Minggu, 18 Januari 2015

Sound System Untuk Ibadah Dalam Gereja


Esensi Dari Ibadah Kristiani
          
       Banyak orang pergi beribadah ke gereja tanpa menyadari esensi dari ibadah di dalam gereja itu sendiri. Menyembah, memuliakan Tuhan dan mendengarkan pesan Tuhan melalui hambaNya adalah esensi yang utama dari ibadah itu sendiri, disamping merasakan kedekatan dengan Tuhan di dalam rumahNya. Liturgi dalam gereja selalu diawali dengan pujian dan penyembahan, dengan berbagai macam instrumen pengiring, mulai dari organ hingga alat musik tradisional. Setelah pujian dan penyembahan akan di sambung dengan pesan pemimpin gereja atau khotbah, dan diakhiri dengan penutup. Semua ini berlangsung pada satu tempat yaitu mimbar atau untuk agama Katholik disebut dengan altar.
             Sudah barang tentu sepanjang ibadah berlangsung maka fokus dari seluruh jemaat atau umat mengarah ke satu tempat yaitu ke arah mimbar di mana semua tata cara ibadah berlangsung. Di dalam kitab perjanjian lama banyak dituliskan menganai tata letak dari kemah suci dan bait Allah, dan sudah diatur tempat di mana Imam Besar dapat masuk dan batas di mana umat Israel berada.
            Yang menarik untuk diperhatikan adalah dalam Daniel 6 : 10, Daniel berdoa sambil membuka jendela ke arah ke Yerusalem, mengapa Daniel melakukan ini? Ia ingin memfokuskan diri, secara hati, pikiran dan fisiknya untuk tujuan utamanya, yaitu berdoa untuk bangsanya dan kota Yerusalem. Didalam Kitab Keluaran banyak dibahas soal aturan pembangunan kemah suci, inilah yang menjadi awal konsep dari pada ibadah Kristiani, Mesbah di mana tepat suci bagi imam untuk mempesembahkan korban bakaran, mesbah ini yang menjadi fokus dalam ibadah Bangsa Israel. Demikian pula dengan gereja modern pada saat ini, pada saat ibadah berlangsung dapat dipastikan kita duduk mengarah ke arah mimbar, dan bukan hanya sekedar bermaksud memposisikan diri ke arah mimbar, melainkan juga mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan.

Fokus ke Arah Mimbar
            
             Kami sekeluarga pernah mengikuti ibadah di Gereja Vineyard di Auckland New Zealand, oleh karena jemaatnya banyak yang berasal dari negara kepulauan sekitar New Zealand. Dengan gayanya yang santai, namun tetap tertib, kami bisa duduk di lantai bersama dengan anak-anak, atau di kursi. Namun sepanjang ibadah berlangsung tetap kami memfokuskan diri ke arah mimbar.
                Gereja modern saat ini menggunakan alat bantu dalam bentuk sound system dan multi media dalam peribadatan. Namun sayang, sering kali justru alat bantu ini malah mengganggu fokus jemaat ke arah mimbar. Manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh, ketiganya ini harus bersatu pada saat kita beribadah. Apa yang kita pergunakan untuk memahami apa yang dipresentasikan oleh alat bantu peribadatan tadi, panca indera.
           Suara yang dihasilkan sound system akan ditangkap telinga yang sebagai bagian dari panca indera yang digunakan untuk mendengar suara. Seringkali suara sound system yang terdengar di dalam gereja terdengar bising, bergaung (dengan alasan akustik yang buruk), atau bahkan terdengar dari belakang kepala jemaat. Mengapa demikian?

Salah Memposisikan Speaker

               Banyak orang memasang speaker dengan cara mudah saja, dengan menggunakan tiang kaki tiga ataupun bracket untuk tembok. Penempatan di mana saja yang dirasa kurang, bahkan di belakang dekat dengan jajaran kursi paling belakang. Penempatan dengan bracket pada dinding, akan mengakibatkan bagian tengah menjadi terasa kosong, dan ada suara yang dipantulkan oleh dinding. Penempatan speaker dengan menggunakan tiang kaki tiga, menimbulkan masalah lainnya, seperti suara yang banyak dipantulkan oleh plafon, sehingga kembali ke arah jemaat seperti gaung kesannya. Tempat untuk kedudukan kaki tiga juga membuat masalah, karena memakan ruang dan berbahaya jika tertarik kabel speakernya dapat roboh. Masalah lainnya dari kedua cara ini adalah, ketika jemaat yang duduk dibagian belakang merasa kurang mendengar, maka akan ada permintaan untuk menaikkan volume suara. Ke arah bagaian belakang tentu saja dirasakan cukup, tetapi di bagian depan menjadi terlalu keras dan bising. Seperti sudah kita ungkapkan di atas sebelumnya bahwa maslaah gangguan pendengaran di dalam gereja adalah gaung, bising, dan suara yang tidak fokus.
               Lalu harus bagaimana? Kita harus menggantungnya di tengah jajaran kursi, sehingga pas membagi jajaran kursi ke arah kiri dan kanannya. Dengan menggantung speaker dan mengarahkannya ke arah jemaat, kita sudah menjadikan jemaat sebagai bahan akustik dan ini mengurangi energi yang terbuang ke arah di mana tidak ada jemaat, seperti dinding dan plafon. Kedua bagaimana kalau gedung terlalu panjang, pasti suara speaker yang kita gantung akan kurang terdengar, satu-satunya cara adalah menambahkan speaker di area yang mulai dirasakan speaker utama yang tergantung di depan telah dirasakan agak berkurang.
       Pada bagian lain dari blog ini telah disingung soal gaung di dalam gedung gereja, memang dapat dikurangi oleh pengukuran dengan menggunakan komputer. Namun tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, kemudian suasana ruang (ambience) tetap diperlukan, mengingat salah satu bagian dari desain gereja tradisional adalah adanya gaung ruangan yang menimbulkan kesan megah, memang ini disebabkan karena pada saat desain gedung tersebut dibuat masih mengandalkan suara tanpa pengeras suara. Memang gaung dalam gedung gereja yang berlebihan tidak kita inginkan, tetapi kita juga tidak ingin merasa beribadah di dalam sebuah kotak kecil, melainkan di dalam "ruang". Oleh karena itu kita harus mengakali letak speaker agar tetap membuat jemaat fokus ke arah mimbar dan mengukur gaung yang terjadi di dalam ruangan setelah ada speaker.

Mendekatkan Mimbar dan Hubungannya Dengan Peletakkan Speaker

       Gereja modern memang suadah tidak lagi mengandalkan bagunan yang tinggi dan megah, melainkan lebih kepada bangunan sederhana untuk fungsi ibadah. Dengan adanya alat bantu di dalam gereja modern, bertujuan untuk mendekatkan mimbar kepada jemaat, bahkan ada beberapa gereja yang membuat mimbarnya berada di tengah jemaat. Saya pada saat memasang instalasi sound system untuk gereja Katholik di Lampung sempat berbincang dengan seorang romo, lalu saya bertanya, mengapa gereja katholik yang sedang dibangun ini tidak berbentuk seperti salib, seperti pada umumnya gereja Katholik yang dibangun sebelumnya. Kemudian beliau menjawab, gereja Katholik yang baru dibangung saat ini banyak mengubah bentuk gereja dari bentuk seperti salib, menjadi bentuk segi 8 atau 6. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan jarak altar dengan umat, sehingga romo atau pastur tidak berjarak dengan umat, melainkan dekat dengan umat, kesan inilah yang ingin ditimbulkan dengan membuat gedung berbentuk segi 8 atau segi 6.
    
