Minggu, 21 Maret 2010

Perjalanan Seputar Singapura Bagian I

ADA-ADA SAJA ORANG SINGAPURA
Perjalanan Seputar Singapura Bagian I.

Oleh : Emir F. Widya

Tahun lalu adalah tahun yang melelahkan bagi saya, pada awal tahun lalu saya tergerak untuk berangka ke Aceh sebagai relawan di sana. Saya akhirnya berangkat ke Banda Aceh, saya diperbantukan menterjemahkan untuk team konseling trainer dari North West Medical Amerika. Pada suatu kesempatan di Banda Aceh saya bertemu dengan Komandan Komunikasi Angkatan Darat, iseng-iseng saya tanyakan kepada beliau, apakah beliau menggunakan speaker Wharfedale LIX-C series, dbx Driverack PA, dan mixer Mackie. Beliau menjawab ya, dengan rasa keheranan beliau balik bertanya kepada saya, bagaimana saya dapat mengetahuinya dengan tepat? Saya hanya tertawa dan menjawabnya “Saya ini yang menjadi yang merangkainya, mengetesnya, dan membantu pengirimannya ke gudang TNIAD di Cilandak”. Saya berkesempatan pula untuk melihat alat-alat sound sistem tersebut, beberapa alat ada dalam kondisi mengenaskan karena terjangan Tsunami. Dan bahkan 1 set peralalatan tersebut terbawa arus Tsunami karena pada hari terjadinya bencana, karena sedang mempergunakannya untuk pelepasan tentara yang akan pulang ke Jawa di Krueng Raya.

Diundang Mengikuti Pastor Course
Pengalaman saya di Serambi Mekah selama 1 bulan memang membawa kenangan tersendiri bagi saya, gulai kambing, mie Aceh, dan kopi Ule Kareng.. Hmm nikmatnya, wah saya jadi ingin kembali ke sana lagi. Seminggu sebelum waktunya saya harus kembali ke Bandung, saya memperoleh pemberitahuan bahwa saya mendapatkan beasiswa untuk mengikuti Pastor Course di City Harvest Church Singapura. Saya terkejut bukan main, karena ini berarti saya tidak bisa pulang ke Bandung dan saya harus berangkat langsung dari Banda Aceh ke Singapura, karena harus memulai perkuliahan di Singapura. Pikir saya, “Waduh saya tidak bawa pakaian yang bisa dipakai untuk kuliah..”, terpaksa waktu itu saya menggunakan pakaian seadanya yang terbawa oleh saya. Ternyata kuliah ini cukup melelahkan, karena saya harus 8 kali bolak-balik Singapura dan Jakarta dalam waktu 8 bulan.

Ide Yang Baik
Selama hampir satu tahun saya berkesempatan berkeliling Singapura dan memperhatikan bagaimana mereka memasang dan memperlakukan peralatan sound sistem mereka. Banyak ide-ide baru yang saya temukan dan saya juga berkesempatan memperhatikan situasi pasar peralatan sound sistem di Singapura. Hanya saja karena jadwal kuliah yang cukup padat dan melelahkan saya tidak sempat meninjau kebanyak tempat yang saya ingin kunjungi. Yang paling ingin saya dengar adalah suara sound sistem Esplanade, yaitu theather yang menjadi kebangaan Singapura. Kalau tidak salah speaker d&b mereka telah diganti dengan Meyer Sound, saya ingin mendengar hasil suaranya, sayang saya tidak sempat pergi ke sana. Beberapa gereja besar yang saya ingin lihat juga belum kesampaian saya kunjungi.
Ada beberapa ide-ide yang baik yang bisa kita ambil dari mereka, dan bagi kita saya melihat banyak sekali manfaatnya jika kita dapat ikuti. Sound sistem yang dimiliki City Harvest Church tempat saya berkuliah, juga sangat menarik untuk bersama-sama kita dapat pelajari, saya akan tuangkan tulisan mengenai gereja ini di kesempatan lain.



Wireless receiver di atas speaker aktif, pengganti kabel.

