYOLDER KABEL
KABEL DAN KONEKTOR BAGIAN II.
Oleh : Emir F. Widya
Kabel dan konektor, masih ingat artikel saya beberapa bulan lalu tentang jenis kabel? Permasalahan pelik dari perkabelan belum berhenti sampai kita mengenal jenis kabel. Ternyata bagaimana kita menyoldernya menjadi masalah paling pelik. Pengalaman 16 tahun di dunia sound sistem profesional membuat saya mengerti lebih jauh mengapa masalah sering terjadi dengan solderan. Saya akan membagikan sedikit rahasia dapur saya dalam artikel ini.
Pak Tolong Saya Pak
Beberapa tahun lalu saya dihubungi seorang teman baik saya dan meminta saya untuk membantu rekannya di Bandung karena proyek instalasi sound systemnya terancam batal. Tidak lama kemudian saya dihubungi rekan dari teman baik saya, “Pak tolong saya Pak.. proyek saya di Bandung terancam batal dan tidak dibayar”. Wah apa yang terjadi ini, saya harus menolong sesama rekan yang sedang dalam masalah saya pikir. Saat itu saya sedang berada di Jakarta, segera saja saya tancap gas pulang dari ke Bandung. Di tengah jalan tol di antara Bandung dan Jakarta saya di temui oleh Bapak yang telah menelepon saya. Kemudian ia menceritakan apa yang terjadi dengan proyeknya yang sedang dirundung masalah di Bandung.
Rupanya beliau sedang mengerjakan tempat hiburan yang sudah sempat dibuka namun pemiliknya segera menutupnya kembali, karena banyaknya permasalahan dengan sound sistem mereka. Pemilik tempat tersebut sudah marah-marah karena ternyata semua ruangan karaoke mereka tidak dapat digunakan. Saya bertanya-tanya, kok bisa ya? Selidik punya selidik ternyata semua sound sistem di dalam ruangan-ruangan karaoke tersebut mengluarkan suara mendengung. Mereka sudah tidak dapat berpikir lagi, mengapa suara dengungan bisa keluar dari speaker, dan penyebabnya tidak dapat mereka temukan. Dan tentu saja pemiliki tempat tersebut tidak mau membayar pekerjaan Bapak ini karena pekerjaannya dianggap tidak benar dan tuntas.
Pantas Saja Solderan dan Kabelnya Jelek
Akhirnya saya sampai di tempat tersebut di utara kota Bandung yang sejuk, tidak perlu menunggu lama, segera saya memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memeriksa sistem yang telah mereka pasang dalam ruangan-ruangan untuk karaoke. Sistem karaoke yang mereka gunakan adalah dengan memanfaatkan komputer sebagai sumber audio dan videonya. Setelah saya mendengarkan suara yang direproduksi oleh speaker, kesimpulan saya dari kasus yang terjadi hanya satu, yaitu, kabel! Ya mudah, hanya kabel saja. Saya menduga pasti kabelnya asal-asalan, benar saja ketika saya mengintip ke bagian belakang rak mereka, ternyata kabel mereka asal jadi semua. Perlahan-lahan saya lepaskan satu persatu sambungan yang ada dan saya dapati seperti apa yang dapat kita lihat pada Gambar A. hingga Gambar C. Mengapa saya katakan kabel tersebut hanya asal jadi? Ternyata banyak sekali sambungan kabel dengan konektor yang pada bagian solderannya yang tidak matang dan bercelah. Bukan hanya solderan saja, masih ditambah parah lagi dengan kabel yang mereka pergunakan juga tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Gambar A. Sambungan yang buruk Neutrik NP2C palsu dan RCA.
Sudah cukup parah permasalahan yang mereka miliki, ternyata ibarat sudah jatuh masih tertimpa tanggal pula. Mereka juga menggunakan konektor Neutrik palsu dan kabel Canare palsu sehingga menambah runyam masalah yang mereka hadapi. Beberapa hari kemudian kembali saya temukan permasalahan lainnya, yaitu pada kabel listrik. Kabel listrik mereka juga bermasalah dan kabel listrik mereka benar-benar asal jadi, dengan nekat hanya menggunakan 2 kabel tanpa kabel ground. Akhirnya saya memang harus mengulang instalasi sound sistem 10 room karaoke mereka dari awal dan meneliti permasalahan setiap ruang yang umumnya memang bersumber dari kabel audio, video, dan listrik.
Gambar B. RCA paralel murahan dan Neutrik NC3FX palsu.
Gambar C. Solderan yang buruk, Canare L2-T2S palsu dan Neutrik NC3MX palsu.
Membuat Sambungan yang Benar
Sangar sering saya ditanya oleh banyak orang bagaimana cara menyolder yang baik dan benar. Rupanya cukup banyak orang sudah frustrasi menyolder kabel, seringkali sebenarnya kesulitan penyolderan terjadi karena alat-alat bantu yang salah atau tidak bahkan tidak membantu pekerjaan kita sama sekali. Tadinya saya pikir orang-orang yang frustrasi menyolder cuma terjadi di Indonesia saja, ternyata sampai ke negara tetangga Australia dan Malaysia penyakit ini menular juga. Pada umumnya di negara tetangga kita tenaga kerja mahal, mereka memilih menyolder kabel dan konektor mereka sendiri. Sebagai akibat mereka kurang mengerti dan kurang mahir menyolder, hasilnya dapat kita lihat. Bukan hanya kabel saja yang bermasalah tetapi sambungan konektor microphone mereka juga. Berkali-kali konektor laki-laki pada microphone mereka terlepas dari rumahnya, dan mereka memperbaikinya dengan menyolder. Di Malaysia saya baru-baru ini menemukan sesuatu yang tidak kalah menarik, rekan-rekan pelajar Indonesia yang ada di Malaysia menyolder kabel dengan cara yang unik, yaitu tanpa membuka rajutan pelindung kabel. Ha, ha, ha... yang mengherankan kok bisa kabel ini bekerja dengan baik.
Gambar D. Kawat kabel groundnya terlepas, konektor tersolder.
Gambar E. Herannya masih menyambung walaupun solderan tidak benar.
Gambar F. Timah terlalu banyak hingga solderan menggelembung, ini hasil solderan rekan Australia.
Gambar G. Ini solderan mahasiswa Indonesia di Malaysia
Tentu saja di dalam benak kita kembali timbul pertanyaan, “Bagaimana membuat sambungan antara kabel dan konektor yang baik dan benar?”. Tentu saja kita semua ingin mengetahui rahasianya bukan? Sebenarnya mudah saja, langkah yang paling penting sebenarnya adalah pemilihan alat-alat bantu yang benar. Apa yang kita perlu persiapkan sebelum kita menyolder? Alat-alat yang perlu kita persiapkan adalah sebagai berikut :
1. Cutter atau pisau, saya lebih senang yang sedikit kurang tajam, tujuannya adalah agar bagian dalam kabel tidak ikut terpotong.
2. Solder yang cukup panas, jangan menggunakan solderan kecil karena panas yang ada akan kurang, saya lebih menyukai yang berbentuk pistol dan dapat mencapai 120 watt.
3. Timah yang baik, jangan menggunakan timah yang terlalu banyak mengandung lemak atau yang berbentuk seperti minyak cair apabila kita sentuhkan dengan ujung solder. Sebenarnya lemak ini bertujuan untuk memudahkan timah dapat menempel pada permukaan yang akan kita solder.
4. Tang untuk memotong yang cukup tajam.
5. Saya selalu menyiapkan tissue untuk membersihkan ujung solderan.
Saya anjurkan untuk rekan-rekan yang baru mulai belajar menyolder, sebaiknya menggunakan kabel Canare L2-T2S yang asli. Karena hanya kabel inilah yang pembungkus luar kabelnya yang dapat bertahan dari suhu solderan yang tinggi atau ujung solderan yang kita tempelkan terlalu lama. Proses menyambungkan antara kabel microphone dan konektor XLR yang baik adalah sebagai berikut :
1. Potonglah bagian ujung kabel microphone sebanyak 2 cm secara melingkar, sekeliling pembungkus kabel bagian luar.
Gambar H. Kupas pembungkus luar kabel sebanyak 2 cm berkeliling.
2. Untuk kabel-kabel yang menggunakan pelindung yang berupa rajutan kawat-kawat yang sangat kecil. Lepasakanlah rajutan kawat tersebut terlebih dahulu, kemudian menyisirnya ke satu arah. Untuk melepaskan rajutan dan menyisir kawat-kawat tersebut dapat kita gunakan pinset atau obeng minus yang kecil. Setelah rapih tersisir kita pilin kembali kawat-kawat tersebut.
Gambar I. Bersihkan benang pengisi, sisir kawat-kawat pelindung, dan kupas bagian ujung kabel dalam sebanyak 3-5mm.
3. Pangkaslah benang-benang pengisi di antara kabel-kabel pada bagian dalam kabel microphone.
4. Kupaslah bagian ujung kedua kabel kecil untuk positif dan negatif yang terbungkus dengan lapisan PVC, kupaslah berkeliling hingga kabel terbuka sepanjang 3 sampai 5 mm.
5. Kemuadian balutlah ketiga kabel yang telah terbuka dengan timah, disarankan untuk menggunakan timah dengan titik lebur yang rendah. Kemudian potonglah ujung kabel yang telah kita balut tadi yang sehingga rapih dan sesuai dengan kedalaman mangkok tempat kita dapat memasukkannya ke dalam pin konektor untuk kita solder.
Gambar J. Bungkus hasil kupasan dengan timah, dan bersihkan mata solder selalu.
6. Penuhilah mangkok pada bagian yang akan kita solder pada konektor XLR dengan timah secukupnya. Jangan terlalu sedikit ataupun terlalu berlebihan. Jika anda menggunakan XLR murahan, anda tidak dapat menempelkan mata solder terlalu lama, karena akan membengkokkan konektor karena bahannya yang tidak tahan panas. Kurangnya timah akan tampak seperti pada Gambar K.
Gambar K. Kurangnya timah pada solderan
7. Panasilah mangkok tadi satu persatu hingga timah mencair dan masukkanlah kabel yang telah kita balut dengan timah tadi.
Mengapa saya membalut kabel yang sudah saya kupas atau kawat-kawat pelindung yang saya sisir? Tujuan utama pembalutan ini adalah agar tidak ada satupun kawat yang terlepas dari pilinannya dan bersinggungan dengan bagian konektor maupun kabel yang terbuka sehingga mengakibatkan konsleting. Gambar L. memperlihatkan kawat pelindung kabel yang tidak terbalut, dan sangat berbahaya karena dapat membuka dan menyentuh bagian yang tidak terbungkus.
Gambar L. Kawat-kawat untuk ground yang tidak disolder.
Jika rekan-rekan belum mahir menyolder, terlalu lama menempelkan mata solder umumnya akan membuat timah menjadi kusam karena terjadinya penurunan kualitasnya sebagai akibat suhu yang terlalu panas. Buanglah timah yang telah berwarna kusam dan gantilah dengan timah yang baru, sebagai gambaran hasil solderan yang baik, harus berwarna mengkilap dan bersih dari kotoran. Warna kusam dan kotoran dapat pula diakibatkan oleh terkumpulnya residu timah pada mata solder, bersihkanlah dengan tissue sehingga bersih. Jika tidak hasil solderan kita akan tercemari residu timah yang telah menjadi rusak.
Kunci Utama pada Timah
Jika kita perhatikan kebutuhan di atas tentu saja akan kita anggap spele, karena semuanya kita miliki dan tidak ada istimewanya. Ya, benar semua bahan-bahan di atas kita bisa dapatkan di pasar elektronik, cuma satu yang tidak bisa kita dapatkan dengan mudah, yaitu timah solder. Padahal timah solder adalah kunci utama keberhasilan kita dalam menyambungkan kabel dan konektor. “Lho.. banyak kok timah solder di ditoko elektronik..” ini komentar peserta seminar di mana saya menjadi pembicara trainer mereka. Benar timah solder dengan mudah kita jumpai di toko elektronik, tetapi tahukah kita akan kualitasnya? Saya sudah mencoba berbagai macam merek, yang masih cukup baik hingga saat ini adalah Asahi.
Mengapa timah solder justru menjadi permasalahan yang cukup menentukan? Saya rasa semenjak krisis ekonomi tahun 1997, material timah kita semakin buruk, apalagi dengan timah buatan Cina. Banyak sekali bahan pengotor di dalam timah solder, ini terlihat dari mata ujung solder kita cepat sekali menjadi menghitam dan menjadi kotor. Hasil solderan juga tidak mengkilap seperti kita menggunakan timah solder yang baik. Solderan dengan timah yang buruk akan terlihat kusam dan berkesan tidak matang (atau tidak menempel dengan baik).
Solderan yang tidak matang akan menimbulkan celah antara timah, kabel dan permukaan kontak. Akibatnya adalah pada celah ini terjadi loncatan arus sinyal audio, ini bisa menimbulkan suara yang terdistorsi. Masalah yang lainnya yang dapat timbul adalah masuknya gelombang elektromagnetik atau juga gangguan dari sinyal radio, rekan-rekan tentu saja sangat tidak ingin apabila sedang menikmati acara yang sedang berlangsungh tiba-tiba terganggu dengan suara radio 2 meteran yang sedang dipergunakan untuk pacaran... ? Masalah lainnya yang dapat terjadi adalah timbulnya dengungan (hum) pada frekuansi tinggi karena celah ini atau solderan yang tidak matang. Ciri-ciri timah solderan tidak matang adalah hasil solder tampak seperti tetesan air dan tidak terlihat merata di atas permukaan yang kita solder.
Celah ini dapat juga diakibatkan karena banyaknya terlalu banyak lemak (atau ada juga yang menyebutnya arpus) yang berada diantara kabel, timah dan permukaan konektor. Sebenarnya tujuan lemak atau arpus ini adalah baik, yaitu untuk memudahkan agar timah solder dapat masuk hingga ke dalam kabel atau menempel dengan mudah pada permukaan yang ingin kita solder. Hanya saja jika berlebihan maka justru dapat menghalangi permukaan timah solder merekat dengan baik pada permukaan solder. Timah solder sebenarnya jika kita perhatikan di bagian tengahnya terdapat lubang yang berisi lemak atau arpus ini. Jangan sekali-kali kita menggunakan arpus tambahan, jika kita menggunakan konektor murah, dalam beberapa waktu area bagian unjung yang kita solder dapat berkarat dan patah.
Belum tentu timah dengan harga mahal akan menghasilkan solderan yang baik, saya sudah mencoba berbagai merek dari yang murah hingga yang mahal. Ada timah solder dengan harga ratusan ribu per rol 250 gram, tetapi jika kita pergunakan untuk beberapa jenis konektor malah sulit menempel dengan baik. Justru untuk konektor ini kita harus menggunakan timah murah seperti Asahi.
Seni Menyolder
Seni menyolder, saya menyebutnya demikian, karena ternyata ada orang-orang yang menyatakan dirinya sound engineer tetapi tidak bisa menyolder dengan baik dan benar. Untuk menjadi sound engineer yang baik, jangan hanya mengandalkan diri pada alat-alat yang mahal atau kuping emas rekan-rekan. Tetapi belajarlah menyolder, merupakan dasar dari semua ilmu sound sistem yang lain, di mana kita akan belajar bagaimana menyambungkan dan jenis sambungan. Memang sebentar lagi semua peralatan sound akan digantikan dengan perlatan digital, tetapi marilah kita pelajari seni menyolder agar memperlengkapi dasar pengetahuan kita.
Penulis adalah pemilik Tujuh Konsultan dan Kontraltor Tata Suara, dan menjadi konsultan bagi Kairos Multi Jaya, dapat dihubungi ke alamat e-mail ke tujuh10@hotmail.com atau 0818225113.
Box khusus :
Pergunakanlah timah yang baik untuk menyolder ada beberapa timah yang baik untuk menyolder yang beredar dipasaran Indonesia. Asahi adalah mereka yang paling murah dan cukup baik, jangan pergunakan merek lainnya karena sering menimbulkan masalah, seperti tidak matang dan sulit menempel. Merek-merek mahal yang patut kita coba adalah Shark, Vampire dan lain-lain, kedua merek ini mencampurkan timah mereka dengan perak sehingga hasilnya menjadi berkilap dan matang.
Untuk timah dengan titik lebur rendah, saya hanya menemukan merek Jepang yaitu Nihon. Hanya saja lemak yang dimiliki cukup banyak sehingga membuat permukaan mangkok pin konektor menjadi berlemak dan sulit menempel. Sebaiknya untuk mengisi mangkok pin konektor gunakanlah Asahi, komposisi bahannya penyusunnya cukup baik, dan mudah menempel pada permukaan pin konektor.
KABEL DAN KONEKTOR BAGIAN II.
Oleh : Emir F. Widya
Kabel dan konektor, masih ingat artikel saya beberapa bulan lalu tentang jenis kabel? Permasalahan pelik dari perkabelan belum berhenti sampai kita mengenal jenis kabel. Ternyata bagaimana kita menyoldernya menjadi masalah paling pelik. Pengalaman 16 tahun di dunia sound sistem profesional membuat saya mengerti lebih jauh mengapa masalah sering terjadi dengan solderan. Saya akan membagikan sedikit rahasia dapur saya dalam artikel ini.
Pak Tolong Saya Pak
Beberapa tahun lalu saya dihubungi seorang teman baik saya dan meminta saya untuk membantu rekannya di Bandung karena proyek instalasi sound systemnya terancam batal. Tidak lama kemudian saya dihubungi rekan dari teman baik saya, “Pak tolong saya Pak.. proyek saya di Bandung terancam batal dan tidak dibayar”. Wah apa yang terjadi ini, saya harus menolong sesama rekan yang sedang dalam masalah saya pikir. Saat itu saya sedang berada di Jakarta, segera saja saya tancap gas pulang dari ke Bandung. Di tengah jalan tol di antara Bandung dan Jakarta saya di temui oleh Bapak yang telah menelepon saya. Kemudian ia menceritakan apa yang terjadi dengan proyeknya yang sedang dirundung masalah di Bandung.
Rupanya beliau sedang mengerjakan tempat hiburan yang sudah sempat dibuka namun pemiliknya segera menutupnya kembali, karena banyaknya permasalahan dengan sound sistem mereka. Pemilik tempat tersebut sudah marah-marah karena ternyata semua ruangan karaoke mereka tidak dapat digunakan. Saya bertanya-tanya, kok bisa ya? Selidik punya selidik ternyata semua sound sistem di dalam ruangan-ruangan karaoke tersebut mengluarkan suara mendengung. Mereka sudah tidak dapat berpikir lagi, mengapa suara dengungan bisa keluar dari speaker, dan penyebabnya tidak dapat mereka temukan. Dan tentu saja pemiliki tempat tersebut tidak mau membayar pekerjaan Bapak ini karena pekerjaannya dianggap tidak benar dan tuntas.
Pantas Saja Solderan dan Kabelnya Jelek
Akhirnya saya sampai di tempat tersebut di utara kota Bandung yang sejuk, tidak perlu menunggu lama, segera saya memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memeriksa sistem yang telah mereka pasang dalam ruangan-ruangan untuk karaoke. Sistem karaoke yang mereka gunakan adalah dengan memanfaatkan komputer sebagai sumber audio dan videonya. Setelah saya mendengarkan suara yang direproduksi oleh speaker, kesimpulan saya dari kasus yang terjadi hanya satu, yaitu, kabel! Ya mudah, hanya kabel saja. Saya menduga pasti kabelnya asal-asalan, benar saja ketika saya mengintip ke bagian belakang rak mereka, ternyata kabel mereka asal jadi semua. Perlahan-lahan saya lepaskan satu persatu sambungan yang ada dan saya dapati seperti apa yang dapat kita lihat pada Gambar A. hingga Gambar C. Mengapa saya katakan kabel tersebut hanya asal jadi? Ternyata banyak sekali sambungan kabel dengan konektor yang pada bagian solderannya yang tidak matang dan bercelah. Bukan hanya solderan saja, masih ditambah parah lagi dengan kabel yang mereka pergunakan juga tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Gambar A. Sambungan yang buruk Neutrik NP2C palsu dan RCA.
Sudah cukup parah permasalahan yang mereka miliki, ternyata ibarat sudah jatuh masih tertimpa tanggal pula. Mereka juga menggunakan konektor Neutrik palsu dan kabel Canare palsu sehingga menambah runyam masalah yang mereka hadapi. Beberapa hari kemudian kembali saya temukan permasalahan lainnya, yaitu pada kabel listrik. Kabel listrik mereka juga bermasalah dan kabel listrik mereka benar-benar asal jadi, dengan nekat hanya menggunakan 2 kabel tanpa kabel ground. Akhirnya saya memang harus mengulang instalasi sound sistem 10 room karaoke mereka dari awal dan meneliti permasalahan setiap ruang yang umumnya memang bersumber dari kabel audio, video, dan listrik.
Gambar B. RCA paralel murahan dan Neutrik NC3FX palsu.
Gambar C. Solderan yang buruk, Canare L2-T2S palsu dan Neutrik NC3MX palsu.