   
         Kemudian saya berpikir, bagaimana penerapan konsep ini pada semua gereja, bahwa mimbar tidak lagi terasa “jauh” di sana. Tentu saja gereja besar yang menggunakan sound sistem yang bersuara benar dan baik, dengan mudah mengakomodasi kebutuhan ini, namun bagaimana untuk gereja kecil? Inilah letak permasalahannya, gereja kecil sudah barang tentu tidak mampu membeli peralatan yang baik kualitasnya. Dapatkah sound sistem dengan harga yang terjangkau mengakomodasi kebutuhan ini? Tentu saja dapat, selama secara teknik respon fasa dari komponen-komponennya menyambung.Banyak pendapat mengatakan yang penting suara speaker "flat" secara respon suaranya. Ternyata bukan hanya frekuensi responnya saja yang harus flat, melainkan juga fasa dari komponen-komponen setiap speaker harus menyambung dan tanpa gangguan, maka baru suara speaker dapat di dengar pada area di depan speaker secara merata.

Memfokuskan Suara Speaker

     Dapatkah suara di dalam gereja kita fokuskan? Tentu saja dapat, kita dapat memfokuskan suara speaker dengan mengukurnya berdasarkan suara apa yang datang paling lambat. Sudah barang tentu suara yang berasal dari mimbar adalah suara yang akan datang paling terakhir, suara ini dapat kita jadikan acuan untuk membuat semua suara speaker seolah-olah berasal dari mimbar. Pengukuran ini tidaklah mudah karena harus menggunakan software komputer, dan kemudian di arahkan seolah-olah berasal dari mimbar. Pengalaman saya sendiri, selama 14 tahun, 1998 – 2012, saya tidak pernah mengerti bagaimana caranya, padahal software komputer yang saya pergunakan sampai hari ini masih tetap sama, ini dikarenakan pemahaman konsep membacanya yang baru saya kuasai setelah melatih diri dan memperdalamnya lebih lagi.

Kamis, 02 Januari 2014

BERAPA KALI GEREJA HARUS MEMBELI PERLATAN SOUND SYSTEM?

MENGAPA GEREJA HARUS MEMBELI SOUND SYSTEM BEBERAPA KALI?


Pak Suara Sound Kami Tidak Jelas dan Berisik



      Keluhan ini seringkali diungkapkan oleh pengurus gereja atau bahkan pemain musik maupun soundman. Banyak pengurus gereja yang bingung, bagaimana harus menyelsaikan masalah yang mereka hadapi, mereka sudah menuruti berbagai saran, namun tetap saja masalah ada pada mereka. Lalu siapa yang harus mereka percaya untuk dapat menjadi penyelamat telinga mereka di dalam gereja?
        Kasus yang lebih umum lagi adalah terjadinya tuding menuding di antara soundman dan musisi, bahkan yang lebih parah atara panitia pembangunan gereja dengan majelis atau gembala. Soal apa yang mereka ributkan? Antara panitia pembangunan dan pengurus umumnya disebabkan karena tidak adanya dana untuk akustik gedung sehingga mengakibatkan gedung bergema. Atara soundman dan musisi gereja atau pelayan mimbar adalah lebih disebabkan karena pemain musik merasa tidak mendengar suara alat musiknya dan terus menaikkan volume suara instrumennya.
      Kasus-kasus inilah yang membuat banyak perpecahan atara pihak-pihak yang terlibat langsung menangani kasus-kasus ini, namun seringkali mereka datang pada orang yang tidak mengerti harus berbuat apa sebenarnya. Contoh kasus pada foto sebelah ini adalah GBI KCT di Serpong Jakarta, sebelum kami set dengan benar, gereja ini sudah membeli perlatan dari toko dan memasangnya sendiri, namun tidak pernah bersuara dengan benar. Seperti pada umumnya yang terjadi adalah saling menyalahkan antara pelayan mimbar dan soundman. Apa yang menjadi penyebabanya? Mengapa hal ini bisa terjadi?

Paling Mudah... Akustik yang Salah

      Sebuah gereja di Salatiga yang meminta saya untuk melihat sound system yang mereka miliki selama beberapa tahun dan tidak pernah terdengar suaranya benar. "Pak Emir bisa datang mengeset sound gereja kami? Tetapi gereja kami tanpa peredam di dalamnya lho...". Dengan rasa penasaran saya datangi gereja tersebut, Gereja Pantekosta Efrata Salatiga namanya. Gereja ini sebenarnya sudah memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mengeset sound dengan benar. Namun sudah 4 orang yang datang untuk mengeset gereja ini dan sudah lebih dari 3 kali mereka membeli peralatan sound system, tetapi tetap saja masalah yang ada tidak selesai dengan benar. Sebenarnya apa yang menjadi masalah dalam gereja ini? Memang pada saat saya cek suara bergaung lebih dari 3 detik, bagaimana saya bia mengatasinya? tentu saja tidak mungkin tanpa akustik?
   Pertanyaan yang sama dengan semua orang sebelumnya saya lontarkan.. ke mana peredam akustiknya? Jawabannya adalah selalu juga menjadi jawaban yang klasik.. kami belum mampu memasangnya.. waduh... Apa yang harus saya lakukan? Saya teringat dengan satu teknik mengetes gema ruangan, 1 orang tepuk tangan dalam gedung bergema sekalipun akan tetap terdengar 1, hanya saja dengan suara ekor beberapa detik kemudian dari tepukan tangan tersebut. Speaker telah berada pada posisi seperti pada gambar di sebelah ini, manajemen speaker pun sudah ada, saya buka dan kemudian saya keluarkan komputer saya dan mulai mengetes. Ternyata banyak parameter yang salah, saya mencoba mengesetnya, namun suara yang jernih dan jelas masih belum kami dapatkan.
     Staff saya melihat sesuatu yang janggal, "Pak kabelnya ternyata kabel murah dari berbagai merek..", segera saja saya katakan untuk ia menggantinya dan menyamakan panjangnya. Saya tinggalkan staff saya untuk mengganti dan menyakan panjang kabel untuk membeli makan siang. Setelah makan siang dan kami merasa lebih segar, kami tes ulang dengan membuat speaker utama di depan sebagai acuan, kemudian speaker yang berada di tengah ruangan kami delay ke depan dan speaker yang berada di belakang ke depan, demikian juga speaker yang berada di atas balkon. Saya EQ satu persatu sehingga orang yang berjalan dari depan ke belakang tidak merasa ada perubahan suara atau suara seperti dipelintir.
     Ternyata setelah kami set ulang, suara menjadi lebih fokus ke tengah mimbar dan tidak lagi terasa berasal dari speaker. Seolah suara yang bergaung (susul menyusul) menjadi berkurang, namun ekor gaung yang 3 detik lebih tadi tetap ada. Tetapi suara yang dihasilkan speaker dapat di dengar dengan baik, di banding sebelumnya dengan delay dan parameter EQ yang sangat tidak tepat.

Ini Merek Terkenal Lho..