Membuat Sambungan yang Benar
Sangar sering saya ditanya oleh banyak orang bagaimana cara menyolder yang baik dan benar. Rupanya cukup banyak orang sudah frustrasi menyolder kabel, seringkali sebenarnya kesulitan penyolderan terjadi karena alat-alat bantu yang salah atau tidak bahkan tidak membantu pekerjaan kita sama sekali. Tadinya saya pikir orang-orang yang frustrasi menyolder cuma terjadi di Indonesia saja, ternyata sampai ke negara tetangga Australia dan Malaysia penyakit ini menular juga. Pada umumnya di negara tetangga kita tenaga kerja mahal, mereka memilih menyolder kabel dan konektor mereka sendiri. Sebagai akibat mereka kurang mengerti dan kurang mahir menyolder, hasilnya dapat kita lihat. Bukan hanya kabel saja yang bermasalah tetapi sambungan konektor microphone mereka juga. Berkali-kali konektor laki-laki pada microphone mereka terlepas dari rumahnya, dan mereka memperbaikinya dengan menyolder. Di Malaysia saya baru-baru ini menemukan sesuatu yang tidak kalah menarik, rekan-rekan pelajar Indonesia yang ada di Malaysia menyolder kabel dengan cara yang unik, yaitu tanpa membuka rajutan pelindung kabel. Ha, ha, ha... yang mengherankan kok bisa kabel ini bekerja dengan baik.
Gambar D. Kawat kabel groundnya terlepas, konektor tersolder.
Gambar E. Herannya masih menyambung walaupun solderan tidak benar.
Gambar F. Timah terlalu banyak hingga solderan menggelembung, ini hasil solderan rekan Australia.
Gambar G. Ini solderan mahasiswa Indonesia di Malaysia
Tentu saja di dalam benak kita kembali timbul pertanyaan, “Bagaimana membuat sambungan antara kabel dan konektor yang baik dan benar?”. Tentu saja kita semua ingin mengetahui rahasianya bukan? Sebenarnya mudah saja, langkah yang paling penting sebenarnya adalah pemilihan alat-alat bantu yang benar. Apa yang kita perlu persiapkan sebelum kita menyolder? Alat-alat yang perlu kita persiapkan adalah sebagai berikut :
1. Cutter atau pisau, saya lebih senang yang sedikit kurang tajam, tujuannya adalah agar bagian dalam kabel tidak ikut terpotong.
2. Solder yang cukup panas, jangan menggunakan solderan kecil karena panas yang ada akan kurang, saya lebih menyukai yang berbentuk pistol dan dapat mencapai 120 watt.
3. Timah yang baik, jangan menggunakan timah yang terlalu banyak mengandung lemak atau yang berbentuk seperti minyak cair apabila kita sentuhkan dengan ujung solder. Sebenarnya lemak ini bertujuan untuk memudahkan timah dapat menempel pada permukaan yang akan kita solder.
4. Tang untuk memotong yang cukup tajam.
5. Saya selalu menyiapkan tissue untuk membersihkan ujung solderan.
Saya anjurkan untuk rekan-rekan yang baru mulai belajar menyolder, sebaiknya menggunakan kabel Canare L2-T2S yang asli. Karena hanya kabel inilah yang pembungkus luar kabelnya yang dapat bertahan dari suhu solderan yang tinggi atau ujung solderan yang kita tempelkan terlalu lama. Proses menyambungkan antara kabel microphone dan konektor XLR yang baik adalah sebagai berikut :
1. Potonglah bagian ujung kabel microphone sebanyak 2 cm secara melingkar, sekeliling pembungkus kabel bagian luar.
Gambar H. Kupas pembungkus luar kabel sebanyak 2 cm berkeliling.
2. Untuk kabel-kabel yang menggunakan pelindung yang berupa rajutan kawat-kawat yang sangat kecil. Lepasakanlah rajutan kawat tersebut terlebih dahulu, kemudian menyisirnya ke satu arah. Untuk melepaskan rajutan dan menyisir kawat-kawat tersebut dapat kita gunakan pinset atau obeng minus yang kecil. Setelah rapih tersisir kita pilin kembali kawat-kawat tersebut.
Gambar I. Bersihkan benang pengisi, sisir kawat-kawat pelindung, dan kupas bagian ujung kabel dalam sebanyak 3-5mm.
3. Pangkaslah benang-benang pengisi di antara kabel-kabel pada bagian dalam kabel microphone.
4. Kupaslah bagian ujung kedua kabel kecil untuk positif dan negatif yang terbungkus dengan lapisan PVC, kupaslah berkeliling hingga kabel terbuka sepanjang 3 sampai 5 mm.
5. Kemuadian balutlah ketiga kabel yang telah terbuka dengan timah, disarankan untuk menggunakan timah dengan titik lebur yang rendah. Kemudian potonglah ujung kabel yang telah kita balut tadi yang sehingga rapih dan sesuai dengan kedalaman mangkok tempat kita dapat memasukkannya ke dalam pin konektor untuk kita solder.
Gambar J. Bungkus hasil kupasan dengan timah, dan bersihkan mata solder selalu.
6. Penuhilah mangkok pada bagian yang akan kita solder pada konektor XLR dengan timah secukupnya. Jangan terlalu sedikit ataupun terlalu berlebihan. Jika anda menggunakan XLR murahan, anda tidak dapat menempelkan mata solder terlalu lama, karena akan membengkokkan konektor karena bahannya yang tidak tahan panas. Kurangnya timah akan tampak seperti pada Gambar K.
Gambar K. Kurangnya timah pada solderan
7. Panasilah mangkok tadi satu persatu hingga timah mencair dan masukkanlah kabel yang telah kita balut dengan timah tadi.
Mengapa saya membalut kabel yang sudah saya kupas atau kawat-kawat pelindung yang saya sisir? Tujuan utama pembalutan ini adalah agar tidak ada satupun kawat yang terlepas dari pilinannya dan bersinggungan dengan bagian konektor maupun kabel yang terbuka sehingga mengakibatkan konsleting. Gambar L. memperlihatkan kawat pelindung kabel yang tidak terbalut, dan sangat berbahaya karena dapat membuka dan menyentuh bagian yang tidak terbungkus.
Gambar L. Kawat-kawat untuk ground yang tidak disolder.
Jika rekan-rekan belum mahir menyolder, terlalu lama menempelkan mata solder umumnya akan membuat timah menjadi kusam karena terjadinya penurunan kualitasnya sebagai akibat suhu yang terlalu panas. Buanglah timah yang telah berwarna kusam dan gantilah dengan timah yang baru, sebagai gambaran hasil solderan yang baik, harus berwarna mengkilap dan bersih dari kotoran. Warna kusam dan kotoran dapat pula diakibatkan oleh terkumpulnya residu timah pada mata solder, bersihkanlah dengan tissue sehingga bersih. Jika tidak hasil solderan kita akan tercemari residu timah yang telah menjadi rusak.
Kunci Utama pada Timah
Jika kita perhatikan kebutuhan di atas tentu saja akan kita anggap spele, karena semuanya kita miliki dan tidak ada istimewanya. Ya, benar semua bahan-bahan di atas kita bisa dapatkan di pasar elektronik, cuma satu yang tidak bisa kita dapatkan dengan mudah, yaitu timah solder. Padahal timah solder adalah kunci utama keberhasilan kita dalam menyambungkan kabel dan konektor. “Lho.. banyak kok timah solder di ditoko elektronik..” ini komentar peserta seminar di mana saya menjadi pembicara trainer mereka. Benar timah solder dengan mudah kita jumpai di toko elektronik, tetapi tahukah kita akan kualitasnya? Saya sudah mencoba berbagai macam merek, yang masih cukup baik hingga saat ini adalah Asahi.
Mengapa timah solder justru menjadi permasalahan yang cukup menentukan? Saya rasa semenjak krisis ekonomi tahun 1997, material timah kita semakin buruk, apalagi dengan timah buatan Cina. Banyak sekali bahan pengotor di dalam timah solder, ini terlihat dari mata ujung solder kita cepat sekali menjadi menghitam dan menjadi kotor. Hasil solderan juga tidak mengkilap seperti kita menggunakan timah solder yang baik. Solderan dengan timah yang buruk akan terlihat kusam dan berkesan tidak matang (atau tidak menempel dengan baik).
Solderan yang tidak matang akan menimbulkan celah antara timah, kabel dan permukaan kontak. Akibatnya adalah pada celah ini terjadi loncatan arus sinyal audio, ini bisa menimbulkan suara yang terdistorsi. Masalah yang lainnya yang dapat timbul adalah masuknya gelombang elektromagnetik atau juga gangguan dari sinyal radio, rekan-rekan tentu saja sangat tidak ingin apabila sedang menikmati acara yang sedang berlangsungh tiba-tiba terganggu dengan suara radio 2 meteran yang sedang dipergunakan untuk pacaran... ? Masalah lainnya yang dapat terjadi adalah timbulnya dengungan (hum) pada frekuansi tinggi karena celah ini atau solderan yang tidak matang. Ciri-ciri timah solderan tidak matang adalah hasil solder tampak seperti tetesan air dan tidak terlihat merata di atas permukaan yang kita solder.
Celah ini dapat juga diakibatkan karena banyaknya terlalu banyak lemak (atau ada juga yang menyebutnya arpus) yang berada diantara kabel, timah dan permukaan konektor. Sebenarnya tujuan lemak atau arpus ini adalah baik, yaitu untuk memudahkan agar timah solder dapat masuk hingga ke dalam kabel atau menempel dengan mudah pada permukaan yang ingin kita solder. Hanya saja jika berlebihan maka justru dapat menghalangi permukaan timah solder merekat dengan baik pada permukaan solder. Timah solder sebenarnya jika kita perhatikan di bagian tengahnya terdapat lubang yang berisi lemak atau arpus ini. Jangan sekali-kali kita menggunakan arpus tambahan, jika kita menggunakan konektor murah, dalam beberapa waktu area bagian unjung yang kita solder dapat berkarat dan patah.
Belum tentu timah dengan harga mahal akan menghasilkan solderan yang baik, saya sudah mencoba berbagai merek dari yang murah hingga yang mahal. Ada timah solder dengan harga ratusan ribu per rol 250 gram, tetapi jika kita pergunakan untuk beberapa jenis konektor malah sulit menempel dengan baik. Justru untuk konektor ini kita harus menggunakan timah murah seperti Asahi.
Seni Menyolder
Seni menyolder, saya menyebutnya demikian, karena ternyata ada orang-orang yang menyatakan dirinya sound engineer tetapi tidak bisa menyolder dengan baik dan benar. Untuk menjadi sound engineer yang baik, jangan hanya mengandalkan diri pada alat-alat yang mahal atau kuping emas rekan-rekan. Tetapi belajarlah menyolder, merupakan dasar dari semua ilmu sound sistem yang lain, di mana kita akan belajar bagaimana menyambungkan dan jenis sambungan. Memang sebentar lagi semua peralatan sound akan digantikan dengan perlatan digital, tetapi marilah kita pelajari seni menyolder agar memperlengkapi dasar pengetahuan kita.
Penulis adalah pemilik Tujuh Konsultan dan Kontraltor Tata Suara, dan menjadi konsultan bagi Kairos Multi Jaya, dapat dihubungi ke alamat e-mail ke tujuh10@hotmail.com atau 0818225113.
Box khusus :
Pergunakanlah timah yang baik untuk menyolder ada beberapa timah yang baik untuk menyolder yang beredar dipasaran Indonesia. Asahi adalah mereka yang paling murah dan cukup baik, jangan pergunakan merek lainnya karena sering menimbulkan masalah, seperti tidak matang dan sulit menempel. Merek-merek mahal yang patut kita coba adalah Shark, Vampire dan lain-lain, kedua merek ini mencampurkan timah mereka dengan perak sehingga hasilnya menjadi berkilap dan matang.
Untuk timah dengan titik lebur rendah, saya hanya menemukan merek Jepang yaitu Nihon. Hanya saja lemak yang dimiliki cukup banyak sehingga membuat permukaan mangkok pin konektor menjadi berlemak dan sulit menempel. Sebaiknya untuk mengisi mangkok pin konektor gunakanlah Asahi, komposisi bahannya penyusunnya cukup baik, dan mudah menempel pada permukaan pin konektor.
Ekualisasi Bagian 2
EQUALISASI BAGIAN II
Oleh Emir F. Widya
1. Bagaimana cara meng-eq suatu system
Kembali kepada konsep equalisasi adalah untuk mengembalikan suara kepada bentuk awalnya. Hanya saja telinga manusia memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suara, bergantung kepada kualitas pendengarannya dan rasa seni orang tersebut. Untuk membuat equalisasi menjadi obyektif maka kita semua perlu “melihat” sinyal yang dihasilkan speaker. Salah satu alat yang dapat kita gunakan adalah RTA (Real Time Analyzer), alat ini dapat memperlihatkan respon yang diterima dari sumber sinyal yang diterimanya.
Alat ini akan memperlihatkan spektrum suara (rentang frekuensi suara yang dapat diterima oleh alat tersebut) yang dimulai dari 1 oktaf, 1/3 oktaf, 1/6 oktaf, hingga 1/24 oktaf. Cara kerja alat ini adalah dengan mengolah sinyal yang diterimanya dan memilah-milahnya menjadi frekuensi-frekunsi yang tersedia pada alat tersebut. Grafik yang kita lihat dapat berupa dot (lampu-lampu LED), batang, atau hanya berupa garis pada titik puncak frekuensi yang terukur. Sumbu horizontalnya / sumbu x menunjukkan frekunsi dalam satuan Hz dan sumbu vertikalnya / sumbu y menunjukkan kekerasan (gain) dalam satuan dB.
Teknologi ini dikembangkan sejak tahun 1970, dan semakin berkembang di tahun 1980-an, pada era ini diciptakan RTA yang samplingnya / analisisnya berdasarkan FFT (Fast Fourier Transfer). RTA ini lebih akurat dibandingkan dengan RTA yang hanya mengukur berdasarkan arus sinyal elektronik yang masuk ke dalam alat tersebut .
2. Kelemahan RTA
RTA memang sangat berguna, akan tetapi ada beberapa keterbatasan RTA sebagai berikut (Bob McCarthy, 2003) :
• Informasi RTA terbatas, tidak mengenal pantulan, padahal respon yang ia tampilkan adalah suara asli ditambah dengan pantulan, fasa speaker, dan berapa lama sinyal tersebut dalam perjalanan hingga diterima oleh microphone.
• RTA tidak memberikan informasi apakah sinyal yang ia terima serupa dengan sinyal yang masuk ke dalam speaker. Ia hanya menggambarkan energi akuistik yang diterima oleh microphone / di sekitar microphone. Jadi spektrum yang kita lihat dalam bentuk lembah atau gunung kemungkinan adalah pantulan, atau sinyal yang saling menguatkan (summation) atau bahkan sinyal yang saling menghilangkan (canceling).
Kedua hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat interaksi antara speaker dan ruangan.
Menurut saya masih ada lagi hal-hal lain sebagai berikut :
• RTA sangat tergantung kepada kualitas microphone yang kita gunakan untuk mengukur, dan kualitas kabel yang kita pergunakan.
• Jika kita menggunakan RTA program dalam komputer sound card kita memberikan andil yang cukup besar dalam mengaburkan hasil ukur.
RTA hanya dapat mengkoreksi masalah yang timbul tetapi tidak dapat menyelesaikannya.
3. Kapan harus menggunakan RTA dan kapan tidak?
Kapan kita tidak boleh menggunakan RTA secara langsung :
• Jika anda menghadapi ruangan dengan multi speaker atau speaker dalam jumlah banyak maka yang anda harus lakukan adalah menyeragamkan waktu tempuh setiap speaker dengan men-delay-nya terlebih dahulu.
• Jika anda menghadapi masalah akuistik ruang yang cukup parah, software apapun untuk mengetes system tidak akan dapat digunakan. Selesaikan dulu masalah akuistik!!
• System anda memiliki perkabelan yang buruk!! Managemen kabel hasur diperbaiki terlebih dahulu, dan menggantik kabel-kabel dengan respon suara yang kurang baik.
4. Langkah-langkah meng-eq suatu system
Agar system kita dapat di equalisasi dengan baik maka kita perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (Dennis A. Bohn, 1997) :
• Jauhkan sejauh mungkin speaker dari sudut ruangan.
• Minimalkan pantulan speaker, dengar suara aslinya. Banyak gereja manaruh speaker di kiri dan kanan ruangan, akibatnya speaker akan memantulkan suara ke dinding.
• Jika anda menghadapi masalah akuistik ruang yang cukup parah, software apapun untuk mengetes system tidak akan dapat digunakan. Selesaikan dulu masalah akuistik!!
Latihlah telinga anda untuk mengenal frekuensi-frekuensi suara yang sering harus kita eq, atau sering menimbulkan masalah. Lakukanlah latihan sebagai berikut :
• Pilih sumber suara yang kita kenal, sebagai contoh CD lagu kesukaan anda atau suara anda sendiri.
• Set eq parametrik di mixer dalam posisi flat.
• Bypass kompressor yang dipasang pada jalur speaker yang akan kita gunakan, karena dapat mengaburkan penilaian kita, terlalu
Interaksi antara ruangan dan suara dari speaker adalah kasus yang sukar di selesaikan sebelum memposisikan kembali speaker.
Penulis adalah pemilik dari 7 Konsultan & Kontraktor Tata Suara dan saat ini juga menjadi konsultan sound system untuk Kairos Multi Jaya. Penulis dapat dihubungi di : tujuh10@hotmail.com
Daftar Pustaka:
1. Equalizing the Room, Bob McCarthy, bobmcc1@mindspring.com 2003.
2. Dennis A. Bohnn, Signal Processing Fundamentals, Rane Technical Note, 1997.
Oleh Emir F. Widya
1. Bagaimana cara meng-eq suatu system
Kembali kepada konsep equalisasi adalah untuk mengembalikan suara kepada bentuk awalnya. Hanya saja telinga manusia memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suara, bergantung kepada kualitas pendengarannya dan rasa seni orang tersebut. Untuk membuat equalisasi menjadi obyektif maka kita semua perlu “melihat” sinyal yang dihasilkan speaker. Salah satu alat yang dapat kita gunakan adalah RTA (Real Time Analyzer), alat ini dapat memperlihatkan respon yang diterima dari sumber sinyal yang diterimanya.
Alat ini akan memperlihatkan spektrum suara (rentang frekuensi suara yang dapat diterima oleh alat tersebut) yang dimulai dari 1 oktaf, 1/3 oktaf, 1/6 oktaf, hingga 1/24 oktaf. Cara kerja alat ini adalah dengan mengolah sinyal yang diterimanya dan memilah-milahnya menjadi frekuensi-frekunsi yang tersedia pada alat tersebut. Grafik yang kita lihat dapat berupa dot (lampu-lampu LED), batang, atau hanya berupa garis pada titik puncak frekuensi yang terukur. Sumbu horizontalnya / sumbu x menunjukkan frekunsi dalam satuan Hz dan sumbu vertikalnya / sumbu y menunjukkan kekerasan (gain) dalam satuan dB.
Teknologi ini dikembangkan sejak tahun 1970, dan semakin berkembang di tahun 1980-an, pada era ini diciptakan RTA yang samplingnya / analisisnya berdasarkan FFT (Fast Fourier Transfer). RTA ini lebih akurat dibandingkan dengan RTA yang hanya mengukur berdasarkan arus sinyal elektronik yang masuk ke dalam alat tersebut .
2. Kelemahan RTA
RTA memang sangat berguna, akan tetapi ada beberapa keterbatasan RTA sebagai berikut (Bob McCarthy, 2003) :
• Informasi RTA terbatas, tidak mengenal pantulan, padahal respon yang ia tampilkan adalah suara asli ditambah dengan pantulan, fasa speaker, dan berapa lama sinyal tersebut dalam perjalanan hingga diterima oleh microphone.
• RTA tidak memberikan informasi apakah sinyal yang ia terima serupa dengan sinyal yang masuk ke dalam speaker. Ia hanya menggambarkan energi akuistik yang diterima oleh microphone / di sekitar microphone. Jadi spektrum yang kita lihat dalam bentuk lembah atau gunung kemungkinan adalah pantulan, atau sinyal yang saling menguatkan (summation) atau bahkan sinyal yang saling menghilangkan (canceling).
Kedua hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat interaksi antara speaker dan ruangan.
Menurut saya masih ada lagi hal-hal lain sebagai berikut :
• RTA sangat tergantung kepada kualitas microphone yang kita gunakan untuk mengukur, dan kualitas kabel yang kita pergunakan.
• Jika kita menggunakan RTA program dalam komputer sound card kita memberikan andil yang cukup besar dalam mengaburkan hasil ukur.
RTA hanya dapat mengkoreksi masalah yang timbul tetapi tidak dapat menyelesaikannya.
3. Kapan harus menggunakan RTA dan kapan tidak?
Kapan kita tidak boleh menggunakan RTA secara langsung :
• Jika anda menghadapi ruangan dengan multi speaker atau speaker dalam jumlah banyak maka yang anda harus lakukan adalah menyeragamkan waktu tempuh setiap speaker dengan men-delay-nya terlebih dahulu.
• Jika anda menghadapi masalah akuistik ruang yang cukup parah, software apapun untuk mengetes system tidak akan dapat digunakan. Selesaikan dulu masalah akuistik!!
• System anda memiliki perkabelan yang buruk!! Managemen kabel hasur diperbaiki terlebih dahulu, dan menggantik kabel-kabel dengan respon suara yang kurang baik.
4. Langkah-langkah meng-eq suatu system
Agar system kita dapat di equalisasi dengan baik maka kita perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (Dennis A. Bohn, 1997) :
• Jauhkan sejauh mungkin speaker dari sudut ruangan.
• Minimalkan pantulan speaker, dengar suara aslinya. Banyak gereja manaruh speaker di kiri dan kanan ruangan, akibatnya speaker akan memantulkan suara ke dinding.
• Jika anda menghadapi masalah akuistik ruang yang cukup parah, software apapun untuk mengetes system tidak akan dapat digunakan. Selesaikan dulu masalah akuistik!!
Latihlah telinga anda untuk mengenal frekuensi-frekuensi suara yang sering harus kita eq, atau sering menimbulkan masalah. Lakukanlah latihan sebagai berikut :
• Pilih sumber suara yang kita kenal, sebagai contoh CD lagu kesukaan anda atau suara anda sendiri.
• Set eq parametrik di mixer dalam posisi flat.
• Bypass kompressor yang dipasang pada jalur speaker yang akan kita gunakan, karena dapat mengaburkan penilaian kita, terlalu
Interaksi antara ruangan dan suara dari speaker adalah kasus yang sukar di selesaikan sebelum memposisikan kembali speaker.
Penulis adalah pemilik dari 7 Konsultan & Kontraktor Tata Suara dan saat ini juga menjadi konsultan sound system untuk Kairos Multi Jaya. Penulis dapat dihubungi di : tujuh10@hotmail.com
Daftar Pustaka:
1. Equalizing the Room, Bob McCarthy, bobmcc1@mindspring.com 2003.
2. Dennis A. Bohnn, Signal Processing Fundamentals, Rane Technical Note, 1997.
Equalisasi Bagian 1
EQUALISASI BAGIAN I
Oleh Emir F. Widya
1. Apa yang Dimaksud Dengan Equalizer
Equalizer adalah alat yang dapat digunakan untuk menyamakan suara speaker mendekati sumber aslinya atau mengembalikan suara speaker seperti suara aslinya. Banyak orang salah mengartikan fungsi equalizer, mereka menggunakannya untuk mengangkat frekuensi-frekuensi tertentu yang sebenarnya tidak perlu diangkat, atau bahkan mengurangi frekuensi-frekuensi tertentu yang tidak perlu dikurangi. Mengapa demikian? Sebenarnya equalisasi sangat tergantung dari rasa seni seseorang dan respon telinga orang yang mengoperasikan peralatan sound system.
Supaya kita dapat men-eq system dengan baik, maka sebelum kita menggunakannya kita perlu memahami kerja eq terlebih dahulu. Parameter apa saja yang dapat kita ubah pada equalizer? Tombol apa saja yang terdapat pada equalizer? Dan bagaimana cara menggunakannya? Inilah pertanyaan yang akan dilemparakan orang ketika akan menggunakan equalizer, tombol-tombol tersebut adalah :
• Gain / level, adalah tombol yang digunakan untuk menambah atau mengurangi frekuensi yang kita inginkan.
• Low pass / High pass, adalah tombol yang digunakan menghilangkan frekunsi-frekuensi di bawah atau di atas frekuensi yang kita set.
• Q / Bandwidth, adalah tombol yang digunakan untuk memperlebar atau mempersempit kurva equalizer.
• Frequency, mengubah frekuensi sehingga mencapai frekuensi yang kita inginkan.
• Volume gain / make up gain, adalah tombol yang digunakan untuk menambah atau mengurangi level suara yang keluar dari equalizer.
Ada bermacam-macam jenis equalizer sesuai dengan jenis dan penggunaannya. Berdasarkan jenisnya dapat dibagi menjadi :
1.1. Parametrik equalizer
Kurva equalizer ini dapat kita geser dan rubah bentuk kurvanya, dengan kata lain semua parameter (ukuran) yang ada dapat kita rubah. Parameter yang dapat kita ubah adalah :
• Gain, untuk mengurangi atau menambah kurva parametrik yang kita inginkan, besarnya diukur dalam dB.
• Q, adalah besaran yang digunakan untuk memperlebar atau mempersempit kurva parametrik sesuai dengan yang kita inginkan, besarannya pada umumnya menggunakan skala 0,1 hingga 10.
• Frekuensi, frekuensi pada equalizer parametrik dapat kita geser hingga mencapai frekuensi yang kita inginkan.
Bentuk kurva pada parametrik equalizer ada 2 :
• Shelving, bentuk kurva ini memiliki puncak pada bagian akhir frekunsi rendah maupun frekunsi tinggi dari spektrum frekuensi yang kemudian mendatar hingga akhir frekuensi. Seperti hi-shelving, akan mengangkat puncak frekuensi 12 kHz, dan low-shelving akan mengangkat frekuensi 80 Hz pada umumnya. Beberapa eq menyediakan fasilitas untuk kita dapat mengubah frekuensi pada puncak kurva.
• Bell shape, bentuk kurva pada equalisasi ini adalah seperti lonceng, pada umumnya parametrik murni akan menggunakan bentuk equalisasi ini.
1.2. Grafik equalizer
Equalizer yang hanya dapat kita tambah dan kurangi pada frekuensi yang sudah ditetapkan oleh pabrik, biasanya berdasarkan besarnya oktav. Yang umum beredar di pasaran adalah 1/3 oktav (31 titik frekuensi) dan 2/3 oktav (15 titik frekuensi). Grafik equalizer dapat kita bagi dalam beberapa jenis.
• Constant Q, bentuk kurva (Q) grafik eq ini tetap walaupun gain hanya di ubah sedikit ataupun banyak.
• Variable Q, bentuk kurva grafik eq ini tidak tetap, tergantung dari berapa bayak kita mengangkat gain.
• Bandpass filter parameter, bentuk kurva tetap dan gain tetaphanya frekuensi yang dapat kita geser.
• Perfect Q, adalah grafik eq analog tapi diproses secara digital, mirip dengan constant Q hanya lebih akurat.
1.3. Filter
Pada umumnya orang tidak memasukkan filter sebagai jenis equalizer oleh karena cara kerjanya yang mirip dengan crossover. Tetapi menurut saya filter dapat pula membantu kita mengurangi frekuensi yang tidak kita inginkan, sehingga dapat pula kita masukkan sebagai salah satu jenis equalizer.
Contoh dari eq ini adalah switcable highpass dan switcable lowpass, Highpass filter sangat berguna untuk mengurangi suara pop pada microphone. Sedangkan lowpass dapat membantu kerja driver suara tinggi agar tidak bekerja berlebihan sebagai akibat frekuensi tinggi yang sebenarnya tidak terdengar, tetapi merusak.
2. Kegunaan dari Eq
Sekali lagi jangan kita salah langkah dalam menggunakan eq, karena itu harus kita memahami apa saja kegunaan dari eq. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari kegunaan eq :
• Mengurangi feedback.
• Menambah frekuensi yang kita inginkan pada saat sistem bersuara kecil, dan mengurangi frekuensi yang tidak kita inginkan pada saat kita mengangkat volume / gain lebih keras.
• Membantu respon ruangan terhadap suara, setiap ruang tidak memiliki respon yang sama terhadap suara. Walaupun kita memasang speaker dan peralatan yang sama dengan tempaat lain.
• Side chain / dynamic eq.
• Memperbaiki kerja speaker.
3. Berpikir Dua kali sebelum meng-eq system
Orang cenderung menggunakan equalizer sebagai dewa penyelamat, mereka sangat berharap eq dapat menyelesaikan masalah mereka. Tidak jarang sound engineer membeli eq yang harganya puluhan juta! Hanya karena sugesti bahwa alat tersebut dapat membantu mereka menyelesaikan masalah yang terjadi dengan sistem mereka. Saya adalah orang yang paling anti menggunakan eq, sebelum masalah-masalah di bawah ini selesai terlebih dahulu :
2.1. Ruangan
Ruangan akan menjadi pembatas kita dalam meng-eq system, setiap ruang memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Jangan sekali-kali kita menyama ratakan setiap ruangan, dan mengidolakan suatu bentuk setting eq. Jangan mimpi suara rendah dapat keluar dari speaker pada ruangan yang penjangnya 4m, karena panjang gelombang suara rendah tidak dapat beresonansi dengan baik. Atau sebaliknya kita berharap suara rendah sub dapat terdengar dari jarak puluhan meter dengan jelas, karena daya rambat suara rendah yang terbatas.
Permasalahan utama di dalam ruangan adalah geometri ruangan itu sendiri (ukuran), baik jumlah jendela, luas dinding, dan di mana letak benda-benda tersebut. Meng-eq di dalam ruangan perlu berhati-hati oleh karena pantulan dapat mengaburkan frekuensi mana yang seharusnya kita ubah.
2.2. Letak speaker
Jangan bermimpi mendengar suara sub yang solid jika kita menaruhnya di kiri dan kanan panggung. Suara rendah mutlak harus berasal dari satu sumber. Peletakkan yang berpencar akan mengakibatkan efek yang disebut power alley (lorong tenaga). Eq dapat menolong? Tentu saja tidak, bahkan menambah besar jarak antar lorong tenaga tersebut
2.3. Tidak seragamnya waktu tempuh antar komponen speaker
Ini adalah ilmu yang dikembangkan sejak pertengahan tahun 1980an, hanya saja peralatan pendukungnya pada saat itu masih sangat mahal. Saat ini dengan kemajuan komputer dan harga komputer dan software-nya semakin murah, membuat peralatan digital pendukung penyetelan speaker semakin murah pula, sehingga kenyamanan orang mendengar speaker bersuara rapih semakin bertambah.
Mengapa waktu tempuh antar komponen berbeda, ini cerita yang cukup panjang yang akan kita bahas dilain waktu. Hanya saja jika kita meng-eq sistem yang tidak di seragamkan waktu tempuh antar komponen speaker maupun antar speaker, ini merupakan usaha yang sia-sia, karena sistem anda tetap berisik dan suaranya tetap berbalap-balapan.
2.4. Kabel (jenis dan panjang kabel)
Orang bule saja tidak percaya kalau kabel dengan merek, jenis, dan panjang yang berbeda akan menghasilkan suara yang berbeda. Saya belajar perkabelan sejak hampir 10 tahun lalu, dan saya temukan bergam respon kabel dan beragam pula hasilnya. Kita tidak perlu meng-eq sistem kita terlalu banyak apabila manajemen kabel kita baik.
2.5. Karakter alat
Setiap alat memiliki karakter suara yang berbeda-beda, jangan berharap ala-alat murah dapat di eq menjadi baik. Mohon diingat bahwa semua alat sound memiliki karakter suara yang berbeda-beda dan tidak semua produk memiliki suara yang baik.
2.6. Banyaknya microphone yang terbuka (NOM = number of open microphone)
Harap diingat pada saat meng-eq feedback bahwa setiap bertambahnya 1 buah microphone akan menambah 3 dB pada gain system. Semakin banyak microphone yang berbunyi akan semakin besar pula kemungkinan feedback.
2.7. Penyimpangan fasa (phase shifting)
Penyimpangan fasa justru terjadi sebagai akibat terlalu kita terlelu banyak meng-eq, atau bahkan menggunakan kabel unbalance yang sangat panjang.
2.8. Jarak posisi anda mendengar dari speaker
Jarak kita mendengarkan speaker akan mempengaruhi penilaian telinga kita terhadap apa yang akan kita eq. Ingat bahwa di udara juga terjadi hambatan.
2.9. Umur speaker
Saya pernah bersam-sama Sony dan Thomas mendemokan speaker di BATS di hotel Shangrila di Jakarta 3 tahun yang lalu. Produk tersebut sudah terkenal dengan suaranya yang cukup kencang tapi masih eanak didengar. Ternyata waktu kami pasang suaranya agak kasar dan Sony pun heran “....... biasanya suara suaranya tidak begini nih!”. Kejadian yang sama terulang ketika saya memasang speaker dengan merek yang sama untuk OB Van radio Dahlia, ketika kami coba suara yang sama kembali terdengar, kami mencoba meng-eq-nya dengan susah payah. Saya baru teringat bahwa speaker tersebut baru saja kita keluarkan dari dalam dusnya, he, he, he, ......speaker ada indreyen-nya juga ya. Tidak mungkin keluar dari dus kita harapkan suaranya jadi bagus. Masalah ini kita bahas lain waktu.
2.10. Suhu dan kelembaban
Jangan berharap kita dapat meng-eq di ruangan yang tidak konstan suhu dan kelembabannya. Mengapa? Pada suhu rendah suara tinggi dan rendah akan terdengar lebih kuat dibandingkan dengan pada suhu tinggi, ini disebabkan pada suhu tinggi kelembaban akan bertambah. Bertambahnya kelembaban akan menambah pula hambatan bagi suara di udara.
Jangan sekali-kali meng-eq dalam kondisi suhu ruangan yang panas atau ac belum dinyalakan. Karena pada saat ac dinyalakan suhu udara akan turun dan suara tinggi akan kembali terdengar dengan jelas.
2.11. Respon telinga operator sendiri
Banyak operator memiliki selera sendiri, bahkan tidak sedikit operator bahkan pemain musik digereja menyetel eq 1/3 oktaf mereka seperti “disco smile”. Kedua ujung frekuensi eq diangkatdan semakin menurun pada bagian tengahnya.
Jika operator sound di gereja memilih menyetel dengan seleranya sendiri, sebaiknya operator tersebut belajar mendengar suara “standard” yang baik. Camkan kata-kata ini “Gereja bukan milik sekelompok orang, atau bukan hanya dimiliki satu orang”.
Interaksi antara ruangan dan suara dari speaker adalah kasus yang sukar di selesaikan. Jalan keluarnya adalah hanya dengan memposisikan kembali speaker ketempat yang seharusnya.
4. Kesimpulan
Agar dalam meng-eq system, dapat memperoleh hasil yang baik dan maksimal, maka kita harus mampu menemukan masalah dalam sistem kita yang belum seimbang / harus di-eq. Memang eq dapat membantu mengurangi beberapa titik feedback dan sedikit membantu respon speaker terhadap ruangan.
Penulis adalah pemilik dari 7 Konsultan & Kontraktor Tata Suara, yang didirikan sejak 1995 dan saat ini juga menjadi konsultan sound system untuk. Penulis dapat dihubungi di : tujuh10@hotmail.com
Daftar Pustaka :
1. Dennis A. Bohnn, Signal Processing Fundamentals, Rane Technical Note, 1997.
2. Stark, Scott Hunter, Live Sound Reinforcement, 5th edition, Mix Books, Vallejo, 2000, halaman 97-108.
Oleh Emir F. Widya
1. Apa yang Dimaksud Dengan Equalizer
Equalizer adalah alat yang dapat digunakan untuk menyamakan suara speaker mendekati sumber aslinya atau mengembalikan suara speaker seperti suara aslinya. Banyak orang salah mengartikan fungsi equalizer, mereka menggunakannya untuk mengangkat frekuensi-frekuensi tertentu yang sebenarnya tidak perlu diangkat, atau bahkan mengurangi frekuensi-frekuensi tertentu yang tidak perlu dikurangi. Mengapa demikian? Sebenarnya equalisasi sangat tergantung dari rasa seni seseorang dan respon telinga orang yang mengoperasikan peralatan sound system.
Supaya kita dapat men-eq system dengan baik, maka sebelum kita menggunakannya kita perlu memahami kerja eq terlebih dahulu. Parameter apa saja yang dapat kita ubah pada equalizer? Tombol apa saja yang terdapat pada equalizer? Dan bagaimana cara menggunakannya? Inilah pertanyaan yang akan dilemparakan orang ketika akan menggunakan equalizer, tombol-tombol tersebut adalah :
• Gain / level, adalah tombol yang digunakan untuk menambah atau mengurangi frekuensi yang kita inginkan.
• Low pass / High pass, adalah tombol yang digunakan menghilangkan frekunsi-frekuensi di bawah atau di atas frekuensi yang kita set.
• Q / Bandwidth, adalah tombol yang digunakan untuk memperlebar atau mempersempit kurva equalizer.
• Frequency, mengubah frekuensi sehingga mencapai frekuensi yang kita inginkan.
• Volume gain / make up gain, adalah tombol yang digunakan untuk menambah atau mengurangi level suara yang keluar dari equalizer.
Ada bermacam-macam jenis equalizer sesuai dengan jenis dan penggunaannya. Berdasarkan jenisnya dapat dibagi menjadi :
1.1. Parametrik equalizer
Kurva equalizer ini dapat kita geser dan rubah bentuk kurvanya, dengan kata lain semua parameter (ukuran) yang ada dapat kita rubah. Parameter yang dapat kita ubah adalah :
• Gain, untuk mengurangi atau menambah kurva parametrik yang kita inginkan, besarnya diukur dalam dB.
• Q, adalah besaran yang digunakan untuk memperlebar atau mempersempit kurva parametrik sesuai dengan yang kita inginkan, besarannya pada umumnya menggunakan skala 0,1 hingga 10.
• Frekuensi, frekuensi pada equalizer parametrik dapat kita geser hingga mencapai frekuensi yang kita inginkan.
Bentuk kurva pada parametrik equalizer ada 2 :
• Shelving, bentuk kurva ini memiliki puncak pada bagian akhir frekunsi rendah maupun frekunsi tinggi dari spektrum frekuensi yang kemudian mendatar hingga akhir frekuensi. Seperti hi-shelving, akan mengangkat puncak frekuensi 12 kHz, dan low-shelving akan mengangkat frekuensi 80 Hz pada umumnya. Beberapa eq menyediakan fasilitas untuk kita dapat mengubah frekuensi pada puncak kurva.
• Bell shape, bentuk kurva pada equalisasi ini adalah seperti lonceng, pada umumnya parametrik murni akan menggunakan bentuk equalisasi ini.
1.2. Grafik equalizer
Equalizer yang hanya dapat kita tambah dan kurangi pada frekuensi yang sudah ditetapkan oleh pabrik, biasanya berdasarkan besarnya oktav. Yang umum beredar di pasaran adalah 1/3 oktav (31 titik frekuensi) dan 2/3 oktav (15 titik frekuensi). Grafik equalizer dapat kita bagi dalam beberapa jenis.
• Constant Q, bentuk kurva (Q) grafik eq ini tetap walaupun gain hanya di ubah sedikit ataupun banyak.
• Variable Q, bentuk kurva grafik eq ini tidak tetap, tergantung dari berapa bayak kita mengangkat gain.
• Bandpass filter parameter, bentuk kurva tetap dan gain tetaphanya frekuensi yang dapat kita geser.
• Perfect Q, adalah grafik eq analog tapi diproses secara digital, mirip dengan constant Q hanya lebih akurat.
1.3. Filter
Pada umumnya orang tidak memasukkan filter sebagai jenis equalizer oleh karena cara kerjanya yang mirip dengan crossover. Tetapi menurut saya filter dapat pula membantu kita mengurangi frekuensi yang tidak kita inginkan, sehingga dapat pula kita masukkan sebagai salah satu jenis equalizer.
Contoh dari eq ini adalah switcable highpass dan switcable lowpass, Highpass filter sangat berguna untuk mengurangi suara pop pada microphone. Sedangkan lowpass dapat membantu kerja driver suara tinggi agar tidak bekerja berlebihan sebagai akibat frekuensi tinggi yang sebenarnya tidak terdengar, tetapi merusak.
2. Kegunaan dari Eq
Sekali lagi jangan kita salah langkah dalam menggunakan eq, karena itu harus kita memahami apa saja kegunaan dari eq. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari kegunaan eq :
• Mengurangi feedback.
• Menambah frekuensi yang kita inginkan pada saat sistem bersuara kecil, dan mengurangi frekuensi yang tidak kita inginkan pada saat kita mengangkat volume / gain lebih keras.
• Membantu respon ruangan terhadap suara, setiap ruang tidak memiliki respon yang sama terhadap suara. Walaupun kita memasang speaker dan peralatan yang sama dengan tempaat lain.
• Side chain / dynamic eq.
• Memperbaiki kerja speaker.
3. Berpikir Dua kali sebelum meng-eq system
Orang cenderung menggunakan equalizer sebagai dewa penyelamat, mereka sangat berharap eq dapat menyelesaikan masalah mereka. Tidak jarang sound engineer membeli eq yang harganya puluhan juta! Hanya karena sugesti bahwa alat tersebut dapat membantu mereka menyelesaikan masalah yang terjadi dengan sistem mereka. Saya adalah orang yang paling anti menggunakan eq, sebelum masalah-masalah di bawah ini selesai terlebih dahulu :
2.1. Ruangan
Ruangan akan menjadi pembatas kita dalam meng-eq system, setiap ruang memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Jangan sekali-kali kita menyama ratakan setiap ruangan, dan mengidolakan suatu bentuk setting eq. Jangan mimpi suara rendah dapat keluar dari speaker pada ruangan yang penjangnya 4m, karena panjang gelombang suara rendah tidak dapat beresonansi dengan baik. Atau sebaliknya kita berharap suara rendah sub dapat terdengar dari jarak puluhan meter dengan jelas, karena daya rambat suara rendah yang terbatas.
Permasalahan utama di dalam ruangan adalah geometri ruangan itu sendiri (ukuran), baik jumlah jendela, luas dinding, dan di mana letak benda-benda tersebut. Meng-eq di dalam ruangan perlu berhati-hati oleh karena pantulan dapat mengaburkan frekuensi mana yang seharusnya kita ubah.