      Inilah yang sering terlontar dari gereja yang membeli sound "bermasalah" mereka banyak bersembunyi di balik merek terkenal, dengan harapan merek terkenal akan menyelesaikan masalah mereka, tentu saja ini adalah harapan yang hampa. Banyak gereja terjebak dengan merek, dan menyangka bahwa sound itu mudah, tinggal sambungkan dan bunyi. Dahulu memang demikian, namun jaman telah berubah, tuntutan jemaat untuk berbakti dengan mendedikasikan hatinya hanya untuk Tuhan menjadi priorita utama. Sayang jemaat saat ini sudah tercemar telinganya dengan teknologi dan suara yang nyaman di dengar.
       Banyak saya jumpai si merek terkenal ini ternyata di pasang begitu saja tanpa memikirkan bahwa inti dari pada ibadah di dalam gereja adalah kehadiran Tuhan di tengah-tengah jemaat. Apa yang terjadi, bukanlah terasa hadirat Tuhan, namun yang ada adalah suara bising speaker bersahutan.
      Pada gambar di sebelah ini adalah Gereja Katholik Pandu Bandung, yang sudah terpasang speaker merek Turbosound dan Tannoy, tetapi manajemen speaker yang mereka punya hanya dbx Driverack PA yang delaynya sangat pendek dan tidak mencukupi. Saya ganti manajemen speakernya dengan dbx Driverack 260 yang delaynya jauh lebih panjang, cukup untuk mendelay antara 2 buah speaker dengan jarak yang jauh.
   Seperti biasanya kami mendelay speaker bagian belakang gedung, sehingga seolah suaranya datang dari arah depan. Dalam liturgi Katholik semua urutan dalam tata cara ibadah harus berpusat pada altar, kecuali pada saat jalan salib, demikian juga dengan perhatian umat harus tertuju npada altar. Setelah kami set delay dan EQ dengan benar maka suara yang bersusul-susulan menjadi seolah datang dari altar yang menjadi inti dari pada liturgi ibadah umat Katholik.

Libatkanlah Orang yang Mengerti Mengeset Sound dan Akustik

       Saya sangat menganjurkan agar ada orang yang mengerti akustik dan sound system pada saat pembangunan gereja. Mahal? Tentu tidak, dari pada sesudahnya memanggil orang yang katanya mengerti sound, mencoba si A, mencoba si B, namun tidak menyelesaikan masalah, malah dana yang dikeluarkan lebih dari pada yang seharusnya di keluarkan. Hati-hati dengan oranya yang mengaku bisa dan menawarkan ini dan itu yang katanya diperlukan, membeli speaker untuk di tempatkan di dalam gereja bukanlah hanya mengikuti trend. Saya sudah memeperbaiki beberapa gereja yang terkena demam line aray, karena dianggap cukup kuat suara line array, dana gereja-gereja itu juga sangat kuat, namun mereka lupa, plafon gereja kurang tinggi. Apa akibatnya? Karena plafon gereja yang kurang tinggi, maka suara line array yang digantung di atas mimbar, terdengar sangat memekakan telinga bagi jemaat yang duduk pada barisan depan.
        Bagaimana jika sound system di gereja anda sudah ada dan tidak pernah benar suaranya? Sebenarnya apa yang diperlukan untuk memeprbaikinya? Saat ini teknologi sudah maju, suara bisa disetir melalui loudspeaker manajemen, alat ini berupa alat digital yang kita bisa set dan kunci dengan password. Dalam alat ini tercakup semua yang kita perlukan untuk mengeset atau mengakali suara. Saya sarankan untuk tidak membeli equalizer ataupun crossover analog, karena akan banyak tangan yang memainkannya, sehingga akan merugikan banyak pihak. Mulai dari pertengkaran antara soundman dan musisi, soundman dengan pengurus dan bahkan dengan gembala. Karena akan mudah sekali orang mengganggu set alat ini.
        Satu saja pesan dari saya, jangan mempercayai orang yang hanya membawa misi marketing, yang bertujuan hanya menjual sesuatu pada gereja, dan bukan menyelesaikan masalah, mengeset sound dengan benar. Stop penghamburan uang jemaat untuk pembelian peralatan sound system yang tidak diperlukan, belilah dari orang yang memiliki kemampuan mengeset sound dengan benar untuk gereja, dan orang yang mengerti benar susunan liturgi ibadah di dalam gereja anda.




Rabu, 01 Januari 2014

SUARA SPEAKER MENJADI TERDENGAR BERISIK? APA SEBABNYA?

MENGAPA SUARA SPEAKER TERDENGAR BERISIK?


Pak Berisik...


     Pak suara soundnya berisik.. Dari mana berisiknya? Mengapa berisik? Saya harus bagaimana? Pertanyaan ini yang timbul di benak kita pada saat orang protes akan sound yang kita pasang atau kendalikan, namun seringkali kita sulut mengartikan apa yang orang sampaikan kepada kita, di mana (frekuensi berapa) dan apa yang diartikannya dengan berisik. Orang awam akan sulit mencerna mengapa timbul suara berisik, memilah masalah sumber suara tersebut darang dari mana. Kita sebagai sound engineer yang harus mencermatinya dan memillah mana yang harus kita kurangi dan mana yang harus kita benar-benar singkirkan.
      Bagaimana kita menterjemahkan apa yang menjadi keluhan orang? Jika kita sendiri tidak mengerti apa yang harus kita kurangi atau menyingkirkan frekuensi yang mana yang membuat orang merasa berisik. Lebih jauh lagi apabila kita tidak mengetahui di frekuensi mana yang membuat berisik, maka pasti kita tidak tahu asal sumber kebisingan tersebut. Yang saya maksudkan di sini adalah bukan sekedar kita menunjuk.. "O.. ini gitar yang membuat berisik.." atau "O ini terjadi karena kita menggunakan mic murah tiruan buatan Cina..".
        Bahkan banyak orang berpikir suara berisik yang ia dengar berasal dari speaker buatan Cina yang ia beli di toko, walaupun ia sendiri sudah mendengarkan suaranya sebelum membeli. Ternyata masih banyak contoh kejadian yang lebih parah lagi, orang yang sudah membeli speaker bermerek, namun ternyata mereka merasa speaker bermerek tersebut bersuara sangat menyakitkan telinga dan mereka ingin menggantinya lagi. Mari kita telusuri beberapa penyebab sumber suara berisik pada speaker, sebelum kita menuduh pemain musik yang menjadi sumber suara berisik.
       Foto di sebelah kanan adalah Lounge dari Star Orange di Serpong, pada saat kami diminta mengeset ulang tempat ini, banyak speaker rusak, terutama subwoofernya karena dipaksakan untuk mengalahkan suara berisik yang dihasilkan speaker full rangenya. Begitu banyak yang terjadi di tempat ini, sehingga ada yang menyalahkan pemiliknya membeli asal saja barang Cina yang murah di Glodok. Namun kami bisa membuktikan bahwa anggapan tersebut adalah salah. Ternyata permasalahannya adalah pada delay, polaritas dan EQ. Penyetelan yang benar mampu memperbaiki suara berisik yang sebenarnya tidak perlu timbul.


Polaritas yang Terbalik

        Polaritas yang terbalik adalah salah satu penyebab utama suara yang telinga kita dengar bersuara berisik. Ternyata bukan hanya pendengaran kita saja yang menganggapnya berisik, namun microphone pun mengganggapnya demikian, apa yang akan ditangkap microphone? Microphone akan menjadi lebih mudah feedback! Saya berkesempatan mengukur sebuah instalasi seorang teman pada sebuah gereja, namun saya sangat terkejut akan hasil yang saya lihat di layar komputer saya, saya lihat gambar polaritas speaker yang terbalik. Speaker yang dipasang di tempat saya mengukur tersebut tidaklah murah, harganya ribuan US$. Teman saya yang memasang tempat ini pun bukan orang sembarangan, dia adalah salah satu yang terbaik di Indonesia untuk mengeset sound sistem.
        Sebelumnya saya menjawab teman yang memanggil saya ke gereja tersebut... "Kalau dia yang mengeset suaranya tidak benar, berarti soundman kalian yang bodoh...!". Lho orang terbaik di Indonesia kok yang mengesetnya.