2.2. Letak speaker
Jangan bermimpi mendengar suara sub yang solid jika kita menaruhnya di kiri dan kanan panggung. Suara rendah mutlak harus berasal dari satu sumber. Peletakkan yang berpencar akan mengakibatkan efek yang disebut power alley (lorong tenaga). Eq dapat menolong? Tentu saja tidak, bahkan menambah besar jarak antar lorong tenaga tersebut
2.3. Tidak seragamnya waktu tempuh antar komponen speaker
Ini adalah ilmu yang dikembangkan sejak pertengahan tahun 1980an, hanya saja peralatan pendukungnya pada saat itu masih sangat mahal. Saat ini dengan kemajuan komputer dan harga komputer dan software-nya semakin murah, membuat peralatan digital pendukung penyetelan speaker semakin murah pula, sehingga kenyamanan orang mendengar speaker bersuara rapih semakin bertambah.
Mengapa waktu tempuh antar komponen berbeda, ini cerita yang cukup panjang yang akan kita bahas dilain waktu. Hanya saja jika kita meng-eq sistem yang tidak di seragamkan waktu tempuh antar komponen speaker maupun antar speaker, ini merupakan usaha yang sia-sia, karena sistem anda tetap berisik dan suaranya tetap berbalap-balapan.
2.4. Kabel (jenis dan panjang kabel)
Orang bule saja tidak percaya kalau kabel dengan merek, jenis, dan panjang yang berbeda akan menghasilkan suara yang berbeda. Saya belajar perkabelan sejak hampir 10 tahun lalu, dan saya temukan bergam respon kabel dan beragam pula hasilnya. Kita tidak perlu meng-eq sistem kita terlalu banyak apabila manajemen kabel kita baik.
2.5. Karakter alat
Setiap alat memiliki karakter suara yang berbeda-beda, jangan berharap ala-alat murah dapat di eq menjadi baik. Mohon diingat bahwa semua alat sound memiliki karakter suara yang berbeda-beda dan tidak semua produk memiliki suara yang baik.
2.6. Banyaknya microphone yang terbuka (NOM = number of open microphone)
Harap diingat pada saat meng-eq feedback bahwa setiap bertambahnya 1 buah microphone akan menambah 3 dB pada gain system. Semakin banyak microphone yang berbunyi akan semakin besar pula kemungkinan feedback.
2.7. Penyimpangan fasa (phase shifting)
Penyimpangan fasa justru terjadi sebagai akibat terlalu kita terlelu banyak meng-eq, atau bahkan menggunakan kabel unbalance yang sangat panjang.
2.8. Jarak posisi anda mendengar dari speaker
Jarak kita mendengarkan speaker akan mempengaruhi penilaian telinga kita terhadap apa yang akan kita eq. Ingat bahwa di udara juga terjadi hambatan.
2.9. Umur speaker
Saya pernah bersam-sama Sony dan Thomas mendemokan speaker di BATS di hotel Shangrila di Jakarta 3 tahun yang lalu. Produk tersebut sudah terkenal dengan suaranya yang cukup kencang tapi masih eanak didengar. Ternyata waktu kami pasang suaranya agak kasar dan Sony pun heran “....... biasanya suara suaranya tidak begini nih!”. Kejadian yang sama terulang ketika saya memasang speaker dengan merek yang sama untuk OB Van radio Dahlia, ketika kami coba suara yang sama kembali terdengar, kami mencoba meng-eq-nya dengan susah payah. Saya baru teringat bahwa speaker tersebut baru saja kita keluarkan dari dalam dusnya, he, he, he, ......speaker ada indreyen-nya juga ya. Tidak mungkin keluar dari dus kita harapkan suaranya jadi bagus. Masalah ini kita bahas lain waktu.
2.10. Suhu dan kelembaban
Jangan berharap kita dapat meng-eq di ruangan yang tidak konstan suhu dan kelembabannya. Mengapa? Pada suhu rendah suara tinggi dan rendah akan terdengar lebih kuat dibandingkan dengan pada suhu tinggi, ini disebabkan pada suhu tinggi kelembaban akan bertambah. Bertambahnya kelembaban akan menambah pula hambatan bagi suara di udara.
Jangan sekali-kali meng-eq dalam kondisi suhu ruangan yang panas atau ac belum dinyalakan. Karena pada saat ac dinyalakan suhu udara akan turun dan suara tinggi akan kembali terdengar dengan jelas.
2.11. Respon telinga operator sendiri
Banyak operator memiliki selera sendiri, bahkan tidak sedikit operator bahkan pemain musik digereja menyetel eq 1/3 oktaf mereka seperti “disco smile”. Kedua ujung frekuensi eq diangkatdan semakin menurun pada bagian tengahnya.
Jika operator sound di gereja memilih menyetel dengan seleranya sendiri, sebaiknya operator tersebut belajar mendengar suara “standard” yang baik. Camkan kata-kata ini “Gereja bukan milik sekelompok orang, atau bukan hanya dimiliki satu orang”.
Interaksi antara ruangan dan suara dari speaker adalah kasus yang sukar di selesaikan. Jalan keluarnya adalah hanya dengan memposisikan kembali speaker ketempat yang seharusnya.
4. Kesimpulan
Agar dalam meng-eq system, dapat memperoleh hasil yang baik dan maksimal, maka kita harus mampu menemukan masalah dalam sistem kita yang belum seimbang / harus di-eq. Memang eq dapat membantu mengurangi beberapa titik feedback dan sedikit membantu respon speaker terhadap ruangan.
Penulis adalah pemilik dari 7 Konsultan & Kontraktor Tata Suara, yang didirikan sejak 1995 dan saat ini juga menjadi konsultan sound system untuk. Penulis dapat dihubungi di : tujuh10@hotmail.com
Daftar Pustaka :
1. Dennis A. Bohnn, Signal Processing Fundamentals, Rane Technical Note, 1997.
2. Stark, Scott Hunter, Live Sound Reinforcement, 5th edition, Mix Books, Vallejo, 2000, halaman 97-108.
MENGGANTUNG SPEAKER BAGIAN I.
MENGGANTUNG SPEAKER SECARA TIDUR
MENGGANTUNG SPEAKER BAGIAN I.
Oleh : Emir F. Widya
Kurang Jelas Nih ..
Suatu kali seorang soundman gereja pada saat sedang bertugas didatangi seorang Bapak pada waktu acara kebaktian sedang berlangsung, dan Bapak tadi protes “Suaranya kurang jelas, apa tidak bisa ditambah trebelnya biar jelas…”. Ini ternyata komentar yang sering diajukan oleh jemaat di dalam gereja tersebut, soundman gereja tersebut menjadi bingung. Sebab dari meja sound system di mana ada mixer dia bertugas, ia malah mendengar suara tingginya sudah sangat kerasnya bukan main. Saat saya meninjau tempat ini, saya tanyakan kepada soundman gereja tersebut di mana Bapak yang sering komplain tadi duduk, dari hasil pengamatan saya ternyata beliau ada di posisi duduk pada tempat yang salah. Pada tempat yang salah? Mengapa ini bisa terjadi? Ternyata speaker yang seharusnya ditaruh secara normal berdiri ternyata ditaruh secara horizontal atau tidur, dan bahkan bukan itu saja karena speaker ini bukan jenis speaker yang dapat kita gantung, maka untuk menggantungnya mereka membuatkan kandang speaker supaya dapat digantung.
Saya sering kali bertanya-tanya, mengapa orang senekat ini melakukannya? Apakah meniru trend yang sedang ada saat ini? Trend line array? Kecil ramping disusun secara vertikal. Saya jadi ingat perdebatan yang seru di milis Audio Pro, dengan sebuah pertanyaan dapatkah line array di gantung atau dijajarkan secara berdiri atau horizontal. Sekarang banyak beredar line array mainan yang katanya bisa kita letakkan berdiri atau berjajar secara horizontal, memusingkan memang.
Betapa seringnya kita harus memutar otak untuk menyesuaikan posisi speaker yang akan kita gantung dengan interior ruangan. Seringkali pula kita menemui jalan buntu untuk menggantung speaker di bawah balkon atau di dalam ruangan dengan langit-langit yang rendah. Untuk mengatasinya tentu saja speaker tidak dapat kita gantung secara berdiri, karena akan menghalangi pandangan mata orang. Dengan sangat terpaksa speaker harus kita gantung secara horizontal atau tidur, sehingga tidak menutupi pandangan mata orang. Ada yang lebih sukar lagi, jika interior desainer tidak ingin melihat speaker dalam ruangan dan mengganggu interiornya… repot kalau sudah begini. Tidak semua speaker dapat diletakkan tidur, tetapi ada pula yang kita dapat bolak balik hingga 360° tanpa ada perubahan suara. Banyak yang harus kita pertimbangkan sebelum memasang speaker secara tidur, bagaimana sebarannya? Adakah perubahan suara pada saat kita tidurkan? Bagaimana memperkirakan sebaran speaker tersebut? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri kita sendiri sebelum kita memasangnya.
Sebaran Suara Tinggi Horizontal dan Vertikal
Sebelum kita menggantung speaker secara tidur, perlu kita ketahui bahwa setiap speaker, memiliki daya sebar yang berbeda antara vertikal dan horizontalnya. Apa yang membuat perbedaan kemampuan untuk speaker ini dapat menyebarkan suara? Jawabnya adalah suara tinggi, suara tinggi dapat dilemparkan cukup jauh maka ia membutuhkan energi yang terarah ke satu posisi. Bagaimana kita dapat mengarahkan energinya? Orang menciptakan corong untuk di depan komponen speaker yang menghasilkan suara tinggi, corong ini akan membuat suara tinggi menjadi terarah dan efektif hingga jarak tertentu ke satu posisi. Ingat saja corong Toa yang dipergunakan untuk mesjid ataupun untuk di pelataran parkir, kita dapat mendengar suara yang dihasilkannya dengan jelas hingga jarak ratusan meter. Yang harus kita ketahui adalah kejelasan pengucapan kata-kata justru ada pada suara tinggi. Itulah sebabnya banyak orang di dalam gereja tadi mendengar suara vokal yang jelas karena suara tinggi tidak terdengar dengan baik di area tersebut. Jadi belum tentu selalu kejelasan pengucapan kata-kata yang kurang jelas kita dengar dalam suatu ruangan diakibatkan karena pantulan di dalam ruangan atau akuistik ruangan yang buruk.
Sebaran suara tinggi akan menjadi efektif mengikuti derajat sudut sisi-sisi corong yang mengarahkan suara yang keluar dari komponen suara tinggi, semakin kecil derajat kemiringan sisi corong suara tinggi, suara tinggi akan semakin terarah ke satu area di depan speaker, dan mampu menembus jarak yang cukup jauh. Apa yang terutama harus kita perhatikan dari bentuk corong? Pada CD (constant directivity) horn dengan bentuknya yang kotak atau persegipanjang akan memiliki daya sebar yang berbeda antara tinggi corong dan lebarnya. Ini mengakibatkan kemampuan sebarannya menjadi berbeda antar sebaran vertikal dan horizontalnya. Sebagai contoh pada saat kita perhatikan spesifikasi corong speaker maka akan kita dapatkan angka-angka sudut corong, dari angka-angka derajat kemiringan tersebut dapat kita perkirakan kemampuan sebaran suara tinggi dari speaker tersebut. Pada umumnya ada derajat kemiringan yang ada adalah 90°x40°, 60°x40°, 120°x60°, ada juga yang 60°x60°, atau 80°x80° (angka yang paling depan menunjukkan sebaran horizontalnya dan angka berikutnya adalah sebaran vertikalnya).
Bagaimana hubungan sudut corong dengan kemampuan speaker melemparkan suara? Umumnya speaker yang mampu melempar suara cukup jauh akan memiliki derajat sudut corong yang sangat sempit sebagai contoh sudut horizontalnya 60° x sudut vertikalnya 40° atau bahkan lebih sempit lagi dari sudut ini. Sedangkan untuk speaker yang ditujukan untuk jarak dekat, akan memiliki derajat sudut corong yang lebar, misalnya 90° x 40°. Bagaimana pula dengan derajat sudut corong yang sama? Tentu saja Speaker ini memiliki kemampuan sebar yang sama antara vertikal dengan horizontalnya. Dan speaker jenis ini ditujukan untuk hanya mampu menyebarkan suaranya ke area yang sangat dekat saja.
Menjadi Sempit
Mengapa corong speaker apabila kita letakkan atau gantung atau kita letakkan secara tidur harus kita sesuaikan dengan posisi peletakan speaker? Ini disebabkan karena frekuensi tinggi hanya bisa untuk mencapai jarak yang cukup jauh apabila energinya terarah ke ke tempat yang kita inginkan, jika tidak terarah maka energi suara tinggi hanya dapat tersebar dalam jarak yang dekat saja. Agar sebaran suara speaker tetap seperti pada awalnya, kita harus menyesuaikan posisi corong dengan memutarnya sebanyak 90°. Corong speaker kita putar dengan maksud agar sebaran horizontalnya tetap menjadi sebaran horizontal pada saat kita menggantung atau menaruh speaker dalam posisi tidur. Jika kita biarkan corong pada posisi semula maka sudut sebaran horizontal akan menjadi sudut sebaran vertikal dan sebaliknya. Maka dari itu pada saat membeli speaker harap anda berhati-hati jika ingin membuatnya menjadi monitor atau untuk anda gantung secara tidur, perhatikan spesifikasi speaker tersebut apakah corong dapat kita putar atau tidak.
Suatu contoh menggantung secara tidur yang kurang baik adalah yang saya jumpai di GISI Kompol Maksum di Semarang, speaker yang mereka gantung adalah Audio Centron yang umurnya sudah 10 tahunan kurang lebih (sekarang sudah diperbaharui).
Speaker untuk berdiri di gantung tidur, horn menjadi tidak sesuai sebarannya.
Karena speaker ini bukan untuk digantuntg, maka untuk menggantungnya mereka membuatkan kandang untuk speaker ini dari rangka besi. Hanya saja yang tidak mereka pikirkan adalah speaker ini memiliki corong tidak dapat diputar 90° atau ¼ lingkaran. Apa akibatnya? Suara tinggi hanya terdengar di area tengah ruangan saja, dan di sisi kiri dan kanan kurang terdengar dengan baik, sedangkan dibagian tengah depan, jajaran bangku pertama hingga ke 3 tidak mendengar suara tinggi sama sekali.
Contoh lainnya adalah GKPB Fajar Pengharapan Satelit BTC di Bandung, di sana diangantung 4 buah speaker Behringer aktif secara tidur sebagai speaker delay.
Speaker dengan corong yang tidak dapat diputar
Posisi speaker tergantung 2 kiri dan 2 kanan, menjadi boros.
Karena box speaker ini terbuat dari plastic yang dicetak, dan corong suara tinggi speaker ini juga dicetak menjadi satu dengan boxnya. Karena digantung secara tidur, maka sebaran suara tingginya menjadi sangat sempit. Untuk menyiasatinya maka installer yang memasangnya menambahkan 2 buah speaker lagi di setiap sisi speaker pertama yang tergantung untuk menutupi kekurang lebaran penyebaran suara tinggi speaker ini. Agak boros memang, tetapi cukup efektif, mengapa saya katakan agak boros? Seharusnya speaker delay untuk ruangan ini cukup 2 buah saja jika corong speaker tersebut dapat kita putar.
Jadi berhati-hati sebelum menggantung atau menaruhnya secara tidur speaker sebaiknya kita teliti dulu beberapa permasalahan yang akan kita hadapi sebagai berikut :
1. Merencanakan ruangan dengan baik dan bekerja sama dengan arsitek, sehingga kita mengetahui di mana dan bagaimana kita dapat menggantung speaker.
2. Sebaiknya titik di mana kita akan menggantung speaker berada di titik pembagian lebar ruangan menjadi 3 bagian.
3. Bisa saja kita tempatkan di tengah ruangan asalkan yang kita gantung benar-benar speaker yang di desain untuk digantung tidur, dengan woofer di kiri dan kanan. Mengapa demikian di bagian berikutnya akan saya bahas.
4. Jika kita akan menggantung speaker yang didesain untuk dipasang berdiri, perhatikanlah apakah speaker tersebut bisa kita putar corongnya atau tidak untuk dapat kita gantung tidur.
Suara Kiri Dan Kanan Akan Berbeda
Ada masalah lain yang akan timbul pada saat kita menaruh speaker dengan posisi tidur, pada saat saya mencoba berjalan dari kiri ke arah kanan atau sebaliknya dari speaker yang saya gantung terbalik. Apa yang saya temukan akan menjadi sedikit kelemahan speaker yang didesain untuk berdiri tetapi kita taruh secara tidur, walaupun corongnya telah kita putar 90° atau ¼ lingkaran. Bagaimana hasil suara yang akan kita dengar? Apabila kita berjalan dari titik tengah speaker menjauhi corong ke arah woofer, suara tinggi akan terdengar cukup melebar. Akan tetapi sebaliknya jika kita berjalan dari titik tengah speaker menjauhi woofer ke arah yang terdapat corong maka sudut sebar suara tinggi sedikit tidak selebar ke seperti kita berjalan ke arah sisi yang terdapat woofernya. Ini fenomena yang menarik untuk kita perhatikan, rupanya woofer membantu mendorong frekuensi tinggi sehingga menjadi lebih melebar dan lebih jauh sedikit dibandingkan sisi yang tanpa woofer.
Untuk mengurangi gejala ini sebaiknya kita menggantung dua buah speaker di titik pembagian ruangan menjadi 3 bagian. Dengan bagian speaker yang memiliki corong selalu mengarah ke tengah ruangan. Ini ditujukan untuk membuat sebaran suara tinggi speaker menjadi merata ke seluruh bagian dan sudut ruangan.
Tentu saja pabrik speaker telah memahami gejala ini dan umumnya mereka membuat desain khusus untuk speaker yang akan kita gantung tidur. Corong akan diapit oleh 2 buah woofer sehingga sebaran suara ke kiri dan ke kanan speaker akan dihasilkan sama baiknya. Sebenarnya ini pula yang menjadi prinsip line array agar sebaran suara ke kiri dan ke kanan sama baik. Sebagai contoh speaker yang khusus di desain untuk langit-langit rendah dan digantung tidur adalah Turbosound TCS 40 atau TD Tai Chee TS, semua speaker ini di desain khusus untuk langit-langit yang rendah, seperti dibawah balkon misalnya atau ruangan dengan langit-langit dengan tinggi seperti ruko (3 hingga 4 meter) misalnya. Jika speaker dengan desain seperti ini kita gantung di ruangan yang cukup tinggi maka suara akan tersebar ke tempat-tempat yang tidak kita inginkan, seperti memantul ke dinding dan langit-langit ruangan. Ini disebabkan karena kemampuan speaker jenis ini untuk melemparkan suara hanya untuk jarak dekat dan melebar saja. Gejala ini dapat kita perkirakan dari desain corongnya yang umumnya memiliki derajat yang cukup lebar seperti 90°x40° atau ada pula yang hingga 120°x120°.
Tidak Perlu Kita Pusingkan Sebaran Suaranya
Jika permasalahan ini memusingkan bagi anda mungkin lebih baik kita menggunakan speaker yang tidak menggunakan corong saja. Contoh speaker yang tidak perlu kita perhatikan sudut sebaran suara tingginya jika kita ingin tidurkan adalah Tannoy, dengan ICT technologinya ia memiliki suara tinggi di bagian tengah conus woofernya. Ini mirip dengan speaker coaxial, hanya saja speaker coaxial ada juga yang memiliki corong. Pada kasus ini dapat kita terapkan pula pada speaker yang telah memiliki corong dengan sudut yang sama besar, seperti misalnya 120°x120°, 80°x80°, atau 60°x60°, sehingga kita tidak perlu memutar kembali corong speaker tersebut.
Kasus Pada Speaker Multi Fungsi
Saat ini di pasaran banyak sekali beredar speaker multi fungsi, dapat kita pergunakan sebagai speaker utama atau dapat pula kita perguankan sebagai monitor panggung. Boks-boks ini telah memiliki sisi miring yang jika speaker kita letakkan pada sisi miring tersebut speaker memiliki sudut yang tepat untuk dapat kita gunakan sebagai monitor panggung. Jika kita lupa mengubah letak corongnya maka sebaran speaker akan menjadi sangat sempit. Untuk pemain musik mungkin tidak terlalu mengganggu karena mereka tidak bergerak-gerak. Tetapi bagi seorang vokalis yang dinamis dan bergerak ke kiri dan ke kanan akan banyak mengganggu, atau mungkin juga untuk pemain musik yang mendengar monitor ini di posisi yang kurang menguntungkan.
Sebagai contoh JBL TR 125, seri JBL lama ini memperlihatkan fenomena ini, speaker ini memiliki sudut corong horizontal 90° x vertikal 40°. Apabila kita tidurkan dan kita ubah menjadi monitor panggung sudah suara tinggi speaker ini akan kurang luas terdengarnya. Jika kita bergerak ke arah kiri dan ke arah kanan dari bagian tengah speaker ini, kita akan mendengar sebaran suara tingginya menjadi sangat sempit. Sudut corongnya berubah menjadi horizontal 40° x vertikal 90°. Nah, yang suaranya menjadi tidak berbeda adalah apa bila kita berada di tengah sepaker dan kita mendengar dengan posisi jongkok dan berdiri. Saya rasa penyanyi yang dinamis akan bergerak ke kiri dan ke kanan, dan bukan jongkok dan berdiri... ha, ha, ha, kasian dia akalu harus jongkok dan berdiri saja. Sebagai akibatnya pada posisi tertentu dia tidak akan mendengar apa yang sedang ia nyanyikan karena suara tinggi berada di luar jangkauan telinganya, hanya suara bergumam saja yang ia dengar. Jangan kita sekali-kali membeli monitor panggung dengan corong yang di desain degnan bentuk persegi panjang yang tidak dapat kita putar pada saat kita jadikan monitor.