      Ternyata saya menemukan memang speakernya yang terbalik polaritasnya. Mengapa bisa demikain? Kemungkinan mereka tidak memperdulikan polaritasnya, mereka mengeceknya sebelum mereka aplikasikan titik crossover, tentunya kecuraman dan jenis crossover akan mempengaruhi polaritas. Karena jenis dan kecuraman crossover adalah vektor, vektor memiliki arah, dan arah ini dapat menggeser fasa, bahkan hingga terbalik.
           Pada gambar di samping ini polaritas yang terbalik digambarkan oleh garis oranye, jika diperhatikan frekuensi respon sebelum dan sesudah dibalik polaritasnya tidak terdapat perubahan. Namun pada gambar atas berupa gambar fasa, justru terjadi perubahan yang luar biasa. Fasa low berada di bawah titik 0 derajat, Sedangkan mulai 2 kHz hingga 10 kHz fasa berada di atas 0 derajat. Apa yang telinga kita respon dari fasa oranye? Suara tinggi 2 kHz ke atas akan terasa dominan di banding suara mid dan low, dan microphone menangkap suara yang "seolah" berlebih ini sebagai potensi feedback, saya akan menjelaskan potensi feedback ini dalam artikel lainnya.
      Setelah kami balik polaritasnya, suara terdengar lebih berisi dan tidak berisik seperti awalnya, karena setelah kami balik mid dan low yang lebih direspon sebagai sesuatu yang dominan.

Titik Crossover Antar Komponen

         Titik crossover ternyata adalah salah satu sumber dari suara yang terdengar berisik, mengapa bisa terjadi hal ini pada titik crossover? Gambar di bawah ini adalah crossover antara komponen speaker low dan high perhatikan pada titik crossover di antara 2 kHz hingga 4 kHz, jika penggabungan antar 2 komponen terjadi dengan baik maka akan  terjadi penjumlahan secara akustik di tempat kita mengukurnya. Penjumlahan ini akan terdengar berisik, apa yang harus saya lakukan? Saya kurangi frekuensi-frekuensi di sekitar penjumlahan ini maka suara berisik pun berkurang jauh. Tidak ada yang salah dengan paloritas maupun fasa pada kasus ini, hanya sebagai akibat frekuensi yang berlebih yang terjadi pada area titik crossover antar kedua komponen tersebut.




     Kasus lainnya adalah karena impedansi yang melampaui 8 ohm pada area titik perpotongan crossover, terutama kebisingan akan timbul disebabkan oleh komponen low pada area sekitar titik cossover. Kejadian ini hanya terjadi pada crossover pasif, seringkali peningkatan impedansi dapat mencapai lebih dari puluhan ohm. Apa akibat dari peningkatan impedansi ini? Konus speaker akan bergerak secara tidak teratur pada saat nilai impedansi tersebut terpenuhi oleh kekuatan arus yang mencukupi. Kapan suara bising ini terdengar? Yaitu pada saat power kita kencangkan volumenya mendekati nilai arus yang dibutuhkan untuk impedansi yang puluhan ohm tadi bersuara optimal sebenarnya. Apa yang harus kita lakukan jika demikian? Kita dapat memilih speaker komponen, low terutama, dengan impedansi mid yang relatif stabil, tidak meningkat lebih dari belasan ohm di titik crossover yang kita inginkan.


       
        Perhatikan pada gambar di atas ini saya ambil dari sebuah speaker buatan Amerika yang menjadi speaker favorit saya. Pada awalnya saya tidak mengerti, mengapa jika saya kencangkan volume pada mixer, suara speaker menjadi kasar dan seakan mengacak-acak telinga. Setelah saya paham arti impedansi, saya perhatikan spesifikasi speaker tersebut, pada gambar bagian pojok kiri bawah terdapat pengukuran impedansi. Simak baik-baik angka yang tertera pada spesifikasi setelah mereka gabungkan atar 2 komponen pada area titik crossovernya mencapai angka hingga 80 ohm. Spesifikasi speaker ini adalah rata-rata 8 ohm, apa akibatnya jika 80 ohm? pada saat power kecil, maka suara seputar titik crossover akan terdengar baik-baik saja, namun setelah arus dengan nilai tertentu tercapai maka suara di seputar impedansi 80 ohm tersebut bukannya bersuara baik, malah menjadi bersik, karena gerakan konus low menjadi tidak terkontrol.

Kurangilah dan Hindarilah Frekuensi yang Mengakibatkan Suara Berisik

      Kesimpulan yang saya bisa tarik adalah, adanya dua area penyebab suara berisik yang memekakkan telinga atau yang menusuk telinga. Untuk suara yang memekakkan telinga berada pada sekitar 1 kHz hingga 4 kHz, kemudian yang menusuk telinga lebih tinggi dari 4 kHz. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi berisik ini, mulailah dengan mendelay speaker dengan benar (jika jumlah komponen lebih dari 1) kemudian EQ-lah dengan benar sistem tersebut, niscaya suara yang bening dan jelas seperti yang kita impikan bisa kita dapatkan.

Kamis, 25 Maret 2010

TITIK PERPOTONGAN FREKUENSI (CROSSOVER BAGIAN I)

TITIK PERPOTONGAN FREKUENSI (CROSSOVER BAGIAN I)
Oleh Emir F. Widya




Seorang soundman di sebuah club di Padang menunjuk sub woofer JBL SRX 4719 dan mengatakan “Mana crossover di dalamnya? Kalian ke manakan crossover di dalamnya.. ?”. Pernahkah subwoofer pasif diberikan crossover pasif di dalamnya? Apa sebenarnya pengertian crossover? Apa itu crossover pasif? Apa itu crossover aktif?

Kurang Pengertian

Memang ada beberapa merek yang kurang kita kenal membuat subwoofer pasif dan menambahkan crossover pasif di dalamnya. Akan tetapi ternyata crossover pasif ini tidak menolong banyak, malah menghabiskan power. Pendapat semacam ini sebenarnya karena kita kurang mengerti crossover secara lebih mendalam.
Banyak orang salah mengartikan pemberian crossover di dalam subwoofer dianggap bermanfaat, tetapi malah merugikan, karena menghambat suara dan membuat panas crossover pasif tersebut saja. Di samping itu kemiringan filter yang di dapat juga kurang memuaskan, hanya sebanyak 18 dB per oktaf saja.




Gambar A. Jajaran subwoofer Tee Box Padang

Tanpa Suara Hentakan

Ketidak hadiran suara hentakan dari sebuah subwoofer, dapat disebabakan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah sebagai berikut :

• Penempatan subwoofer yang salah, di sudut ruangan sehingga bergaung.
• Pemilihan jenis subwoofer yang salah, tidak sesuai peruntukkannya, atau desain subwoofer yang salah.
• Selisih fasa antara subwoofer dengan speaker full range pada titik perpotongan frekuensi (crossover point).
• Kecuraman dari filter pada titik perpotongan frekuensi.
• Komponen atau isi dari subwoofer yang tidak sesuai dengan box maupun peruntukkannya.
• Polaritas subwoofer atau speaker full range yang salah.
• Posisi pendengar berada di tempat yang salah, pada area di mana suara rendah justru saling menghilangkan (canceling).
• Jumlah dan jarak antar subwoofer.
• Besarnya power dan karakter power ampli yang kita pergunakan.

Masih banyak lagi faktor lainnya yang dapat kita kumpulkan mengenai permasalahan suara sebuah subwoofer. Saat ini penulis hanya akan memfokuskan kita pada langkah yang paling utama, yaitu pada polaritas dari subwoofer dan fullrange saja, untuk permasalahan lainnya akan penulis bahas pada kesempatan berikutnya.

Polaritas Acuan

Mengapa harus polaritas? Bagaimana dengan polaritas subwoofer? Apakah polaritas subwoofer harus sama dengan polaritas speaker full range? Atau haruskah polaritas subwoofer terbalik dari polaritas speaker full range? Ini semua adalah pertanyaan yang timbul pada saat kita akan memasang sebuah subwoofer dan sebuah speaker full range, polaritas siapakah yang akan kita jadikan acuan? Apa itu polaritas? Polaritas adalah posisi kutub positif dan kutub negatif dari kabel yang menghantarkan arus maupun sinyal antar alat sound sistem, apakah posisi sambungan terseubut akan membuat komponen speaker bergerak maju atau malah bergerak mundur. Daun speaker siapa yang harus bergerak maju? Apakah daun woofer speaker full range? Apakah daun woofer subwoofer? Atau kedua-duanya?
Dari sekian banyak kasus dan pengalaman penulis, penulis hanya akan memusatkan perhatian pda polaritas woofer dari speaker full range secara khusus. Mengapa demikian? Woofer pada speaker full range adalah komponen yang menghasilkan suara rendah. Pada umumnya sasaran utama sound sistem yang kita set adalah menghasilkan suara vokal yang terdengar jelas dan tebal. Coba perhatikan apa yang terjadi apabila polaritas woofer speaker full range kita balikkan? Apa yang akan terjadi? Suara vokal yang akan paling banyak terpengaruhi adalah suara vokal laki-laki. Suara vokal laki-laki akan terdengar kurang tebal, ini sebagai akibat fasa pada suara rendah menjadi terbalik. Akibatnya adalah telinga kita dipaksa mendengarkan suara yang dihasilkan woofer speaker full range sececara terbalik, inilah yang membuat suara rendah vokal laki-laki menjadi terdengar tipis. Mengapa demikian? Ini perlu penjelasan panjang lebar, penulis akan menuliskannya di lain kesempatan.
Bagaimana caranya untuk mengetahui posisi polaritas sebuah komponen? Untuk mengetahui polaritas dengan mudah dan cepat, gunakanlah alat pengecek polaritas (polarity checker). Alat ini akan memberikan tanda hijau apabila daun woofer tersebut bergerak maju.


Catatan Penting :
Perhatikan polaritas konektor XLR dari setiap alat yang anda rangkai, apakah mixer, power, dan lain-lain, termasuk polaritas tone generator dari alat pengecek polaritas. Alat-alat sound system pada saat ini telah megacu kepada penggunaan pin nomor 2 sebagai kutub +, sedangkan alat-alat sound system sebelum peraturan ini dikeluarkan menggunakan pin nomor 3 sebagai kutub + pada konektor XLR-nya. Jangan lupa untuk mengecek polaritas konektor XLR pada tone generator dari alat pengecek polaritas.

Cara lainnya untuk mengecek polaritas woofer adalah dengan menggunakan baterai 9 volt, akan tetapi cara ini akan sangat menyulitkan. Karena untuk melihat pergerakkan daun woofer dengan mata kita akan sangat sulit, apakah woofer yang kita cek daunnya bergerak maju atau bergerak mundur.

Berlatih Mendengarkan Penggabungan Suara Yang Benar

Proses selanjutnya adalah anda hanya perlu mendengarkan suara yang dihasilkan dari penggabungan antara suara subwoofer dan speaker full range. Apabila suara rendah bertambah (summing), atau mungkin juga frekuensi respon tetap dalam kondisi flat (tanpa penambahan atau pengurangan). Dapat dikatakan subwoofer sudah dalam posisi polaritas yang benar dengan speaker full range. Namun jika polaritas subwoofer berada pada posisi yang salah, maka suara rendah akan terdengar tertekan (canceling) pada frekuensi tertentu. Tentu saja cara ini memerlukan kepekaan telinga anda, dan anda harus melatih telinga anda untuk mendengarkan fenomena yang terjadi ini. Apabila anda memiliki RTA (real time analyzer), maka melalui RTA, anda akan dapat melihat apa yang terjadi dengan lebih jelas.
Suara yang bagaimanakah sebenarnya yang kita cari? Tentu saja kita harus mendapatkan suara yang semakin bertambah (summing), atau justru malah yang saling menghilangkan (canceling) antara subwoofer dan suara rendah yang dihasilkan oleh speaker full range. Pada frekuensi berapa penambahan ini akan terjadi? Efek ini pada umumnya terjadi tidak jauh dari area di sekitar titik perpotongan frekuensi yang telah kita pilih. Sebagai contoh, apabila anda menaruh titik perpotongan frekuensi pada frekuensi 100 Hz, maka efek saling menambah akan berada pada frekuensi setelah 100 Hz, demikian pula apabila kita balik polaritas dari subwoofer maka efek saling menghilangkan akan juga timbul pada frekuensi setelah 100 Hz. Perhatikan Gambar B. tidak terjadi efek saling menghilangkan pada rentang frekuensi rendah setelah titik perpotongan frekuensi pada frekuensi 90 Hz.




Gambar B. Frekuensi respon yang benar antara subwoofer dan full range.

Efek saling menghilangkan atau penambahan pada frekuensi rendah, justru terjadi tidak pada rentang frekuensi subwoofer (yang berada di bawah titik perpotongan frekuensi). Gangguan ini justru terjadi pada rentang frekuensi rendah dari speaker full range. Mengapa demikian? Energi subwoofer umumnya lebih besar dari pada energi speaker full range, sehingga sangat jarang sekali area rentang frekuensi subwoofer yang terpengaruh, kecuali subwoofer dan speaker full range berada pda tingkat kekuatan yang sama. Kemungkinan lainnya adalah disebabkan karena distorsi harmonik yang timbul dari suara subwoofer itu sendiri yang mengakibatkan efek saling menghilangkan pada rentang frekuensi rendah yang berada pada rentang frekuensi rendah speaker full range.

Saling Menambahkan

Suara hentakan yang kita dengar, terdapat di antara frekuensi 100 Hz hingga 125 Hz. Frekuensi ini dihasilkan baik oleh subwoofer, maupun speaker full range. Hanya saja apabila terjadi efek saling menghilangkan terjadi pada frekuensi ini maka suara hentakan akan tenggelam oleh frekuensi lainnya yang terdengar lebih menonjol. Ini disebabkan karena energi subwoofer lebih besar dari energi suara rendah speaker full range, efek saling menghilangkan (canceling) justru terjadi di antara rentang frekuensi tersebut.
Besar harapan penulis apa yang harusnya menjadi dasar pemasangan subwoofer dapat kita pahami sekarang, bahwa suara hentakan tidak hanya bersumber dari suara subwoofer saja. Melainkan berasal dari penggabungan antara suara yang dihasilkan oleh subwoofer dan suara rendah yang dihasilkan oleh speaker full range. Polaritas memainkan peranan penting dalam menghasilkan suara hentakan, kesalahan pada polaritas dapat mengakibatkan hilangnya suara favorit kita ini.

Penulis adalah pemilik dari 7 Konsultan & Kontraktor Tata Suara dan membantu untuk PT. Kairos Multi Jaya.

Minggu, 21 Maret 2010

MENYOLDER KABEL (KABEL DAN KONEKTOR BAGIAN II.)