Jangan Salah Piilih
Saya sarankan agar kita tidak salah memilih jika kita ingin menggantung speaker secara tidur ataupun mengubahnya menjadi monitor. Perhatikanlah bentuk corong, apabila bentuknya persegi empat dengan ukuran panjang sisi-sisinya yang sama dan letak baut yang sama, kemungkinan besar speaker dengan bentuk ini dapat kita tidurkan dan dapat kita putar letak corongnya. Sekali lagi perhatikan juga apakah ada tempat untuk menempatkan eye bolt atau gantungan pada speaker, jangan berusaha untuk mengelas dan membuat rumah speaker tanpa bantuan orang yang mengerti betul apa yang harus ia perbuat.
Box Khusus :
Kiat-kiat membeli speaker untuk dapat kita digantung tidur atau menaruhnya secara tidur sebenarnya sangat sederhanya, kita hanya perlu memperhatikan bentuk corongnya, apabila corong suara tinggi berbentuk persegi panjang (Gambar 2.) maka speaker tidak dapat kita gantung tidur tentunya. Perhatikan kembali spesifikasi speaker sebelum kita membelinya, jangan melakukan hal yang kurang bijaksana dengan menggantung speaker yang bukan untuk digantung. Ini adalah pilihan yang keliru dan sangat membahayakan. Mengapa harus menggantung speaker yang bukan untuk digantung apabila dipasaran sekarang banyak sekali speaker yang memiliki fasilitas untuk digantung?
Bagaimana apabila speaker kita rasakan cocok untuk kita gantung tidur? Bagaimana cara memutar corongnya? Cara untuk memutarnya adalah sebagai berikut; beberapa jenis speaker harus kita buka terlebih dahulu gril atau plat besi berlubang-lubang penutup bagian depan speaker. Setelah itu lepaskanlah baut-baut corong, kemudian cukup kita putar 90° saja atau ¼ lingkaran agar corong tidak terbalik sudut sebaran suara tinggi horizontal dan vertikalnya. Untuk speaker seperti MCR M series, Tasso PS, Dan Nexo PS, berhati-hatilah karena baut-baut pengencang grill berada di bawah busa, jika busa terbelit baut dan kita teruskan busa dapat menjadi sobek. Untuk corong dengan sudut asimetris atau sudutnya tidak sama harus kita perhatikan pula mana bagian atas dan mana bagian bawahnya (contoh Nexo PS dan Audio Performance). Karena sebarannya sangat berbeda antara bagian atas dan bagian bawah corongnya.
MENGGANTUNG SPEAKER BAGIAN I.
Oleh : Emir F. Widya
Kurang Jelas Nih ..
Suatu kali seorang soundman gereja pada saat sedang bertugas didatangi seorang Bapak pada waktu acara kebaktian sedang berlangsung, dan Bapak tadi protes “Suaranya kurang jelas, apa tidak bisa ditambah trebelnya biar jelas…”. Ini ternyata komentar yang sering diajukan oleh jemaat di dalam gereja tersebut, soundman gereja tersebut menjadi bingung. Sebab dari meja sound system di mana ada mixer dia bertugas, ia malah mendengar suara tingginya sudah sangat kerasnya bukan main. Saat saya meninjau tempat ini, saya tanyakan kepada soundman gereja tersebut di mana Bapak yang sering komplain tadi duduk, dari hasil pengamatan saya ternyata beliau ada di posisi duduk pada tempat yang salah. Pada tempat yang salah? Mengapa ini bisa terjadi? Ternyata speaker yang seharusnya ditaruh secara normal berdiri ternyata ditaruh secara horizontal atau tidur, dan bahkan bukan itu saja karena speaker ini bukan jenis speaker yang dapat kita gantung, maka untuk menggantungnya mereka membuatkan kandang speaker supaya dapat digantung.
Saya sering kali bertanya-tanya, mengapa orang senekat ini melakukannya? Apakah meniru trend yang sedang ada saat ini? Trend line array? Kecil ramping disusun secara vertikal. Saya jadi ingat perdebatan yang seru di milis Audio Pro, dengan sebuah pertanyaan dapatkah line array di gantung atau dijajarkan secara berdiri atau horizontal. Sekarang banyak beredar line array mainan yang katanya bisa kita letakkan berdiri atau berjajar secara horizontal, memusingkan memang.
Betapa seringnya kita harus memutar otak untuk menyesuaikan posisi speaker yang akan kita gantung dengan interior ruangan. Seringkali pula kita menemui jalan buntu untuk menggantung speaker di bawah balkon atau di dalam ruangan dengan langit-langit yang rendah. Untuk mengatasinya tentu saja speaker tidak dapat kita gantung secara berdiri, karena akan menghalangi pandangan mata orang. Dengan sangat terpaksa speaker harus kita gantung secara horizontal atau tidur, sehingga tidak menutupi pandangan mata orang. Ada yang lebih sukar lagi, jika interior desainer tidak ingin melihat speaker dalam ruangan dan mengganggu interiornya… repot kalau sudah begini. Tidak semua speaker dapat diletakkan tidur, tetapi ada pula yang kita dapat bolak balik hingga 360° tanpa ada perubahan suara. Banyak yang harus kita pertimbangkan sebelum memasang speaker secara tidur, bagaimana sebarannya? Adakah perubahan suara pada saat kita tidurkan? Bagaimana memperkirakan sebaran speaker tersebut? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri kita sendiri sebelum kita memasangnya.
Sebaran Suara Tinggi Horizontal dan Vertikal
Sebelum kita menggantung speaker secara tidur, perlu kita ketahui bahwa setiap speaker, memiliki daya sebar yang berbeda antara vertikal dan horizontalnya. Apa yang membuat perbedaan kemampuan untuk speaker ini dapat menyebarkan suara? Jawabnya adalah suara tinggi, suara tinggi dapat dilemparkan cukup jauh maka ia membutuhkan energi yang terarah ke satu posisi. Bagaimana kita dapat mengarahkan energinya? Orang menciptakan corong untuk di depan komponen speaker yang menghasilkan suara tinggi, corong ini akan membuat suara tinggi menjadi terarah dan efektif hingga jarak tertentu ke satu posisi. Ingat saja corong Toa yang dipergunakan untuk mesjid ataupun untuk di pelataran parkir, kita dapat mendengar suara yang dihasilkannya dengan jelas hingga jarak ratusan meter. Yang harus kita ketahui adalah kejelasan pengucapan kata-kata justru ada pada suara tinggi. Itulah sebabnya banyak orang di dalam gereja tadi mendengar suara vokal yang jelas karena suara tinggi tidak terdengar dengan baik di area tersebut. Jadi belum tentu selalu kejelasan pengucapan kata-kata yang kurang jelas kita dengar dalam suatu ruangan diakibatkan karena pantulan di dalam ruangan atau akuistik ruangan yang buruk.
Sebaran suara tinggi akan menjadi efektif mengikuti derajat sudut sisi-sisi corong yang mengarahkan suara yang keluar dari komponen suara tinggi, semakin kecil derajat kemiringan sisi corong suara tinggi, suara tinggi akan semakin terarah ke satu area di depan speaker, dan mampu menembus jarak yang cukup jauh. Apa yang terutama harus kita perhatikan dari bentuk corong? Pada CD (constant directivity) horn dengan bentuknya yang kotak atau persegipanjang akan memiliki daya sebar yang berbeda antara tinggi corong dan lebarnya. Ini mengakibatkan kemampuan sebarannya menjadi berbeda antar sebaran vertikal dan horizontalnya. Sebagai contoh pada saat kita perhatikan spesifikasi corong speaker maka akan kita dapatkan angka-angka sudut corong, dari angka-angka derajat kemiringan tersebut dapat kita perkirakan kemampuan sebaran suara tinggi dari speaker tersebut. Pada umumnya ada derajat kemiringan yang ada adalah 90°x40°, 60°x40°, 120°x60°, ada juga yang 60°x60°, atau 80°x80° (angka yang paling depan menunjukkan sebaran horizontalnya dan angka berikutnya adalah sebaran vertikalnya).
Bagaimana hubungan sudut corong dengan kemampuan speaker melemparkan suara? Umumnya speaker yang mampu melempar suara cukup jauh akan memiliki derajat sudut corong yang sangat sempit sebagai contoh sudut horizontalnya 60° x sudut vertikalnya 40° atau bahkan lebih sempit lagi dari sudut ini. Sedangkan untuk speaker yang ditujukan untuk jarak dekat, akan memiliki derajat sudut corong yang lebar, misalnya 90° x 40°. Bagaimana pula dengan derajat sudut corong yang sama? Tentu saja Speaker ini memiliki kemampuan sebar yang sama antara vertikal dengan horizontalnya. Dan speaker jenis ini ditujukan untuk hanya mampu menyebarkan suaranya ke area yang sangat dekat saja.
Menjadi Sempit
Mengapa corong speaker apabila kita letakkan atau gantung atau kita letakkan secara tidur harus kita sesuaikan dengan posisi peletakan speaker? Ini disebabkan karena frekuensi tinggi hanya bisa untuk mencapai jarak yang cukup jauh apabila energinya terarah ke ke tempat yang kita inginkan, jika tidak terarah maka energi suara tinggi hanya dapat tersebar dalam jarak yang dekat saja. Agar sebaran suara speaker tetap seperti pada awalnya, kita harus menyesuaikan posisi corong dengan memutarnya sebanyak 90°. Corong speaker kita putar dengan maksud agar sebaran horizontalnya tetap menjadi sebaran horizontal pada saat kita menggantung atau menaruh speaker dalam posisi tidur. Jika kita biarkan corong pada posisi semula maka sudut sebaran horizontal akan menjadi sudut sebaran vertikal dan sebaliknya. Maka dari itu pada saat membeli speaker harap anda berhati-hati jika ingin membuatnya menjadi monitor atau untuk anda gantung secara tidur, perhatikan spesifikasi speaker tersebut apakah corong dapat kita putar atau tidak.
Suatu contoh menggantung secara tidur yang kurang baik adalah yang saya jumpai di GISI Kompol Maksum di Semarang, speaker yang mereka gantung adalah Audio Centron yang umurnya sudah 10 tahunan kurang lebih (sekarang sudah diperbaharui).
Speaker untuk berdiri di gantung tidur, horn menjadi tidak sesuai sebarannya.
Karena speaker ini bukan untuk digantuntg, maka untuk menggantungnya mereka membuatkan kandang untuk speaker ini dari rangka besi. Hanya saja yang tidak mereka pikirkan adalah speaker ini memiliki corong tidak dapat diputar 90° atau ¼ lingkaran. Apa akibatnya? Suara tinggi hanya terdengar di area tengah ruangan saja, dan di sisi kiri dan kanan kurang terdengar dengan baik, sedangkan dibagian tengah depan, jajaran bangku pertama hingga ke 3 tidak mendengar suara tinggi sama sekali.
Contoh lainnya adalah GKPB Fajar Pengharapan Satelit BTC di Bandung, di sana diangantung 4 buah speaker Behringer aktif secara tidur sebagai speaker delay.
Speaker dengan corong yang tidak dapat diputar
Posisi speaker tergantung 2 kiri dan 2 kanan, menjadi boros.
Karena box speaker ini terbuat dari plastic yang dicetak, dan corong suara tinggi speaker ini juga dicetak menjadi satu dengan boxnya. Karena digantung secara tidur, maka sebaran suara tingginya menjadi sangat sempit. Untuk menyiasatinya maka installer yang memasangnya menambahkan 2 buah speaker lagi di setiap sisi speaker pertama yang tergantung untuk menutupi kekurang lebaran penyebaran suara tinggi speaker ini. Agak boros memang, tetapi cukup efektif, mengapa saya katakan agak boros? Seharusnya speaker delay untuk ruangan ini cukup 2 buah saja jika corong speaker tersebut dapat kita putar.
Jadi berhati-hati sebelum menggantung atau menaruhnya secara tidur speaker sebaiknya kita teliti dulu beberapa permasalahan yang akan kita hadapi sebagai berikut :
1. Merencanakan ruangan dengan baik dan bekerja sama dengan arsitek, sehingga kita mengetahui di mana dan bagaimana kita dapat menggantung speaker.
2. Sebaiknya titik di mana kita akan menggantung speaker berada di titik pembagian lebar ruangan menjadi 3 bagian.
3. Bisa saja kita tempatkan di tengah ruangan asalkan yang kita gantung benar-benar speaker yang di desain untuk digantung tidur, dengan woofer di kiri dan kanan. Mengapa demikian di bagian berikutnya akan saya bahas.
4. Jika kita akan menggantung speaker yang didesain untuk dipasang berdiri, perhatikanlah apakah speaker tersebut bisa kita putar corongnya atau tidak untuk dapat kita gantung tidur.
Suara Kiri Dan Kanan Akan Berbeda
Ada masalah lain yang akan timbul pada saat kita menaruh speaker dengan posisi tidur, pada saat saya mencoba berjalan dari kiri ke arah kanan atau sebaliknya dari speaker yang saya gantung terbalik. Apa yang saya temukan akan menjadi sedikit kelemahan speaker yang didesain untuk berdiri tetapi kita taruh secara tidur, walaupun corongnya telah kita putar 90° atau ¼ lingkaran. Bagaimana hasil suara yang akan kita dengar? Apabila kita berjalan dari titik tengah speaker menjauhi corong ke arah woofer, suara tinggi akan terdengar cukup melebar. Akan tetapi sebaliknya jika kita berjalan dari titik tengah speaker menjauhi woofer ke arah yang terdapat corong maka sudut sebar suara tinggi sedikit tidak selebar ke seperti kita berjalan ke arah sisi yang terdapat woofernya. Ini fenomena yang menarik untuk kita perhatikan, rupanya woofer membantu mendorong frekuensi tinggi sehingga menjadi lebih melebar dan lebih jauh sedikit dibandingkan sisi yang tanpa woofer.
Untuk mengurangi gejala ini sebaiknya kita menggantung dua buah speaker di titik pembagian ruangan menjadi 3 bagian. Dengan bagian speaker yang memiliki corong selalu mengarah ke tengah ruangan. Ini ditujukan untuk membuat sebaran suara tinggi speaker menjadi merata ke seluruh bagian dan sudut ruangan.
Tentu saja pabrik speaker telah memahami gejala ini dan umumnya mereka membuat desain khusus untuk speaker yang akan kita gantung tidur. Corong akan diapit oleh 2 buah woofer sehingga sebaran suara ke kiri dan ke kanan speaker akan dihasilkan sama baiknya. Sebenarnya ini pula yang menjadi prinsip line array agar sebaran suara ke kiri dan ke kanan sama baik. Sebagai contoh speaker yang khusus di desain untuk langit-langit rendah dan digantung tidur adalah Turbosound TCS 40 atau TD Tai Chee TS, semua speaker ini di desain khusus untuk langit-langit yang rendah, seperti dibawah balkon misalnya atau ruangan dengan langit-langit dengan tinggi seperti ruko (3 hingga 4 meter) misalnya. Jika speaker dengan desain seperti ini kita gantung di ruangan yang cukup tinggi maka suara akan tersebar ke tempat-tempat yang tidak kita inginkan, seperti memantul ke dinding dan langit-langit ruangan. Ini disebabkan karena kemampuan speaker jenis ini untuk melemparkan suara hanya untuk jarak dekat dan melebar saja. Gejala ini dapat kita perkirakan dari desain corongnya yang umumnya memiliki derajat yang cukup lebar seperti 90°x40° atau ada pula yang hingga 120°x120°.
Tidak Perlu Kita Pusingkan Sebaran Suaranya
Jika permasalahan ini memusingkan bagi anda mungkin lebih baik kita menggunakan speaker yang tidak menggunakan corong saja. Contoh speaker yang tidak perlu kita perhatikan sudut sebaran suara tingginya jika kita ingin tidurkan adalah Tannoy, dengan ICT technologinya ia memiliki suara tinggi di bagian tengah conus woofernya. Ini mirip dengan speaker coaxial, hanya saja speaker coaxial ada juga yang memiliki corong. Pada kasus ini dapat kita terapkan pula pada speaker yang telah memiliki corong dengan sudut yang sama besar, seperti misalnya 120°x120°, 80°x80°, atau 60°x60°, sehingga kita tidak perlu memutar kembali corong speaker tersebut.
Kasus Pada Speaker Multi Fungsi
Saat ini di pasaran banyak sekali beredar speaker multi fungsi, dapat kita pergunakan sebagai speaker utama atau dapat pula kita perguankan sebagai monitor panggung. Boks-boks ini telah memiliki sisi miring yang jika speaker kita letakkan pada sisi miring tersebut speaker memiliki sudut yang tepat untuk dapat kita gunakan sebagai monitor panggung. Jika kita lupa mengubah letak corongnya maka sebaran speaker akan menjadi sangat sempit. Untuk pemain musik mungkin tidak terlalu mengganggu karena mereka tidak bergerak-gerak. Tetapi bagi seorang vokalis yang dinamis dan bergerak ke kiri dan ke kanan akan banyak mengganggu, atau mungkin juga untuk pemain musik yang mendengar monitor ini di posisi yang kurang menguntungkan.
Sebagai contoh JBL TR 125, seri JBL lama ini memperlihatkan fenomena ini, speaker ini memiliki sudut corong horizontal 90° x vertikal 40°. Apabila kita tidurkan dan kita ubah menjadi monitor panggung sudah suara tinggi speaker ini akan kurang luas terdengarnya. Jika kita bergerak ke arah kiri dan ke arah kanan dari bagian tengah speaker ini, kita akan mendengar sebaran suara tingginya menjadi sangat sempit. Sudut corongnya berubah menjadi horizontal 40° x vertikal 90°. Nah, yang suaranya menjadi tidak berbeda adalah apa bila kita berada di tengah sepaker dan kita mendengar dengan posisi jongkok dan berdiri. Saya rasa penyanyi yang dinamis akan bergerak ke kiri dan ke kanan, dan bukan jongkok dan berdiri... ha, ha, ha, kasian dia akalu harus jongkok dan berdiri saja. Sebagai akibatnya pada posisi tertentu dia tidak akan mendengar apa yang sedang ia nyanyikan karena suara tinggi berada di luar jangkauan telinganya, hanya suara bergumam saja yang ia dengar. Jangan kita sekali-kali membeli monitor panggung dengan corong yang di desain degnan bentuk persegi panjang yang tidak dapat kita putar pada saat kita jadikan monitor.
Jangan Salah Piilih
Saya sarankan agar kita tidak salah memilih jika kita ingin menggantung speaker secara tidur ataupun mengubahnya menjadi monitor. Perhatikanlah bentuk corong, apabila bentuknya persegi empat dengan ukuran panjang sisi-sisinya yang sama dan letak baut yang sama, kemungkinan besar speaker dengan bentuk ini dapat kita tidurkan dan dapat kita putar letak corongnya. Sekali lagi perhatikan juga apakah ada tempat untuk menempatkan eye bolt atau gantungan pada speaker, jangan berusaha untuk mengelas dan membuat rumah speaker tanpa bantuan orang yang mengerti betul apa yang harus ia perbuat.
Box Khusus :
Kiat-kiat membeli speaker untuk dapat kita digantung tidur atau menaruhnya secara tidur sebenarnya sangat sederhanya, kita hanya perlu memperhatikan bentuk corongnya, apabila corong suara tinggi berbentuk persegi panjang (Gambar 2.) maka speaker tidak dapat kita gantung tidur tentunya. Perhatikan kembali spesifikasi speaker sebelum kita membelinya, jangan melakukan hal yang kurang bijaksana dengan menggantung speaker yang bukan untuk digantung. Ini adalah pilihan yang keliru dan sangat membahayakan. Mengapa harus menggantung speaker yang bukan untuk digantung apabila dipasaran sekarang banyak sekali speaker yang memiliki fasilitas untuk digantung?
Bagaimana apabila speaker kita rasakan cocok untuk kita gantung tidur? Bagaimana cara memutar corongnya? Cara untuk memutarnya adalah sebagai berikut; beberapa jenis speaker harus kita buka terlebih dahulu gril atau plat besi berlubang-lubang penutup bagian depan speaker. Setelah itu lepaskanlah baut-baut corong, kemudian cukup kita putar 90° saja atau ¼ lingkaran agar corong tidak terbalik sudut sebaran suara tinggi horizontal dan vertikalnya. Untuk speaker seperti MCR M series, Tasso PS, Dan Nexo PS, berhati-hatilah karena baut-baut pengencang grill berada di bawah busa, jika busa terbelit baut dan kita teruskan busa dapat menjadi sobek. Untuk corong dengan sudut asimetris atau sudutnya tidak sama harus kita perhatikan pula mana bagian atas dan mana bagian bawahnya (contoh Nexo PS dan Audio Performance). Karena sebarannya sangat berbeda antara bagian atas dan bagian bawah corongnya.
Perjalanan Seputar Singapura Bagian I
ADA-ADA SAJA ORANG SINGAPURA
Perjalanan Seputar Singapura Bagian I.
Oleh : Emir F. Widya
Tahun lalu adalah tahun yang melelahkan bagi saya, pada awal tahun lalu saya tergerak untuk berangka ke Aceh sebagai relawan di sana. Saya akhirnya berangkat ke Banda Aceh, saya diperbantukan menterjemahkan untuk team konseling trainer dari North West Medical Amerika. Pada suatu kesempatan di Banda Aceh saya bertemu dengan Komandan Komunikasi Angkatan Darat, iseng-iseng saya tanyakan kepada beliau, apakah beliau menggunakan speaker Wharfedale LIX-C series, dbx Driverack PA, dan mixer Mackie. Beliau menjawab ya, dengan rasa keheranan beliau balik bertanya kepada saya, bagaimana saya dapat mengetahuinya dengan tepat? Saya hanya tertawa dan menjawabnya “Saya ini yang menjadi yang merangkainya, mengetesnya, dan membantu pengirimannya ke gudang TNIAD di Cilandak”. Saya berkesempatan pula untuk melihat alat-alat sound sistem tersebut, beberapa alat ada dalam kondisi mengenaskan karena terjangan Tsunami. Dan bahkan 1 set peralalatan tersebut terbawa arus Tsunami karena pada hari terjadinya bencana, karena sedang mempergunakannya untuk pelepasan tentara yang akan pulang ke Jawa di Krueng Raya.
Diundang Mengikuti Pastor Course
Pengalaman saya di Serambi Mekah selama 1 bulan memang membawa kenangan tersendiri bagi saya, gulai kambing, mie Aceh, dan kopi Ule Kareng.. Hmm nikmatnya, wah saya jadi ingin kembali ke sana lagi. Seminggu sebelum waktunya saya harus kembali ke Bandung, saya memperoleh pemberitahuan bahwa saya mendapatkan beasiswa untuk mengikuti Pastor Course di City Harvest Church Singapura. Saya terkejut bukan main, karena ini berarti saya tidak bisa pulang ke Bandung dan saya harus berangkat langsung dari Banda Aceh ke Singapura, karena harus memulai perkuliahan di Singapura. Pikir saya, “Waduh saya tidak bawa pakaian yang bisa dipakai untuk kuliah..”, terpaksa waktu itu saya menggunakan pakaian seadanya yang terbawa oleh saya. Ternyata kuliah ini cukup melelahkan, karena saya harus 8 kali bolak-balik Singapura dan Jakarta dalam waktu 8 bulan.
Ide Yang Baik
Selama hampir satu tahun saya berkesempatan berkeliling Singapura dan memperhatikan bagaimana mereka memasang dan memperlakukan peralatan sound sistem mereka. Banyak ide-ide baru yang saya temukan dan saya juga berkesempatan memperhatikan situasi pasar peralatan sound sistem di Singapura. Hanya saja karena jadwal kuliah yang cukup padat dan melelahkan saya tidak sempat meninjau kebanyak tempat yang saya ingin kunjungi. Yang paling ingin saya dengar adalah suara sound sistem Esplanade, yaitu theather yang menjadi kebangaan Singapura. Kalau tidak salah speaker d&b mereka telah diganti dengan Meyer Sound, saya ingin mendengar hasil suaranya, sayang saya tidak sempat pergi ke sana. Beberapa gereja besar yang saya ingin lihat juga belum kesampaian saya kunjungi.
Ada beberapa ide-ide yang baik yang bisa kita ambil dari mereka, dan bagi kita saya melihat banyak sekali manfaatnya jika kita dapat ikuti. Sound sistem yang dimiliki City Harvest Church tempat saya berkuliah, juga sangat menarik untuk bersama-sama kita dapat pelajari, saya akan tuangkan tulisan mengenai gereja ini di kesempatan lain.
Wireless receiver di atas speaker aktif, pengganti kabel.
Sebuah Acara di Plaza Singapura
Sekilas saya melihat alat sound sistem yang sedang digunakan untuk sebuah acara di Plaza Singapura tidak begitu menarik perhatian saya. Tetapi pada saat saya akan makan di food court yang terletak di lantai 3, sesuatu yang menarik mata saya.. kok ada sebuah speaker aktif yang mereka pasang di lantai 2. Dan ada sebuah benda di atasnya, setelah saya perhatikan benar ternyata benda itu adalah wireless receiver, “Kok di atas speaker ada wireless receiver ya?” saya berfikir mengapa juga mereka menaruhnya di sana (Gambar 1.). Setelah saya teliti lebih jauh ternyata mereka menghubungkan kabel output receiver tersebut ke speaker aktif di bawahnya, “Wah ide boleh juga nih... ngirit kabel rupanya”.
Ini ide yang cemerlang, karena dengan speaker utama mereka yang jumlahnya hanya sepasang akan sulit untuk meratakan suara ke seluruh bagian mall. Dengan menggunakan wireless line level, kita dapat mengirim sinyal dengan radius yang lumayan jauh, dan personel rental sound sistem mereka tidak usah sulit-sulit memikirkan tarikan kabel yang cukup jauh. Belum lagi kalau pihak mall meminta kabel diisolasi dengan menggunakan isolasi untuk menjilid buku (duct tape) dengan alasan agar tidak ada pengunjung mall yang tersandung. Saya jamin personel rental kita pasti ngomel-ngomel karena mereka harus membersihkan kabel yang menjadi lengket karena lem isolasi yang melekat pada kabel, dan kabel menjadi kotor karena bekas lem akan mengikat kotoran.
Rekan Steve Suryanto pemilik Diamond rental di Semarang pernah memasang untuk sebuah acara di Mall Ciputra Semarang. Karena penonton peminat acara yang datang cukup banyak, mereka naik hingga lantai 2, 3, dan 4, tentu saja karena speaker utama di pasang di depan panggung, penonton yang sudah terlalu jauh berada di lantai atas tentu tidak dapat mendengarnya. Banyak juga penonton yang meminta agar volume suara dapat diperkeras lagi, tetapi tidak mungkin karena toko-toko disekitar komplain rak mereka bergetar. Sayang pada waktu itu saya belum pernah melihat orang melakukan distribusi dengan wireless jadi saya tidak memberikan solusi ini kepada rekan Steve. Mungkin ini salah solusi terbaik untuk rental di mall-mall agar suara mereka terdistribusi rata dengan baik dengan hanya 4 speaker saja. Kita bisa memasang speaker aktif di beberapa tempat, dan mengirim sinyal dengan menggunakan wireless line level.
Boleh juga idenya, suara dari wireless line levelnya tidak ada masalah kalau di Singapura karena pemakaian gelombang radio memang tertib di sana. Di negara kita mungkin tidak menjadi masalah juga untuk di kota besar, bagaimana dengan di daerah? Waduh enggak janji deh, bisa-bisa ada yang lagi pacaran dengan menggunakan radio komunikasi masuk. He,he,he... amannya jika ingin meniru mereka pergunakan wireless yang dapat kita geser frekuensinya, jadi jika frekuensi wireless line level kita kena gangguan dapat kita geser ke frekuensi lain. Mereka pada saat itu juga mempergunakan antena tambahan, agar kemampuan wireles lebih baik daya jangkaunya, disamping itu dapat dipergunakan untuk beberapa wiless transmitter pada antena tersebut (Gambar 3.).
Tetapi ada juga ide mereka yang tidak baik yang saya temukan, mungkin di foto kurang terlihat jelas terlihat, yaitu mereka menempelkan merek JBL pada speaker ini (Gambar 2). Menempelkan, ya benar mereka tempelkan, “Whuaduh kok saya enggak pernah liat JBL membuat speaker kaya gini ya..?”. Coba perhatikan mirip speaker merek apa ya di Indonesia? Mohon ide buruk ini tolong jangan ditiru rekan-rekan pengusaha rental ya. Melihat rangkaian sistem mereka biasa saja, tidak ada yang istimewa, hanya suara yang dihasilkan cukup jelas dan terdengar baik. Padahal kalau saya perhatikan mereka hanya membawa 4 speaker utama saja, jika dibandingkan luas dari Plaza Singapura yang harus mereka penuhi dengan suara sangat tidak sebanding. Tetapi terlihat di sini mereka menafaatkan teknologi dengan baik.
Speakernya Funan IT Center
Dilihat sepintas lalu mirip dengan Nexo PS, dari jauh saya pikir boros juga mereka menggunakan Nexo PS untuk PA sistem mereka. Eh ternyata setelah saya dekati mereknya Delta (Gambar 5.), importir merek ini masih rekan saya di Singapura. Saya tertawa kecil “..ternyata sampai ke sini juga speaker yang dia import dari Cina”. Saya tertarik dengan bagaimana mereka memasangnya, perhatikan mereka tidak menggunakan baut untuk membaut speaker, tetapi menggunakan eye bolt (Gambar 6.). Orang Sinapura rupanya senang menggunakan besi kotak untuk bracket mereka, kalau di negara kita, saya lebih sering melihat orang menggunakan besi berbentuk pipa untuk bracket mereka. Karena alasan keamanan mereka masih menambahkan rantai di bagian belakang speaker supaya jika speaker jatuh tidak langsung menimpa kepala orang di bawahnya.
Inilah fenomena pasar yang juga sudah mulai terjadi di Singapura, orang berduyun-duyun menggunakan merek-merek produksi Cina. Di Orchard Road, setiap kali ada acara berlangsung, sampai beberapa tahun lalu hampir selalu saya melihat Nexo PS, Bose, atau JBL dipergunakan oleh rental-rental kecil. Tetapi sekarang hampir semua rental kecil menggunakan merek-merek produksi Cina, model speaker yang mereka gemari adalah speaker dengan model speaker yang mirip dengan Nexo PS. Rupanya para penyewa sudah tidak perduli lagi dengan merek, pada akhirnya mungkin mereka menyadari hukum ini; tidak perduli apakah itu merek terkenal atau merek tidak terkenal, yang penting suara yang dihasilkan baik. Ini tentu saja tergantung dari siapa yang memasangnya dan bagaimana crew rental memasangnya untuk mereka.
Menggantung Speaker Di Mall
Konfrensi IOC di Rafles City
Beberapa hari sebelumnya saya mendengar bahwa Rafles City diperketat keamanannya karena sedang dilangsungkannya Konfrensi IOC (International Olympic Comitee). Saya lupa pemberitahuan ini karena saya ingin membeli sesuatu di sana, saat saya akan masuk ternyata mereka mendata semua orang yang masuk dan meminta indentitas diri. Untung saja pasport saya bawa, mereka meminta ijin pula untuk memeriksa tas saya dan membuktikan kamera saya bekerja.. wah repot juga nih. Untung saja kesulitan pada saat memasuki ruangan membuahkan hasil, kali ini mata saya tidak salah, saya melihat Nexo PS (Gambar 7.) yang digantung dengan gantungan khusus. Wah ini ide baru, segera saja saya mencuri-curi mengambil fotonya sebelum ditegur petugas keamanan.
Kelihatnnya persiapan mereka cukup baik mengingat ini adalah acara internasional yang dihadiri oleh banyak bangsa. Kadang saya merasa malu jika melihat persiapan acara internasional di negara kita yang sering kurang persiapan. Perhatikan bagaimana mereka mengatasi 2 masalah klasik sekaligus; membagi rata suara keseluruh bagian ruangan di depan panggung, dan bekerja dengan jumlah personel yang sedikit. Masalah pertama mereka atasi dengan menggantung speaker, perhatikan gantungan yang mereka pakai adalah gantungan untuk menggantung lampu par yang mereka modifikasi. Dengan menggantungnya demikian suara akan terbagi rata ke seluruh ruangan pameran. Pada penopang gantungan dapat kita lihat sebuah roda untuk menggulung kawat yang dapat mengangkat gantungan. Ini juga menjawab pertanyaan mengapa harus ada 2 buah speaker di setiap gantungan, ini alasan agar supaya gantungan seimbang dan stand speaker terjaga keseimbangannya. Hmm.. untung waktu guru mengajar fisika di SMP mereka tidak ikut tidur siang ya..?
Masalah kedua otomatis selesai, lho kok bisa? Crew sound sistem yang jumlahnya hanya 3 orang akan dapat memasang setup ini hanya dalam waktu 4 jam. Instaslasi yang sangat sederhana tetapi bayangkan saja instalasi tersebut sesuai dengan standard acara kenegaraan. Bagaimana dengan kita di Indonesia? Kalau speaker tidak menumpuk menggunung di depan panggung barang kali belum terasa ya. Kok saya tahu 3 orang? Soalnya waktu saya memotret mereka sedang makan disamping mixer dan ngomel-ngomel melihat saya akan memotret mereka.
Sound Sistem Takashimaya
Setiap kali kalau melihat tempat ini selalu teringat masa kecil saya, setiap ada acara besar di Bandung kita menyewa Aru Sound yang menggunakan Turbosound TMS 3 pada waktu itu (Gambar 11 dan 12). Benda yang sama terpasang di tempat ruang pamer Takashimaya di jantung Orchard Road. Speaker ini mengapit 4 buah TV cube, kalau saya perhatikan dari belakang speaker ini dipasang secara bi-amp dan menggunakan kabel Canare 4S8. Sayangnya saya tidak memotret tampak depan instalasi ini.
Instalasi ini umurnya hampir 14 tahun tetapi masih bersuara dengan baik, konon menurut salah satu rekan distributor ampli yang digunakan untuk mendorong speaker ini adalah Peavey CS 800 saja! Wah percaya tidak percaya saya belum pernah melihat ruang operatornya yang terletak persis dibawah speaker. Tetapi untuk saya suaranya tidak bermasalah sama sekali, cukup enak di dengar, memang Turbosound sangat jago memperhitungkan segala sesuatunya, sejak kecil saya selalu senang mendengar suara speaker ini, dan tanpa banyak penyetelan yang harus kita lakukan speaker ini sudah bersuara baik.
Underpass Rafles City – Suntec City
Ternyata di bawah tanah pun di Singapura masih juga ada alat sound sistem yang cukup besar yang dapat digunakan untuk acara tertentu. Kali ini sperti dalam Gambar 13. dan Gambar 14. sistem ini terpasang di bawah tanah di terowongan yang menghubungkan Rafles City dan Suntec City, ini seingat saya adalah Tannoy i12, mereka memasangnya sejumlah 2 buah. Perhatikan kembali bracket speaker ini, kembali mereka menggunakan besi kotak. Melihat kabel yang keluar dari belakang sejumlah 2 buah, berarti mereka mempararel kedua speaker ini, saya mengetahui ini karena Tannoy i12 adalah speaker full range dengan frekuensi tinggi berada di bagian tengah speaker, suara speaker ini juga saya sangat sukai. Berbeda dengan speaker yang menggunakan corong, speaker ini mempunyai suara tinggi yang halus.
Sound Sistem Cathay Leisure Centre
Yang satu ini adalah tempat anak-anak muda Singapura berkumpul di Orchard Road, di tempat ini terdapat bioskop Cathay yang memiliki 9 ruang bioskop. Sound dan proyektor mereka menggunakan sistem digital. Di lantai dasar mereka memasang sound sistem untuk acara mereka yang menggunakan tempat tersebut untuk berpromosi. Mereka memasang 4 buah Bose 502 (orang menyebut Bose tipe ini dengan nama Bose Pisang, karena bentuknya yang mirip dengan pisang). Bose ini tergantung ke sebuah pipa menggunakan bracket speaker asli buatan Bose, mereka mempararel 2 buah speaker. Tidak ada yang istimewa dari sistem ini hanya saja selama saya di Singapura saya belum mendengar sistem ini dibunyikan.
Speaker JBL Control di Bugis Juction
Bugis Junction
Saya kalau mampir ke sini selalu senang menikmati kesegaran air mancur yang dapat melompat-lompat dan menari-nari. Sound system tempat ini juga adalah sesuatu yang manarik untuk kita perhatikan, umur instalasinya hampir berumur 10 tahun. Kerapihan instalsi tempat ini merupakan inspirasi tersendiri untuk saya, sering saya merenungkan ide-ide baru di tempat ini sewaktu saya sedang suntuk di Singapura. Speaker yang mereka pergunakan adalah JBL Control 5 (Gambar 18.), speaker ini sudah lama tidak diproduksi lagi dan di gantikan seri Control yang baru. Kalau saya perhatikan bracket yang mereka pergunakan adalah buatan Omnimount Amerika. Perhatikan kerapihan mereka memasang dan simetrisnya instalsi mereka, memberikan inspirasi untuk kita.
Meniru Boleh Saja..
Menurut saya sah-sah saja kita meniru orang lain, tetapi kita harus meniru apa yang baik dan tentu saja tidak membahayakan orang lain maupun orang yang bekerja bersama kita. Sayangnya banyak dari antara kita yang hanya senang meniru menggunakan merek terkenal, seperti yang orang lain pergunakan, padahal masih banyak merek lain dengan harga murah dengan kualitas yang sama. Masalahnya mereka tidak menyadari apa yang orang Singapura sadari, yaitu tanpa pengalaman dan dasar-dasar audio yang baik akan sia-sia saja apa yang kita tiru dan kita contoh dari orang lain. Saya Ingatkan ini karena industri sound yang sedang berkembang dengan pesatnya banyak menghasilkan sound engineer karbitan. Dan mereka hanya bisa meniru apa yang orang lain perbuat tanpa mengerti apa yang terjadi.
Perjalanan Seputar Singapura Bagian I.
Oleh : Emir F. Widya
Tahun lalu adalah tahun yang melelahkan bagi saya, pada awal tahun lalu saya tergerak untuk berangka ke Aceh sebagai relawan di sana. Saya akhirnya berangkat ke Banda Aceh, saya diperbantukan menterjemahkan untuk team konseling trainer dari North West Medical Amerika. Pada suatu kesempatan di Banda Aceh saya bertemu dengan Komandan Komunikasi Angkatan Darat, iseng-iseng saya tanyakan kepada beliau, apakah beliau menggunakan speaker Wharfedale LIX-C series, dbx Driverack PA, dan mixer Mackie. Beliau menjawab ya, dengan rasa keheranan beliau balik bertanya kepada saya, bagaimana saya dapat mengetahuinya dengan tepat? Saya hanya tertawa dan menjawabnya “Saya ini yang menjadi yang merangkainya, mengetesnya, dan membantu pengirimannya ke gudang TNIAD di Cilandak”. Saya berkesempatan pula untuk melihat alat-alat sound sistem tersebut, beberapa alat ada dalam kondisi mengenaskan karena terjangan Tsunami. Dan bahkan 1 set peralalatan tersebut terbawa arus Tsunami karena pada hari terjadinya bencana, karena sedang mempergunakannya untuk pelepasan tentara yang akan pulang ke Jawa di Krueng Raya.
Diundang Mengikuti Pastor Course
Pengalaman saya di Serambi Mekah selama 1 bulan memang membawa kenangan tersendiri bagi saya, gulai kambing, mie Aceh, dan kopi Ule Kareng.. Hmm nikmatnya, wah saya jadi ingin kembali ke sana lagi. Seminggu sebelum waktunya saya harus kembali ke Bandung, saya memperoleh pemberitahuan bahwa saya mendapatkan beasiswa untuk mengikuti Pastor Course di City Harvest Church Singapura. Saya terkejut bukan main, karena ini berarti saya tidak bisa pulang ke Bandung dan saya harus berangkat langsung dari Banda Aceh ke Singapura, karena harus memulai perkuliahan di Singapura. Pikir saya, “Waduh saya tidak bawa pakaian yang bisa dipakai untuk kuliah..”, terpaksa waktu itu saya menggunakan pakaian seadanya yang terbawa oleh saya. Ternyata kuliah ini cukup melelahkan, karena saya harus 8 kali bolak-balik Singapura dan Jakarta dalam waktu 8 bulan.
Ide Yang Baik
Selama hampir satu tahun saya berkesempatan berkeliling Singapura dan memperhatikan bagaimana mereka memasang dan memperlakukan peralatan sound sistem mereka. Banyak ide-ide baru yang saya temukan dan saya juga berkesempatan memperhatikan situasi pasar peralatan sound sistem di Singapura. Hanya saja karena jadwal kuliah yang cukup padat dan melelahkan saya tidak sempat meninjau kebanyak tempat yang saya ingin kunjungi. Yang paling ingin saya dengar adalah suara sound sistem Esplanade, yaitu theather yang menjadi kebangaan Singapura. Kalau tidak salah speaker d&b mereka telah diganti dengan Meyer Sound, saya ingin mendengar hasil suaranya, sayang saya tidak sempat pergi ke sana. Beberapa gereja besar yang saya ingin lihat juga belum kesampaian saya kunjungi.
Ada beberapa ide-ide yang baik yang bisa kita ambil dari mereka, dan bagi kita saya melihat banyak sekali manfaatnya jika kita dapat ikuti. Sound sistem yang dimiliki City Harvest Church tempat saya berkuliah, juga sangat menarik untuk bersama-sama kita dapat pelajari, saya akan tuangkan tulisan mengenai gereja ini di kesempatan lain.
Wireless receiver di atas speaker aktif, pengganti kabel.
Sebuah Acara di Plaza Singapura
Sekilas saya melihat alat sound sistem yang sedang digunakan untuk sebuah acara di Plaza Singapura tidak begitu menarik perhatian saya. Tetapi pada saat saya akan makan di food court yang terletak di lantai 3, sesuatu yang menarik mata saya.. kok ada sebuah speaker aktif yang mereka pasang di lantai 2. Dan ada sebuah benda di atasnya, setelah saya perhatikan benar ternyata benda itu adalah wireless receiver, “Kok di atas speaker ada wireless receiver ya?” saya berfikir mengapa juga mereka menaruhnya di sana (Gambar 1.). Setelah saya teliti lebih jauh ternyata mereka menghubungkan kabel output receiver tersebut ke speaker aktif di bawahnya, “Wah ide boleh juga nih... ngirit kabel rupanya”.