MENYOLDER KABEL
KABEL DAN KONEKTOR BAGIAN II.
Oleh : Emir F. Widya



Kabel dan konektor, masih ingat artikel saya beberapa bulan lalu tentang jenis kabel? Permasalahan pelik dari perkabelan belum berhenti sampai kita mengenal jenis kabel. Ternyata bagaimana kita menyoldernya menjadi masalah paling pelik. Pengalaman 16 tahun di dunia sound sistem profesional membuat saya mengerti lebih jauh mengapa masalah sering terjadi dengan solderan. Saya akan membagikan sedikit rahasia dapur saya dalam artikel ini.


Pak Tolong Saya Pak

Beberapa tahun lalu saya dihubungi seorang teman baik saya dan meminta saya untuk membantu rekannya di Bandung karena proyek instalasi sound systemnya terancam batal. Tidak lama kemudian saya dihubungi rekan dari teman baik saya, “Pak tolong saya Pak.. proyek saya di Bandung terancam batal dan tidak dibayar”. Wah apa yang terjadi ini, saya harus menolong sesama rekan yang sedang dalam masalah saya pikir. Saat itu saya sedang berada di Jakarta, segera saja saya tancap gas pulang dari ke Bandung. Di tengah jalan tol di antara Bandung dan Jakarta saya di temui oleh Bapak yang telah menelepon saya. Kemudian ia menceritakan apa yang terjadi dengan proyeknya yang sedang dirundung masalah di Bandung.

Rupanya beliau sedang mengerjakan tempat hiburan yang sudah sempat dibuka namun pemiliknya segera menutupnya kembali, karena banyaknya permasalahan dengan sound sistem mereka. Pemilik tempat tersebut sudah marah-marah karena ternyata semua ruangan karaoke mereka tidak dapat digunakan. Saya bertanya-tanya, kok bisa ya? Selidik punya selidik ternyata semua sound sistem di dalam ruangan-ruangan karaoke tersebut mengluarkan suara mendengung. Mereka sudah tidak dapat berpikir lagi, mengapa suara dengungan bisa keluar dari speaker, dan penyebabnya tidak dapat mereka temukan. Dan tentu saja pemiliki tempat tersebut tidak mau membayar pekerjaan Bapak ini karena pekerjaannya dianggap tidak benar dan tuntas.


Pantas Saja Solderan dan Kabelnya Jelek

Akhirnya saya sampai di tempat tersebut di utara kota Bandung yang sejuk, tidak perlu menunggu lama, segera saya memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memeriksa sistem yang telah mereka pasang dalam ruangan-ruangan untuk karaoke. Sistem karaoke yang mereka gunakan adalah dengan memanfaatkan komputer sebagai sumber audio dan videonya. Setelah saya mendengarkan suara yang direproduksi oleh speaker, kesimpulan saya dari kasus yang terjadi hanya satu, yaitu, kabel! Ya mudah, hanya kabel saja. Saya menduga pasti kabelnya asal-asalan, benar saja ketika saya mengintip ke bagian belakang rak mereka, ternyata kabel mereka asal jadi semua. Perlahan-lahan saya lepaskan satu persatu sambungan yang ada dan saya dapati seperti apa yang dapat kita lihat pada Gambar A. hingga Gambar C. Mengapa saya katakan kabel tersebut hanya asal jadi? Ternyata banyak sekali sambungan kabel dengan konektor yang pada bagian solderannya yang tidak matang dan bercelah. Bukan hanya solderan saja, masih ditambah parah lagi dengan kabel yang mereka pergunakan juga tidak sesuai dengan peruntukkannya.



Gambar A. Sambungan yang buruk Neutrik NP2C palsu dan RCA.

Sudah cukup parah permasalahan yang mereka miliki, ternyata ibarat sudah jatuh masih tertimpa tanggal pula. Mereka juga menggunakan konektor Neutrik palsu dan kabel Canare palsu sehingga menambah runyam masalah yang mereka hadapi. Beberapa hari kemudian kembali saya temukan permasalahan lainnya, yaitu pada kabel listrik. Kabel listrik mereka juga bermasalah dan kabel listrik mereka benar-benar asal jadi, dengan nekat hanya menggunakan 2 kabel tanpa kabel ground. Akhirnya saya memang harus mengulang instalasi sound sistem 10 room karaoke mereka dari awal dan meneliti permasalahan setiap ruang yang umumnya memang bersumber dari kabel audio, video, dan listrik.



Gambar B. RCA paralel murahan dan Neutrik NC3FX palsu.



Gambar C. Solderan yang buruk, Canare L2-T2S palsu dan Neutrik NC3MX palsu.

Membuat Sambungan yang Benar

Sangar sering saya ditanya oleh banyak orang bagaimana cara menyolder yang baik dan benar. Rupanya cukup banyak orang sudah frustrasi menyolder kabel, seringkali sebenarnya kesulitan penyolderan terjadi karena alat-alat bantu yang salah atau tidak bahkan tidak membantu pekerjaan kita sama sekali. Tadinya saya pikir orang-orang yang frustrasi menyolder cuma terjadi di Indonesia saja, ternyata sampai ke negara tetangga Australia dan Malaysia penyakit ini menular juga. Pada umumnya di negara tetangga kita tenaga kerja mahal, mereka memilih menyolder kabel dan konektor mereka sendiri. Sebagai akibat mereka kurang mengerti dan kurang mahir menyolder, hasilnya dapat kita lihat. Bukan hanya kabel saja yang bermasalah tetapi sambungan konektor microphone mereka juga. Berkali-kali konektor laki-laki pada microphone mereka terlepas dari rumahnya, dan mereka memperbaikinya dengan menyolder. Di Malaysia saya baru-baru ini menemukan sesuatu yang tidak kalah menarik, rekan-rekan pelajar Indonesia yang ada di Malaysia menyolder kabel dengan cara yang unik, yaitu tanpa membuka rajutan pelindung kabel. Ha, ha, ha... yang mengherankan kok bisa kabel ini bekerja dengan baik.



Gambar D. Kawat kabel groundnya terlepas, konektor tersolder.



Gambar E. Herannya masih menyambung walaupun solderan tidak benar.



Gambar F. Timah terlalu banyak hingga solderan menggelembung, ini hasil solderan rekan Australia.



Gambar G. Ini solderan mahasiswa Indonesia di Malaysia

Tentu saja di dalam benak kita kembali timbul pertanyaan, “Bagaimana membuat sambungan antara kabel dan konektor yang baik dan benar?”. Tentu saja kita semua ingin mengetahui rahasianya bukan? Sebenarnya mudah saja, langkah yang paling penting sebenarnya adalah pemilihan alat-alat bantu yang benar. Apa yang kita perlu persiapkan sebelum kita menyolder? Alat-alat yang perlu kita persiapkan adalah sebagai berikut :

1. Cutter atau pisau, saya lebih senang yang sedikit kurang tajam, tujuannya adalah agar bagian dalam kabel tidak ikut terpotong.
2. Solder yang cukup panas, jangan menggunakan solderan kecil karena panas yang ada akan kurang, saya lebih menyukai yang berbentuk pistol dan dapat mencapai 120 watt.
3. Timah yang baik, jangan menggunakan timah yang terlalu banyak mengandung lemak atau yang berbentuk seperti minyak cair apabila kita sentuhkan dengan ujung solder. Sebenarnya lemak ini bertujuan untuk memudahkan timah dapat menempel pada permukaan yang akan kita solder.
4. Tang untuk memotong yang cukup tajam.
5. Saya selalu menyiapkan tissue untuk membersihkan ujung solderan.