Ini ide yang cemerlang, karena dengan speaker utama mereka yang jumlahnya hanya sepasang akan sulit untuk meratakan suara ke seluruh bagian mall. Dengan menggunakan wireless line level, kita dapat mengirim sinyal dengan radius yang lumayan jauh, dan personel rental sound sistem mereka tidak usah sulit-sulit memikirkan tarikan kabel yang cukup jauh. Belum lagi kalau pihak mall meminta kabel diisolasi dengan menggunakan isolasi untuk menjilid buku (duct tape) dengan alasan agar tidak ada pengunjung mall yang tersandung. Saya jamin personel rental kita pasti ngomel-ngomel karena mereka harus membersihkan kabel yang menjadi lengket karena lem isolasi yang melekat pada kabel, dan kabel menjadi kotor karena bekas lem akan mengikat kotoran.
Rekan Steve Suryanto pemilik Diamond rental di Semarang pernah memasang untuk sebuah acara di Mall Ciputra Semarang. Karena penonton peminat acara yang datang cukup banyak, mereka naik hingga lantai 2, 3, dan 4, tentu saja karena speaker utama di pasang di depan panggung, penonton yang sudah terlalu jauh berada di lantai atas tentu tidak dapat mendengarnya. Banyak juga penonton yang meminta agar volume suara dapat diperkeras lagi, tetapi tidak mungkin karena toko-toko disekitar komplain rak mereka bergetar. Sayang pada waktu itu saya belum pernah melihat orang melakukan distribusi dengan wireless jadi saya tidak memberikan solusi ini kepada rekan Steve. Mungkin ini salah solusi terbaik untuk rental di mall-mall agar suara mereka terdistribusi rata dengan baik dengan hanya 4 speaker saja. Kita bisa memasang speaker aktif di beberapa tempat, dan mengirim sinyal dengan menggunakan wireless line level.
Boleh juga idenya, suara dari wireless line levelnya tidak ada masalah kalau di Singapura karena pemakaian gelombang radio memang tertib di sana. Di negara kita mungkin tidak menjadi masalah juga untuk di kota besar, bagaimana dengan di daerah? Waduh enggak janji deh, bisa-bisa ada yang lagi pacaran dengan menggunakan radio komunikasi masuk. He,he,he... amannya jika ingin meniru mereka pergunakan wireless yang dapat kita geser frekuensinya, jadi jika frekuensi wireless line level kita kena gangguan dapat kita geser ke frekuensi lain. Mereka pada saat itu juga mempergunakan antena tambahan, agar kemampuan wireles lebih baik daya jangkaunya, disamping itu dapat dipergunakan untuk beberapa wiless transmitter pada antena tersebut (Gambar 3.).
Tetapi ada juga ide mereka yang tidak baik yang saya temukan, mungkin di foto kurang terlihat jelas terlihat, yaitu mereka menempelkan merek JBL pada speaker ini (Gambar 2). Menempelkan, ya benar mereka tempelkan, “Whuaduh kok saya enggak pernah liat JBL membuat speaker kaya gini ya..?”. Coba perhatikan mirip speaker merek apa ya di Indonesia? Mohon ide buruk ini tolong jangan ditiru rekan-rekan pengusaha rental ya. Melihat rangkaian sistem mereka biasa saja, tidak ada yang istimewa, hanya suara yang dihasilkan cukup jelas dan terdengar baik. Padahal kalau saya perhatikan mereka hanya membawa 4 speaker utama saja, jika dibandingkan luas dari Plaza Singapura yang harus mereka penuhi dengan suara sangat tidak sebanding. Tetapi terlihat di sini mereka menafaatkan teknologi dengan baik.
Speakernya Funan IT Center
Dilihat sepintas lalu mirip dengan Nexo PS, dari jauh saya pikir boros juga mereka menggunakan Nexo PS untuk PA sistem mereka. Eh ternyata setelah saya dekati mereknya Delta (Gambar 5.), importir merek ini masih rekan saya di Singapura. Saya tertawa kecil “..ternyata sampai ke sini juga speaker yang dia import dari Cina”. Saya tertarik dengan bagaimana mereka memasangnya, perhatikan mereka tidak menggunakan baut untuk membaut speaker, tetapi menggunakan eye bolt (Gambar 6.). Orang Sinapura rupanya senang menggunakan besi kotak untuk bracket mereka, kalau di negara kita, saya lebih sering melihat orang menggunakan besi berbentuk pipa untuk bracket mereka. Karena alasan keamanan mereka masih menambahkan rantai di bagian belakang speaker supaya jika speaker jatuh tidak langsung menimpa kepala orang di bawahnya.
Inilah fenomena pasar yang juga sudah mulai terjadi di Singapura, orang berduyun-duyun menggunakan merek-merek produksi Cina. Di Orchard Road, setiap kali ada acara berlangsung, sampai beberapa tahun lalu hampir selalu saya melihat Nexo PS, Bose, atau JBL dipergunakan oleh rental-rental kecil. Tetapi sekarang hampir semua rental kecil menggunakan merek-merek produksi Cina, model speaker yang mereka gemari adalah speaker dengan model speaker yang mirip dengan Nexo PS. Rupanya para penyewa sudah tidak perduli lagi dengan merek, pada akhirnya mungkin mereka menyadari hukum ini; tidak perduli apakah itu merek terkenal atau merek tidak terkenal, yang penting suara yang dihasilkan baik. Ini tentu saja tergantung dari siapa yang memasangnya dan bagaimana crew rental memasangnya untuk mereka.
Menggantung Speaker Di Mall
Konfrensi IOC di Rafles City
Beberapa hari sebelumnya saya mendengar bahwa Rafles City diperketat keamanannya karena sedang dilangsungkannya Konfrensi IOC (International Olympic Comitee). Saya lupa pemberitahuan ini karena saya ingin membeli sesuatu di sana, saat saya akan masuk ternyata mereka mendata semua orang yang masuk dan meminta indentitas diri. Untung saja pasport saya bawa, mereka meminta ijin pula untuk memeriksa tas saya dan membuktikan kamera saya bekerja.. wah repot juga nih. Untung saja kesulitan pada saat memasuki ruangan membuahkan hasil, kali ini mata saya tidak salah, saya melihat Nexo PS (Gambar 7.) yang digantung dengan gantungan khusus. Wah ini ide baru, segera saja saya mencuri-curi mengambil fotonya sebelum ditegur petugas keamanan.
Kelihatnnya persiapan mereka cukup baik mengingat ini adalah acara internasional yang dihadiri oleh banyak bangsa. Kadang saya merasa malu jika melihat persiapan acara internasional di negara kita yang sering kurang persiapan. Perhatikan bagaimana mereka mengatasi 2 masalah klasik sekaligus; membagi rata suara keseluruh bagian ruangan di depan panggung, dan bekerja dengan jumlah personel yang sedikit. Masalah pertama mereka atasi dengan menggantung speaker, perhatikan gantungan yang mereka pakai adalah gantungan untuk menggantung lampu par yang mereka modifikasi. Dengan menggantungnya demikian suara akan terbagi rata ke seluruh ruangan pameran. Pada penopang gantungan dapat kita lihat sebuah roda untuk menggulung kawat yang dapat mengangkat gantungan. Ini juga menjawab pertanyaan mengapa harus ada 2 buah speaker di setiap gantungan, ini alasan agar supaya gantungan seimbang dan stand speaker terjaga keseimbangannya. Hmm.. untung waktu guru mengajar fisika di SMP mereka tidak ikut tidur siang ya..?
Masalah kedua otomatis selesai, lho kok bisa? Crew sound sistem yang jumlahnya hanya 3 orang akan dapat memasang setup ini hanya dalam waktu 4 jam. Instaslasi yang sangat sederhana tetapi bayangkan saja instalasi tersebut sesuai dengan standard acara kenegaraan. Bagaimana dengan kita di Indonesia? Kalau speaker tidak menumpuk menggunung di depan panggung barang kali belum terasa ya. Kok saya tahu 3 orang? Soalnya waktu saya memotret mereka sedang makan disamping mixer dan ngomel-ngomel melihat saya akan memotret mereka.
Sound Sistem Takashimaya
Setiap kali kalau melihat tempat ini selalu teringat masa kecil saya, setiap ada acara besar di Bandung kita menyewa Aru Sound yang menggunakan Turbosound TMS 3 pada waktu itu (Gambar 11 dan 12). Benda yang sama terpasang di tempat ruang pamer Takashimaya di jantung Orchard Road. Speaker ini mengapit 4 buah TV cube, kalau saya perhatikan dari belakang speaker ini dipasang secara bi-amp dan menggunakan kabel Canare 4S8. Sayangnya saya tidak memotret tampak depan instalasi ini.
Instalasi ini umurnya hampir 14 tahun tetapi masih bersuara dengan baik, konon menurut salah satu rekan distributor ampli yang digunakan untuk mendorong speaker ini adalah Peavey CS 800 saja! Wah percaya tidak percaya saya belum pernah melihat ruang operatornya yang terletak persis dibawah speaker. Tetapi untuk saya suaranya tidak bermasalah sama sekali, cukup enak di dengar, memang Turbosound sangat jago memperhitungkan segala sesuatunya, sejak kecil saya selalu senang mendengar suara speaker ini, dan tanpa banyak penyetelan yang harus kita lakukan speaker ini sudah bersuara baik.
Underpass Rafles City – Suntec City
Ternyata di bawah tanah pun di Singapura masih juga ada alat sound sistem yang cukup besar yang dapat digunakan untuk acara tertentu. Kali ini sperti dalam Gambar 13. dan Gambar 14. sistem ini terpasang di bawah tanah di terowongan yang menghubungkan Rafles City dan Suntec City, ini seingat saya adalah Tannoy i12, mereka memasangnya sejumlah 2 buah. Perhatikan kembali bracket speaker ini, kembali mereka menggunakan besi kotak. Melihat kabel yang keluar dari belakang sejumlah 2 buah, berarti mereka mempararel kedua speaker ini, saya mengetahui ini karena Tannoy i12 adalah speaker full range dengan frekuensi tinggi berada di bagian tengah speaker, suara speaker ini juga saya sangat sukai. Berbeda dengan speaker yang menggunakan corong, speaker ini mempunyai suara tinggi yang halus.
Sound Sistem Cathay Leisure Centre
Yang satu ini adalah tempat anak-anak muda Singapura berkumpul di Orchard Road, di tempat ini terdapat bioskop Cathay yang memiliki 9 ruang bioskop. Sound dan proyektor mereka menggunakan sistem digital. Di lantai dasar mereka memasang sound sistem untuk acara mereka yang menggunakan tempat tersebut untuk berpromosi. Mereka memasang 4 buah Bose 502 (orang menyebut Bose tipe ini dengan nama Bose Pisang, karena bentuknya yang mirip dengan pisang). Bose ini tergantung ke sebuah pipa menggunakan bracket speaker asli buatan Bose, mereka mempararel 2 buah speaker. Tidak ada yang istimewa dari sistem ini hanya saja selama saya di Singapura saya belum mendengar sistem ini dibunyikan.
Speaker JBL Control di Bugis Juction
Bugis Junction
Saya kalau mampir ke sini selalu senang menikmati kesegaran air mancur yang dapat melompat-lompat dan menari-nari. Sound system tempat ini juga adalah sesuatu yang manarik untuk kita perhatikan, umur instalasinya hampir berumur 10 tahun. Kerapihan instalsi tempat ini merupakan inspirasi tersendiri untuk saya, sering saya merenungkan ide-ide baru di tempat ini sewaktu saya sedang suntuk di Singapura. Speaker yang mereka pergunakan adalah JBL Control 5 (Gambar 18.), speaker ini sudah lama tidak diproduksi lagi dan di gantikan seri Control yang baru. Kalau saya perhatikan bracket yang mereka pergunakan adalah buatan Omnimount Amerika. Perhatikan kerapihan mereka memasang dan simetrisnya instalsi mereka, memberikan inspirasi untuk kita.
Meniru Boleh Saja..
Menurut saya sah-sah saja kita meniru orang lain, tetapi kita harus meniru apa yang baik dan tentu saja tidak membahayakan orang lain maupun orang yang bekerja bersama kita. Sayangnya banyak dari antara kita yang hanya senang meniru menggunakan merek terkenal, seperti yang orang lain pergunakan, padahal masih banyak merek lain dengan harga murah dengan kualitas yang sama. Masalahnya mereka tidak menyadari apa yang orang Singapura sadari, yaitu tanpa pengalaman dan dasar-dasar audio yang baik akan sia-sia saja apa yang kita tiru dan kita contoh dari orang lain. Saya Ingatkan ini karena industri sound yang sedang berkembang dengan pesatnya banyak menghasilkan sound engineer karbitan. Dan mereka hanya bisa meniru apa yang orang lain perbuat tanpa mengerti apa yang terjadi.
ANATOMI KABEL UNTUK SOUND SYSTEM
ANATOMI KABEL UNTUK SOUND SYSTEM
Oleh : Emir F. Widya
Suaranya Kok Kasar Ya?
Beberapa tahun yang lalu saya di minta seorang teman untuk meninjau sebuah gereja di Jakarta. Pada saat teman saya tanyakan speaker dan peralatan apa yang mereka gunakan, ia hanya menyebutkan sebuah merek yang sudah sanat umum digunakan oleh gereja. Pikir saya, “….. yah itu lagi, itu lagi, kapan saya mendapat tantangan baru”. Sampai pada harinya saya meninjau gereja tersebut, ternyata malah saya yang terkejut, karena mereka ternyata mengunakan speaker EAW MK series untuk full rangenya & EAW FR 250z untuk subnya. Mixernya menggunakan Allen & Heath GL 2200, loudspeaker managementnya menggunakan XTA 622, dan power-powernya menggunakan Crest Audio Pro series.
Kemudian saya bertanya kepada mereka, “….mana mungkin suara speaker ini tidak enak, apa yang harus saya perbaiki? Ini speaker yang harganya cukup mahal di dunia?”. Mereka menjawab, “….coba saja Bapak dengar sendiri, kami juga tidak tahu yang tidak enak apanya, hanya saja kami merasa ada sesuatu yang tidak enak”. Setelah saya menyalakan CD dan mengeluarkan suaranya, ternyata, he, he, he, ….. baru saya percaya, memang ternyata suara speaker tersebut tidak ubahnya speaker buatan Cina.
Ada apa yang salah? Mereknya? Tentu saja tidak, mereka menggunakan merek-merek terkenal dan berharga mahal untuk instalasi tersebut. Untuk mencari sumber permasalahan suatu instalasi saya tidak pernah lupa untuk menengok ke belakang rak. Belakang raknya kebetulan sangat rapih, tetapi kabel yang mereka gunakan ternyata tidak sesuai dengan suara yang seharusnya diharapkan dihasilkan oleh speaker. Mengapa demikian? Banyak orang yang belum paham betul mengenai kabel, bagaimana anatominya, dan bagaimana penggunaannya di lapangan, atau mungkin juga seringkali orang menganggap sepele permasalahan kabel.
Mengapa Kabel Merupakan Unsur Penting Untuk Sound System?
Banyak orang akan berkomentar “Ah kabel …. apa gunanya sih? Pake aja yang murah toh tetap keluar suara, kalau alat kita bagus, buat apa harus beli kabel yang mahal supaya suaranya bagus”. Untuk orang yang berpendapat demikian akan saya beri catatan sedikit. Kabel berperan penting dalam menyalurkan sinyal audio dari alat ke alat, tak ubahnya seperti pembuluh darah di dalam tubuh manusia.
Ada orang yang tampak sehat dari luar, penampilannya pun menarik, tetapi ternyata di dalam tubuhnya seluruh pembuluh darahnya tersumbat. Saya jamin tidak berapa lama lagi orang ini akan mengalami serangan jantung, apa yang tidak seimbang di dunia ini akan menghasilkan yang tidak benar pula. Demikian pula dengan peralatan sound system berharga mahal tidak akan bersuara sebgaimana seharusnya jika tidak menggunakan kabel yang sesuai dengan ukuran, jenis, bahkan hingga bagaimana cara orang menyambungkannya (menyoldernya).
Jenis-Jenis Kabel
Kabel untuk sound system tidak sesederhana yang kita pikirkan, banyak jenis, ragam, dan penggunaannya. Untuk menyambungkan microphone saja, terdapat beberapa jenis kabel, sangat jarang orang yang mengetahui dan mempelajarinya. Untuk itu marilah kita pelajari bersama-sama jenis kabel-kabel tersebut sebagai berikut ini :
1. Kabel Microphone
Kabel untuk microphone terdiri dari 2 jenis, demikian pula dengan kabel balance, yaitu kabel microphone standard dan kabel microphone quad. Kabel microphone standard terdiri dari 3 kabel yaitu shield (ground / pelindung), kabel untuk kutub positif, dan kabel untuk kutub negatif. Sedangkan kabel microphone quad di dalamnya berisi 5 kabel yaitu sheild, 2 kabel untuk kutub positif, dan 2 kabel kutub negatif.
Kabel standard microphone dari Canare seperti L2-T2S terdiri dari 2 buah kabel dalam yang berwarna biru dan putih. Isi dari kedua kabel tersebut masing-masing terdiri dari 60 buah kawat tipis. Kabel ini dibungkus kembali dengan rajutan kawat yang cukup rapat, dapat menolak noise dari luar, dan memiliki fleksibilitas yang baik. Lapisan plastik pembungkus luar kabel terbuat dari PVC (Polyvinly Chlorida), demikian pula untuk pembungkus kedua kabel bagian dalamnya.
Untuk mereka yang baru belajar menyolder kabel, kabel ini adalah kabel yang cukup baik dan tahan panas solder. Sehingga orang yang baru belajar menyolder tidak perlu khawatir lapisan kabel tersebut meleleh karena terlalu lama menempelkan solderan. Tetapi jika terlalu lama tetap akan meleleh juga. Selain itu kabel balance atau kabel microphone diberi tambahan benang-benang katun sebagai filler / pengisi dan penguat kabel.
Kabel microphone Canare L2-T2S
Klotz MY206
Kabel microphone quad dibuat untuk digunakan pada lingkungan yang cukup tinggi noise pada lingkungan tempat kabel ini digunakan. Harga kabel ini lebih mahal dari kabel microphone standard, tetapi memiliki daya tolak noise yang lebih besar pada saat kabel ditarik cukup panjang. Noise timbul sebagai akibat induksi di antara kabel positif dan kabel negatif itu sendiri, oleh karena bentuknya yang quad induksi tersebut dapat hilang dengan sendirinya. Ditambah lagi diameter kabel positif dan kabel negatif manjadi lebih besar. Kabel ini dapat kita manfaatkan untuk tarikan hingga mencapai panjang 100 m.
Kabel microphone quad Canare L4-E6S
Kabel microphone quad Klotz SQ422
Untuk kabel microphone dalam bentuk kabel snake, bentuknya mirip dengan beberapa kabel microphone yang kita gabungkan dan diberi bungkus kembali. Kabel snake ada yang ditujukan untuk penggunaan mobile dan ada juga yang ditujukan untuk instalasi secara permananen. Perbedaan yang mendasar pada kedua kabel ini dapat kita baca pada bagian berikutnya.
Kabel snake untuk di lapangan
2. Kabel Balance Untuk Instalasi
Kabel balance untuk instalasi tidak berbeda jauh dari kabel microphone dalam bentuk, ukuran, dan isi bagian dalamnya. Yang membedakannya hanyalah bahan pembuat bunggkus luar kabel yang lebih keras dan pelindungnya (sheilding) berupa aluminium foil. Pada kabel ini biasanya kabel untuk ground dibuat tersendiri dalam bentuk kawat yang dililit. Mengapa digunakan aluminum foil? Karena kabel ini ditujukan untuk mampu menolak pengaruh gelombang magnetik dan gelombang radio hingga mencapai 100%. Sedangkan pada kabel microphone biasa hanya dijamin mencapai 94% saja.
Selain itu agar kabel-kabel ini kuat menahan gaya tarik pada saat instalasi sedang berlangsung. Untuk dapat menahan gaya tarik yang kuat ini maka ditambahkan pula serat-serat pengguat seperti pada Canare L4-E6AT dan Canare L4-E5AT. Serat-serat penguat tersebut terbuat dari kevlar yang sanggup menahan gaya tarik yang cukup besar.
Kabel instalasi quad dengan penguat kevlar di tengahnya, Canare L4-E6AT
Kabel snake untuk instalasi mirip dengan kabel balance instasai yang kita gabungkan. Perbedaannya dengan kabel snake untuk mobile hanya pada sheild-nya yang menggunakan aluminium foil, sedangkan pada kabel snake mobile menggunakan rajutan kawat
Snake cable untuk instalasi
Kabel untuk instalasi antar rak.
3. Kabel Unbalance
Kabel ini mungkin tidak aneh untuk orang pada umumnya, oleh karena sebagian besar kabel hi-fi, kabel untuk radio, dan kabel untuk video berbentuk seperti ini, yang kita sebut sebagai kabel coax. Hanya saja untuk sound kabel jenis ini bagian tengahnya berupa serabut, bukannya solid seperti kabel untuk radio maupun video pada umumya.
Hanya saja pada pembungkus bagian tengahnya masih terdapat lapisan pembungkus bagian luar, pembungkus ini yang terbuat dari bahan karbon sebagai bahan pelindung yang bersifat konduktif. Sehingga pada saat kita menyoldernya kita harus berhati-hati agar turut pula mengupas lapisan tipis ini.
Kabel unbalance untuk instrumen
Untuk apa kita harus membuangnya? Karena jika pelindung tipis berwarna hitam ini menyambung dengan tembaga pada bagian tengahnya maka kabel yang kita solder akan mengalami gejala-gejala seperti konsleting.
Kabel ini adalah kabel OFC dengan diameter 18 AWG (American Wire Gauge) khusus untuk menyambungkan alat-alat unbalance. Kabel ini memiliki kapasitansi dan tahanan yang rendah sehingga mampu meloloskan sinyal hingga 50 kHz. Sehingga suara pick up gitar yang jernih dan jelas walaupun kita menggunakan kabel unbalance ini dalam jarak yang cukup panjang. Kombinasi antara sheild tembaga dan lapisan karbon dapat melindunggi kabel dari suara-suara noise microphonic (noise yang sangat kecil) yang tidak kita inginkan. Noise ini umumnya datang dari cube-cube yang volumenya kita set besar. Anehnya kabel ini direkomendasikan juga untuk kabel speaker penghubung antara head ampli dan kabinetnya.
4. Kabel Balance Untuk Antar Alat atau Wiring di Dalam Rak
Kabel ini hanya merupakan bentuk penyederhanaan dari kabel microphone standard. Kabel ini hanya ditujukan untuk tarikan jarak dekat, dan tanpa beban tarikan yang cukup berat. Biasaya kabel ini memiliki harga yang cukup murah, sebagai contoh Belden 8760, Belden 8761, dan Canare L2-B2AT. Isi kabel juga tanpa dilengkapi dengan filler atau benang pengisi dan penguat kabel.
5. Kabel Speaker
Beberapa orang menganggap kabel speaker amat tidak penting, diganti dengan kabel listrik pasti juga menyala. Memang benar demikian, hanya saja pendapat ini tidaklah semuanya benar.
Kabel speaker justru memiliki tahanan yang cukup besar, sehingga bahan pembuatnya harus benar-benar tembaga murni. Memang benar arus yang mengalir pada kabel speaker adalah arus AC atau sama dengan listrik pada colokan listrik kita. Hanya saja arus yang menalir di dalam kabel ini tidak konstan, dan memiliki dinamika. Berbeda dengan speaker Toa atau ceilling di supermarket yang menggunakan arus konstan sehingga bisa dikirim jauh tanpa distorsi.
Dari tabel di bawah ini kita bisa baca berapa banyak pengurangan sinyal jika kita menarik kabel speaker Canare sepanjang yang kita inginkan. Kita juga tidak boleh melupakan apa yang akan terjadi kalau kita menarik kabel speaker dengan jarak yang panjang.
Untuk memudahkan penghitungannya Canare telah membuatkan tabel yang kurang lebih dapat kita gunakan sebagai patokan pada saat kita menarik kabel speaker. Tabel tersebut sebagai berikut :
Model Tahanan Sepasang Konduktor (ohm/100m) & Penampang melintang dalam mm Tahanan Konduktor (ohm/100m) untuk arus kembali Panjang kabel / damping faktor
4S6 1,87 / 1,0 mm² (AWG 17) 3,7, untuk DF 20 9,5 m, untuk DF 50 3,0 m
4S8 0,75 / 2,5 mm² (AWG 14) 1,5, untuk DF 20 23,3 m, dan untuk DF 50 7,3 m
4S11 0,34 / 1,0 mm² (AWG 11) 0,87, untuk DF 20 40,2 m, dan untuk DF 50 12,6 m
Semua nilai dihitung berdasarkan asumsi output power amplifier pada 0,05 ohm
DF 20 adalah damping factor hanya diperuntukan untuk penggunaan pidato saja, sedangkan DF 50 adalah nilai yang dibutuhkan untuk musik dengan band lengkap. Jadi damping faktor akan ditentukan oleh bentuk dan panjang kabel speaker. Untuk lebih jelasnya akan kita bahas pada bagian kedua artikel ini.
Bahan-Bahan Pembuat Kabel
Bahan-bahan penyusun kabel merupakan komponen penting yang membuat suara yang dihasilkan kabel berbeda-beda. Bahan penyusun kabel yang utama adalah tembaga, akan tetapi pada umumnya tembaga yang tersedia tidak murni. Memang kesulitan lainnya akan timbul apabila tembaga tersebut dalam bentuk murni, oleh karena akan mudah teroksidasi jika mendapat kontak dengan udara.
Untuk menghindarinya beberapa pabrik pembuat kabel membuat kabel yang diberi label OFC, atau Oxygen Free Cable. Apa maksud dari kabel ini, kabel ini memiliki pembungkus yang sangat baik sehingga oksigen tidak dapat masuk hingga ke bagian tengah kabel. Pernah melihat kabel speaker yang sudah berumur satu tahun dan berwarna hitam agak kehijauan, itu tandanya oksigen oksigen dapat masuk ke bagian tengah-tenggah kabel.
Pabrik lainnya untuk menghindari oksidasi, melapis tembaga dengan seng. Hanya saja suara yang dihasilkan sangat tajam dan suara tone rendahnya kurang, dan anehnya kabel ini memperkuat sinyal secara keseluruhan. Sehingga pada saat kita membaca meter yang ada di mixer sinyal naik hampir 40% lebih tinggi dibandingkan dengan kabel tembaga murni. Mungkin ini hanya pengalaman saya saja di lapangan, saya anjurkan anda mencobanya sendiri. Contoh kabel-kabel microphone yang berlapis seng adalah Klotz quad SQ422, Belden 8760, belden 8761, dll. Sedangkan untuk kabel speaker adalah Belden 8470. Hindari kabel-kabel ini untuk speaker-speaker yang berlebihan suara tingginya, demikian pula untuk stasiun radio FM, kerena mereka membutuhkan suara yang flat.
Penulis adalah pemilik Tujuh Konsultan dan Kontraltor Tata Suara. Beliau dapat dihubungi di nomor 0818225113, atau e-mail ke tujuh10@hotmail.com
Box Khusus :
Oksidasi
Mengapa kabel teroksidasi?
Tanda-tanda kabel yang teroksidasi adalah berwarna kehitaman atau kecoklat-coklatan, jika kabel sudah teroksidasi, maka suara yang dhasilkan akan bersuara buruk. elain itu oksidasi perlu diwaspadai, oleh karena kemapuan kontaknya menurun dan mengakibatkan arus yang melompat seperti konsleting. Hal ini terjadi oleh karena bagian kontak dari kabel terlapisi oleh permukaan kabel yang telah teroksidasi sehingga kabel tidak menempel dengan benar.
Oleh : Emir F. Widya
Suaranya Kok Kasar Ya?
Beberapa tahun yang lalu saya di minta seorang teman untuk meninjau sebuah gereja di Jakarta. Pada saat teman saya tanyakan speaker dan peralatan apa yang mereka gunakan, ia hanya menyebutkan sebuah merek yang sudah sanat umum digunakan oleh gereja. Pikir saya, “….. yah itu lagi, itu lagi, kapan saya mendapat tantangan baru”. Sampai pada harinya saya meninjau gereja tersebut, ternyata malah saya yang terkejut, karena mereka ternyata mengunakan speaker EAW MK series untuk full rangenya & EAW FR 250z untuk subnya. Mixernya menggunakan Allen & Heath GL 2200, loudspeaker managementnya menggunakan XTA 622, dan power-powernya menggunakan Crest Audio Pro series.
Kemudian saya bertanya kepada mereka, “….mana mungkin suara speaker ini tidak enak, apa yang harus saya perbaiki? Ini speaker yang harganya cukup mahal di dunia?”. Mereka menjawab, “….coba saja Bapak dengar sendiri, kami juga tidak tahu yang tidak enak apanya, hanya saja kami merasa ada sesuatu yang tidak enak”. Setelah saya menyalakan CD dan mengeluarkan suaranya, ternyata, he, he, he, ….. baru saya percaya, memang ternyata suara speaker tersebut tidak ubahnya speaker buatan Cina.
Ada apa yang salah? Mereknya? Tentu saja tidak, mereka menggunakan merek-merek terkenal dan berharga mahal untuk instalasi tersebut. Untuk mencari sumber permasalahan suatu instalasi saya tidak pernah lupa untuk menengok ke belakang rak. Belakang raknya kebetulan sangat rapih, tetapi kabel yang mereka gunakan ternyata tidak sesuai dengan suara yang seharusnya diharapkan dihasilkan oleh speaker. Mengapa demikian? Banyak orang yang belum paham betul mengenai kabel, bagaimana anatominya, dan bagaimana penggunaannya di lapangan, atau mungkin juga seringkali orang menganggap sepele permasalahan kabel.
Mengapa Kabel Merupakan Unsur Penting Untuk Sound System?
Banyak orang akan berkomentar “Ah kabel …. apa gunanya sih? Pake aja yang murah toh tetap keluar suara, kalau alat kita bagus, buat apa harus beli kabel yang mahal supaya suaranya bagus”. Untuk orang yang berpendapat demikian akan saya beri catatan sedikit. Kabel berperan penting dalam menyalurkan sinyal audio dari alat ke alat, tak ubahnya seperti pembuluh darah di dalam tubuh manusia.
Ada orang yang tampak sehat dari luar, penampilannya pun menarik, tetapi ternyata di dalam tubuhnya seluruh pembuluh darahnya tersumbat. Saya jamin tidak berapa lama lagi orang ini akan mengalami serangan jantung, apa yang tidak seimbang di dunia ini akan menghasilkan yang tidak benar pula. Demikian pula dengan peralatan sound system berharga mahal tidak akan bersuara sebgaimana seharusnya jika tidak menggunakan kabel yang sesuai dengan ukuran, jenis, bahkan hingga bagaimana cara orang menyambungkannya (menyoldernya).
Jenis-Jenis Kabel
Kabel untuk sound system tidak sesederhana yang kita pikirkan, banyak jenis, ragam, dan penggunaannya. Untuk menyambungkan microphone saja, terdapat beberapa jenis kabel, sangat jarang orang yang mengetahui dan mempelajarinya. Untuk itu marilah kita pelajari bersama-sama jenis kabel-kabel tersebut sebagai berikut ini :
1. Kabel Microphone
Kabel untuk microphone terdiri dari 2 jenis, demikian pula dengan kabel balance, yaitu kabel microphone standard dan kabel microphone quad. Kabel microphone standard terdiri dari 3 kabel yaitu shield (ground / pelindung), kabel untuk kutub positif, dan kabel untuk kutub negatif. Sedangkan kabel microphone quad di dalamnya berisi 5 kabel yaitu sheild, 2 kabel untuk kutub positif, dan 2 kabel kutub negatif.
Kabel standard microphone dari Canare seperti L2-T2S terdiri dari 2 buah kabel dalam yang berwarna biru dan putih. Isi dari kedua kabel tersebut masing-masing terdiri dari 60 buah kawat tipis. Kabel ini dibungkus kembali dengan rajutan kawat yang cukup rapat, dapat menolak noise dari luar, dan memiliki fleksibilitas yang baik. Lapisan plastik pembungkus luar kabel terbuat dari PVC (Polyvinly Chlorida), demikian pula untuk pembungkus kedua kabel bagian dalamnya.
Untuk mereka yang baru belajar menyolder kabel, kabel ini adalah kabel yang cukup baik dan tahan panas solder. Sehingga orang yang baru belajar menyolder tidak perlu khawatir lapisan kabel tersebut meleleh karena terlalu lama menempelkan solderan. Tetapi jika terlalu lama tetap akan meleleh juga. Selain itu kabel balance atau kabel microphone diberi tambahan benang-benang katun sebagai filler / pengisi dan penguat kabel.
Kabel microphone Canare L2-T2S
Klotz MY206
Kabel microphone quad dibuat untuk digunakan pada lingkungan yang cukup tinggi noise pada lingkungan tempat kabel ini digunakan. Harga kabel ini lebih mahal dari kabel microphone standard, tetapi memiliki daya tolak noise yang lebih besar pada saat kabel ditarik cukup panjang. Noise timbul sebagai akibat induksi di antara kabel positif dan kabel negatif itu sendiri, oleh karena bentuknya yang quad induksi tersebut dapat hilang dengan sendirinya. Ditambah lagi diameter kabel positif dan kabel negatif manjadi lebih besar. Kabel ini dapat kita manfaatkan untuk tarikan hingga mencapai panjang 100 m.
Kabel microphone quad Canare L4-E6S
Kabel microphone quad Klotz SQ422
Untuk kabel microphone dalam bentuk kabel snake, bentuknya mirip dengan beberapa kabel microphone yang kita gabungkan dan diberi bungkus kembali. Kabel snake ada yang ditujukan untuk penggunaan mobile dan ada juga yang ditujukan untuk instalasi secara permananen. Perbedaan yang mendasar pada kedua kabel ini dapat kita baca pada bagian berikutnya.
Kabel snake untuk di lapangan
2. Kabel Balance Untuk Instalasi
Kabel balance untuk instalasi tidak berbeda jauh dari kabel microphone dalam bentuk, ukuran, dan isi bagian dalamnya. Yang membedakannya hanyalah bahan pembuat bunggkus luar kabel yang lebih keras dan pelindungnya (sheilding) berupa aluminium foil. Pada kabel ini biasanya kabel untuk ground dibuat tersendiri dalam bentuk kawat yang dililit. Mengapa digunakan aluminum foil? Karena kabel ini ditujukan untuk mampu menolak pengaruh gelombang magnetik dan gelombang radio hingga mencapai 100%. Sedangkan pada kabel microphone biasa hanya dijamin mencapai 94% saja.
Selain itu agar kabel-kabel ini kuat menahan gaya tarik pada saat instalasi sedang berlangsung. Untuk dapat menahan gaya tarik yang kuat ini maka ditambahkan pula serat-serat pengguat seperti pada Canare L4-E6AT dan Canare L4-E5AT. Serat-serat penguat tersebut terbuat dari kevlar yang sanggup menahan gaya tarik yang cukup besar.
Kabel instalasi quad dengan penguat kevlar di tengahnya, Canare L4-E6AT
Kabel snake untuk instalasi mirip dengan kabel balance instasai yang kita gabungkan. Perbedaannya dengan kabel snake untuk mobile hanya pada sheild-nya yang menggunakan aluminium foil, sedangkan pada kabel snake mobile menggunakan rajutan kawat
Snake cable untuk instalasi
Kabel untuk instalasi antar rak.
3. Kabel Unbalance
Kabel ini mungkin tidak aneh untuk orang pada umumnya, oleh karena sebagian besar kabel hi-fi, kabel untuk radio, dan kabel untuk video berbentuk seperti ini, yang kita sebut sebagai kabel coax. Hanya saja untuk sound kabel jenis ini bagian tengahnya berupa serabut, bukannya solid seperti kabel untuk radio maupun video pada umumya.
Hanya saja pada pembungkus bagian tengahnya masih terdapat lapisan pembungkus bagian luar, pembungkus ini yang terbuat dari bahan karbon sebagai bahan pelindung yang bersifat konduktif. Sehingga pada saat kita menyoldernya kita harus berhati-hati agar turut pula mengupas lapisan tipis ini.
Kabel unbalance untuk instrumen
Untuk apa kita harus membuangnya? Karena jika pelindung tipis berwarna hitam ini menyambung dengan tembaga pada bagian tengahnya maka kabel yang kita solder akan mengalami gejala-gejala seperti konsleting.
Kabel ini adalah kabel OFC dengan diameter 18 AWG (American Wire Gauge) khusus untuk menyambungkan alat-alat unbalance. Kabel ini memiliki kapasitansi dan tahanan yang rendah sehingga mampu meloloskan sinyal hingga 50 kHz. Sehingga suara pick up gitar yang jernih dan jelas walaupun kita menggunakan kabel unbalance ini dalam jarak yang cukup panjang. Kombinasi antara sheild tembaga dan lapisan karbon dapat melindunggi kabel dari suara-suara noise microphonic (noise yang sangat kecil) yang tidak kita inginkan. Noise ini umumnya datang dari cube-cube yang volumenya kita set besar. Anehnya kabel ini direkomendasikan juga untuk kabel speaker penghubung antara head ampli dan kabinetnya.
4. Kabel Balance Untuk Antar Alat atau Wiring di Dalam Rak
Kabel ini hanya merupakan bentuk penyederhanaan dari kabel microphone standard. Kabel ini hanya ditujukan untuk tarikan jarak dekat, dan tanpa beban tarikan yang cukup berat. Biasaya kabel ini memiliki harga yang cukup murah, sebagai contoh Belden 8760, Belden 8761, dan Canare L2-B2AT. Isi kabel juga tanpa dilengkapi dengan filler atau benang pengisi dan penguat kabel.
5. Kabel Speaker
Beberapa orang menganggap kabel speaker amat tidak penting, diganti dengan kabel listrik pasti juga menyala. Memang benar demikian, hanya saja pendapat ini tidaklah semuanya benar.
Kabel speaker justru memiliki tahanan yang cukup besar, sehingga bahan pembuatnya harus benar-benar tembaga murni. Memang benar arus yang mengalir pada kabel speaker adalah arus AC atau sama dengan listrik pada colokan listrik kita. Hanya saja arus yang menalir di dalam kabel ini tidak konstan, dan memiliki dinamika. Berbeda dengan speaker Toa atau ceilling di supermarket yang menggunakan arus konstan sehingga bisa dikirim jauh tanpa distorsi.
Dari tabel di bawah ini kita bisa baca berapa banyak pengurangan sinyal jika kita menarik kabel speaker Canare sepanjang yang kita inginkan. Kita juga tidak boleh melupakan apa yang akan terjadi kalau kita menarik kabel speaker dengan jarak yang panjang.
Untuk memudahkan penghitungannya Canare telah membuatkan tabel yang kurang lebih dapat kita gunakan sebagai patokan pada saat kita menarik kabel speaker. Tabel tersebut sebagai berikut :
Model Tahanan Sepasang Konduktor (ohm/100m) & Penampang melintang dalam mm Tahanan Konduktor (ohm/100m) untuk arus kembali Panjang kabel / damping faktor
4S6 1,87 / 1,0 mm² (AWG 17) 3,7, untuk DF 20 9,5 m, untuk DF 50 3,0 m
4S8 0,75 / 2,5 mm² (AWG 14) 1,5, untuk DF 20 23,3 m, dan untuk DF 50 7,3 m
4S11 0,34 / 1,0 mm² (AWG 11) 0,87, untuk DF 20 40,2 m, dan untuk DF 50 12,6 m
Semua nilai dihitung berdasarkan asumsi output power amplifier pada 0,05 ohm
DF 20 adalah damping factor hanya diperuntukan untuk penggunaan pidato saja, sedangkan DF 50 adalah nilai yang dibutuhkan untuk musik dengan band lengkap. Jadi damping faktor akan ditentukan oleh bentuk dan panjang kabel speaker. Untuk lebih jelasnya akan kita bahas pada bagian kedua artikel ini.
Bahan-Bahan Pembuat Kabel
Bahan-bahan penyusun kabel merupakan komponen penting yang membuat suara yang dihasilkan kabel berbeda-beda. Bahan penyusun kabel yang utama adalah tembaga, akan tetapi pada umumnya tembaga yang tersedia tidak murni. Memang kesulitan lainnya akan timbul apabila tembaga tersebut dalam bentuk murni, oleh karena akan mudah teroksidasi jika mendapat kontak dengan udara.
Untuk menghindarinya beberapa pabrik pembuat kabel membuat kabel yang diberi label OFC, atau Oxygen Free Cable. Apa maksud dari kabel ini, kabel ini memiliki pembungkus yang sangat baik sehingga oksigen tidak dapat masuk hingga ke bagian tengah kabel. Pernah melihat kabel speaker yang sudah berumur satu tahun dan berwarna hitam agak kehijauan, itu tandanya oksigen oksigen dapat masuk ke bagian tengah-tenggah kabel.
Pabrik lainnya untuk menghindari oksidasi, melapis tembaga dengan seng. Hanya saja suara yang dihasilkan sangat tajam dan suara tone rendahnya kurang, dan anehnya kabel ini memperkuat sinyal secara keseluruhan. Sehingga pada saat kita membaca meter yang ada di mixer sinyal naik hampir 40% lebih tinggi dibandingkan dengan kabel tembaga murni. Mungkin ini hanya pengalaman saya saja di lapangan, saya anjurkan anda mencobanya sendiri. Contoh kabel-kabel microphone yang berlapis seng adalah Klotz quad SQ422, Belden 8760, belden 8761, dll. Sedangkan untuk kabel speaker adalah Belden 8470. Hindari kabel-kabel ini untuk speaker-speaker yang berlebihan suara tingginya, demikian pula untuk stasiun radio FM, kerena mereka membutuhkan suara yang flat.
Penulis adalah pemilik Tujuh Konsultan dan Kontraltor Tata Suara. Beliau dapat dihubungi di nomor 0818225113, atau e-mail ke tujuh10@hotmail.com
Box Khusus :
Oksidasi
Mengapa kabel teroksidasi?
Tanda-tanda kabel yang teroksidasi adalah berwarna kehitaman atau kecoklat-coklatan, jika kabel sudah teroksidasi, maka suara yang dhasilkan akan bersuara buruk. elain itu oksidasi perlu diwaspadai, oleh karena kemapuan kontaknya menurun dan mengakibatkan arus yang melompat seperti konsleting. Hal ini terjadi oleh karena bagian kontak dari kabel terlapisi oleh permukaan kabel yang telah teroksidasi sehingga kabel tidak menempel dengan benar.
Langganan:
Postingan (Atom)