Saya anjurkan untuk rekan-rekan yang baru mulai belajar menyolder, sebaiknya menggunakan kabel Canare L2-T2S yang asli. Karena hanya kabel inilah yang pembungkus luar kabelnya yang dapat bertahan dari suhu solderan yang tinggi atau ujung solderan yang kita tempelkan terlalu lama. Proses menyambungkan antara kabel microphone dan konektor XLR yang baik adalah sebagai berikut :

1. Potonglah bagian ujung kabel microphone sebanyak 2 cm secara melingkar, sekeliling pembungkus kabel bagian luar.



Gambar H. Kupas pembungkus luar kabel sebanyak 2 cm berkeliling.

2. Untuk kabel-kabel yang menggunakan pelindung yang berupa rajutan kawat-kawat yang sangat kecil. Lepasakanlah rajutan kawat tersebut terlebih dahulu, kemudian menyisirnya ke satu arah. Untuk melepaskan rajutan dan menyisir kawat-kawat tersebut dapat kita gunakan pinset atau obeng minus yang kecil. Setelah rapih tersisir kita pilin kembali kawat-kawat tersebut.



Gambar I. Bersihkan benang pengisi, sisir kawat-kawat pelindung, dan kupas bagian ujung kabel dalam sebanyak 3-5mm.

3. Pangkaslah benang-benang pengisi di antara kabel-kabel pada bagian dalam kabel microphone.
4. Kupaslah bagian ujung kedua kabel kecil untuk positif dan negatif yang terbungkus dengan lapisan PVC, kupaslah berkeliling hingga kabel terbuka sepanjang 3 sampai 5 mm.
5. Kemuadian balutlah ketiga kabel yang telah terbuka dengan timah, disarankan untuk menggunakan timah dengan titik lebur yang rendah. Kemudian potonglah ujung kabel yang telah kita balut tadi yang sehingga rapih dan sesuai dengan kedalaman mangkok tempat kita dapat memasukkannya ke dalam pin konektor untuk kita solder.



Gambar J. Bungkus hasil kupasan dengan timah, dan bersihkan mata solder selalu.

6. Penuhilah mangkok pada bagian yang akan kita solder pada konektor XLR dengan timah secukupnya. Jangan terlalu sedikit ataupun terlalu berlebihan. Jika anda menggunakan XLR murahan, anda tidak dapat menempelkan mata solder terlalu lama, karena akan membengkokkan konektor karena bahannya yang tidak tahan panas. Kurangnya timah akan tampak seperti pada Gambar K.



Gambar K. Kurangnya timah pada solderan

7. Panasilah mangkok tadi satu persatu hingga timah mencair dan masukkanlah kabel yang telah kita balut dengan timah tadi.

Mengapa saya membalut kabel yang sudah saya kupas atau kawat-kawat pelindung yang saya sisir? Tujuan utama pembalutan ini adalah agar tidak ada satupun kawat yang terlepas dari pilinannya dan bersinggungan dengan bagian konektor maupun kabel yang terbuka sehingga mengakibatkan konsleting. Gambar L. memperlihatkan kawat pelindung kabel yang tidak terbalut, dan sangat berbahaya karena dapat membuka dan menyentuh bagian yang tidak terbungkus.



Gambar L. Kawat-kawat untuk ground yang tidak disolder.

Jika rekan-rekan belum mahir menyolder, terlalu lama menempelkan mata solder umumnya akan membuat timah menjadi kusam karena terjadinya penurunan kualitasnya sebagai akibat suhu yang terlalu panas. Buanglah timah yang telah berwarna kusam dan gantilah dengan timah yang baru, sebagai gambaran hasil solderan yang baik, harus berwarna mengkilap dan bersih dari kotoran. Warna kusam dan kotoran dapat pula diakibatkan oleh terkumpulnya residu timah pada mata solder, bersihkanlah dengan tissue sehingga bersih. Jika tidak hasil solderan kita akan tercemari residu timah yang telah menjadi rusak.


Kunci Utama pada Timah

Jika kita perhatikan kebutuhan di atas tentu saja akan kita anggap spele, karena semuanya kita miliki dan tidak ada istimewanya. Ya, benar semua bahan-bahan di atas kita bisa dapatkan di pasar elektronik, cuma satu yang tidak bisa kita dapatkan dengan mudah, yaitu timah solder. Padahal timah solder adalah kunci utama keberhasilan kita dalam menyambungkan kabel dan konektor. “Lho.. banyak kok timah solder di ditoko elektronik..” ini komentar peserta seminar di mana saya menjadi pembicara trainer mereka. Benar timah solder dengan mudah kita jumpai di toko elektronik, tetapi tahukah kita akan kualitasnya? Saya sudah mencoba berbagai macam merek, yang masih cukup baik hingga saat ini adalah Asahi.

Mengapa timah solder justru menjadi permasalahan yang cukup menentukan? Saya rasa semenjak krisis ekonomi tahun 1997, material timah kita semakin buruk, apalagi dengan timah buatan Cina. Banyak sekali bahan pengotor di dalam timah solder, ini terlihat dari mata ujung solder kita cepat sekali menjadi menghitam dan menjadi kotor. Hasil solderan juga tidak mengkilap seperti kita menggunakan timah solder yang baik. Solderan dengan timah yang buruk akan terlihat kusam dan berkesan tidak matang (atau tidak menempel dengan baik).

Solderan yang tidak matang akan menimbulkan celah antara timah, kabel dan permukaan kontak. Akibatnya adalah pada celah ini terjadi loncatan arus sinyal audio, ini bisa menimbulkan suara yang terdistorsi. Masalah yang lainnya yang dapat timbul adalah masuknya gelombang elektromagnetik atau juga gangguan dari sinyal radio, rekan-rekan tentu saja sangat tidak ingin apabila sedang menikmati acara yang sedang berlangsungh tiba-tiba terganggu dengan suara radio 2 meteran yang sedang dipergunakan untuk pacaran... ? Masalah lainnya yang dapat terjadi adalah timbulnya dengungan (hum) pada frekuansi tinggi karena celah ini atau solderan yang tidak matang. Ciri-ciri timah solderan tidak matang adalah hasil solder tampak seperti tetesan air dan tidak terlihat merata di atas permukaan yang kita solder.

Celah ini dapat juga diakibatkan karena banyaknya terlalu banyak lemak (atau ada juga yang menyebutnya arpus) yang berada diantara kabel, timah dan permukaan konektor. Sebenarnya tujuan lemak atau arpus ini adalah baik, yaitu untuk memudahkan agar timah solder dapat masuk hingga ke dalam kabel atau menempel dengan mudah pada permukaan yang ingin kita solder. Hanya saja jika berlebihan maka justru dapat menghalangi permukaan timah solder merekat dengan baik pada permukaan solder. Timah solder sebenarnya jika kita perhatikan di bagian tengahnya terdapat lubang yang berisi lemak atau arpus ini. Jangan sekali-kali kita menggunakan arpus tambahan, jika kita menggunakan konektor murah, dalam beberapa waktu area bagian unjung yang kita solder dapat berkarat dan patah.

Belum tentu timah dengan harga mahal akan menghasilkan solderan yang baik, saya sudah mencoba berbagai merek dari yang murah hingga yang mahal. Ada timah solder dengan harga ratusan ribu per rol 250 gram, tetapi jika kita pergunakan untuk beberapa jenis konektor malah sulit menempel dengan baik. Justru untuk konektor ini kita harus menggunakan timah murah seperti Asahi.

Seni Menyolder

Seni menyolder, saya menyebutnya demikian, karena ternyata ada orang-orang yang menyatakan dirinya sound engineer tetapi tidak bisa menyolder dengan baik dan benar. Untuk menjadi sound engineer yang baik, jangan hanya mengandalkan diri pada alat-alat yang mahal atau kuping emas rekan-rekan. Tetapi belajarlah menyolder, merupakan dasar dari semua ilmu sound sistem yang lain, di mana kita akan belajar bagaimana menyambungkan dan jenis sambungan. Memang sebentar lagi semua peralatan sound akan digantikan dengan perlatan digital, tetapi marilah kita pelajari seni menyolder agar memperlengkapi dasar pengetahuan kita.

Penulis adalah pemilik Tujuh Konsultan dan Kontraltor Tata Suara, dan menjadi konsultan bagi Kairos Multi Jaya, dapat dihubungi ke alamat e-mail ke tujuh10@hotmail.com atau 0818225113.

Box khusus :
Pergunakanlah timah yang baik untuk menyolder ada beberapa timah yang baik untuk menyolder yang beredar dipasaran Indonesia. Asahi adalah mereka yang paling murah dan cukup baik, jangan pergunakan merek lainnya karena sering menimbulkan masalah, seperti tidak matang dan sulit menempel. Merek-merek mahal yang patut kita coba adalah Shark, Vampire dan lain-lain, kedua merek ini mencampurkan timah mereka dengan perak sehingga hasilnya menjadi berkilap dan matang.
Untuk timah dengan titik lebur rendah, saya hanya menemukan merek Jepang yaitu Nihon. Hanya saja lemak yang dimiliki cukup banyak sehingga membuat permukaan mangkok pin konektor menjadi berlemak dan sulit menempel. Sebaiknya untuk mengisi mangkok pin konektor gunakanlah Asahi, komposisi bahannya penyusunnya cukup baik, dan mudah menempel pada permukaan pin konektor.

Ekualisasi Bagian 2

EQUALISASI BAGIAN II
Oleh Emir F. Widya



1. Bagaimana cara meng-eq suatu system

Kembali kepada konsep equalisasi adalah untuk mengembalikan suara kepada bentuk awalnya. Hanya saja telinga manusia memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suara, bergantung kepada kualitas pendengarannya dan rasa seni orang tersebut. Untuk membuat equalisasi menjadi obyektif maka kita semua perlu “melihat” sinyal yang dihasilkan speaker. Salah satu alat yang dapat kita gunakan adalah RTA (Real Time Analyzer), alat ini dapat memperlihatkan respon yang diterima dari sumber sinyal yang diterimanya.

Alat ini akan memperlihatkan spektrum suara (rentang frekuensi suara yang dapat diterima oleh alat tersebut) yang dimulai dari 1 oktaf, 1/3 oktaf, 1/6 oktaf, hingga 1/24 oktaf. Cara kerja alat ini adalah dengan mengolah sinyal yang diterimanya dan memilah-milahnya menjadi frekuensi-frekunsi yang tersedia pada alat tersebut. Grafik yang kita lihat dapat berupa dot (lampu-lampu LED), batang, atau hanya berupa garis pada titik puncak frekuensi yang terukur. Sumbu horizontalnya / sumbu x menunjukkan frekunsi dalam satuan Hz dan sumbu vertikalnya / sumbu y menunjukkan kekerasan (gain) dalam satuan dB.
Teknologi ini dikembangkan sejak tahun 1970, dan semakin berkembang di tahun 1980-an, pada era ini diciptakan RTA yang samplingnya / analisisnya berdasarkan FFT (Fast Fourier Transfer). RTA ini lebih akurat dibandingkan dengan RTA yang hanya mengukur berdasarkan arus sinyal elektronik yang masuk ke dalam alat tersebut .


2. Kelemahan RTA

RTA memang sangat berguna, akan tetapi ada beberapa keterbatasan RTA sebagai berikut (Bob McCarthy, 2003) :

• Informasi RTA terbatas, tidak mengenal pantulan, padahal respon yang ia tampilkan adalah suara asli ditambah dengan pantulan, fasa speaker, dan berapa lama sinyal tersebut dalam perjalanan hingga diterima oleh microphone.
• RTA tidak memberikan informasi apakah sinyal yang ia terima serupa dengan sinyal yang masuk ke dalam speaker. Ia hanya menggambarkan energi akuistik yang diterima oleh microphone / di sekitar microphone. Jadi spektrum yang kita lihat dalam bentuk lembah atau gunung kemungkinan adalah pantulan, atau sinyal yang saling menguatkan (summation) atau bahkan sinyal yang saling menghilangkan (canceling).

Kedua hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat interaksi antara speaker dan ruangan.
Menurut saya masih ada lagi hal-hal lain sebagai berikut :

• RTA sangat tergantung kepada kualitas microphone yang kita gunakan untuk mengukur, dan kualitas kabel yang kita pergunakan.
• Jika kita menggunakan RTA program dalam komputer sound card kita memberikan andil yang cukup besar dalam mengaburkan hasil ukur.

RTA hanya dapat mengkoreksi masalah yang timbul tetapi tidak dapat menyelesaikannya.

3. Kapan harus menggunakan RTA dan kapan tidak?

Kapan kita tidak boleh menggunakan RTA secara langsung :

• Jika anda menghadapi ruangan dengan multi speaker atau speaker dalam jumlah banyak maka yang anda harus lakukan adalah menyeragamkan waktu tempuh setiap speaker dengan men-delay-nya terlebih dahulu.
• Jika anda menghadapi masalah akuistik ruang yang cukup parah, software apapun untuk mengetes system tidak akan dapat digunakan. Selesaikan dulu masalah akuistik!!
• System anda memiliki perkabelan yang buruk!! Managemen kabel hasur diperbaiki terlebih dahulu, dan menggantik kabel-kabel dengan respon suara yang kurang baik.


4. Langkah-langkah meng-eq suatu system

Agar system kita dapat di equalisasi dengan baik maka kita perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (Dennis A. Bohn, 1997) :

• Jauhkan sejauh mungkin speaker dari sudut ruangan.
• Minimalkan pantulan speaker, dengar suara aslinya. Banyak gereja manaruh speaker di kiri dan kanan ruangan, akibatnya speaker akan memantulkan suara ke dinding.
• Jika anda menghadapi masalah akuistik ruang yang cukup parah, software apapun untuk mengetes system tidak akan dapat digunakan. Selesaikan dulu masalah akuistik!!

Latihlah telinga anda untuk mengenal frekuensi-frekuensi suara yang sering harus kita eq, atau sering menimbulkan masalah. Lakukanlah latihan sebagai berikut :

• Pilih sumber suara yang kita kenal, sebagai contoh CD lagu kesukaan anda atau suara anda sendiri.
• Set eq parametrik di mixer dalam posisi flat.
• Bypass kompressor yang dipasang pada jalur speaker yang akan kita gunakan, karena dapat mengaburkan penilaian kita, terlalu

Interaksi antara ruangan dan suara dari speaker adalah kasus yang sukar di selesaikan sebelum memposisikan kembali speaker.

Penulis adalah pemilik dari 7 Konsultan & Kontraktor Tata Suara dan saat ini juga menjadi konsultan sound system untuk Kairos Multi Jaya. Penulis dapat dihubungi di : tujuh10@hotmail.com

Daftar Pustaka:

1. Equalizing the Room, Bob McCarthy, bobmcc1@mindspring.com 2003.
2. Dennis A. Bohnn, Signal Processing Fundamentals, Rane Technical Note, 1997.