Sebuah Acara di Plaza Singapura
Sekilas saya melihat alat sound sistem yang sedang digunakan untuk sebuah acara di Plaza Singapura tidak begitu menarik perhatian saya. Tetapi pada saat saya akan makan di food court yang terletak di lantai 3, sesuatu yang menarik mata saya.. kok ada sebuah speaker aktif yang mereka pasang di lantai 2. Dan ada sebuah benda di atasnya, setelah saya perhatikan benar ternyata benda itu adalah wireless receiver, “Kok di atas speaker ada wireless receiver ya?” saya berfikir mengapa juga mereka menaruhnya di sana (Gambar 1.). Setelah saya teliti lebih jauh ternyata mereka menghubungkan kabel output receiver tersebut ke speaker aktif di bawahnya, “Wah ide boleh juga nih... ngirit kabel rupanya”.
Ini ide yang cemerlang, karena dengan speaker utama mereka yang jumlahnya hanya sepasang akan sulit untuk meratakan suara ke seluruh bagian mall. Dengan menggunakan wireless line level, kita dapat mengirim sinyal dengan radius yang lumayan jauh, dan personel rental sound sistem mereka tidak usah sulit-sulit memikirkan tarikan kabel yang cukup jauh. Belum lagi kalau pihak mall meminta kabel diisolasi dengan menggunakan isolasi untuk menjilid buku (duct tape) dengan alasan agar tidak ada pengunjung mall yang tersandung. Saya jamin personel rental kita pasti ngomel-ngomel karena mereka harus membersihkan kabel yang menjadi lengket karena lem isolasi yang melekat pada kabel, dan kabel menjadi kotor karena bekas lem akan mengikat kotoran.
Rekan Steve Suryanto pemilik Diamond rental di Semarang pernah memasang untuk sebuah acara di Mall Ciputra Semarang. Karena penonton peminat acara yang datang cukup banyak, mereka naik hingga lantai 2, 3, dan 4, tentu saja karena speaker utama di pasang di depan panggung, penonton yang sudah terlalu jauh berada di lantai atas tentu tidak dapat mendengarnya. Banyak juga penonton yang meminta agar volume suara dapat diperkeras lagi, tetapi tidak mungkin karena toko-toko disekitar komplain rak mereka bergetar. Sayang pada waktu itu saya belum pernah melihat orang melakukan distribusi dengan wireless jadi saya tidak memberikan solusi ini kepada rekan Steve. Mungkin ini salah solusi terbaik untuk rental di mall-mall agar suara mereka terdistribusi rata dengan baik dengan hanya 4 speaker saja. Kita bisa memasang speaker aktif di beberapa tempat, dan mengirim sinyal dengan menggunakan wireless line level.
Boleh juga idenya, suara dari wireless line levelnya tidak ada masalah kalau di Singapura karena pemakaian gelombang radio memang tertib di sana. Di negara kita mungkin tidak menjadi masalah juga untuk di kota besar, bagaimana dengan di daerah? Waduh enggak janji deh, bisa-bisa ada yang lagi pacaran dengan menggunakan radio komunikasi masuk. He,he,he... amannya jika ingin meniru mereka pergunakan wireless yang dapat kita geser frekuensinya, jadi jika frekuensi wireless line level kita kena gangguan dapat kita geser ke frekuensi lain. Mereka pada saat itu juga mempergunakan antena tambahan, agar kemampuan wireles lebih baik daya jangkaunya, disamping itu dapat dipergunakan untuk beberapa wiless transmitter pada antena tersebut (Gambar 3.).
Tetapi ada juga ide mereka yang tidak baik yang saya temukan, mungkin di foto kurang terlihat jelas terlihat, yaitu mereka menempelkan merek JBL pada speaker ini (Gambar 2). Menempelkan, ya benar mereka tempelkan, “Whuaduh kok saya enggak pernah liat JBL membuat speaker kaya gini ya..?”. Coba perhatikan mirip speaker merek apa ya di Indonesia? Mohon ide buruk ini tolong jangan ditiru rekan-rekan pengusaha rental ya. Melihat rangkaian sistem mereka biasa saja, tidak ada yang istimewa, hanya suara yang dihasilkan cukup jelas dan terdengar baik. Padahal kalau saya perhatikan mereka hanya membawa 4 speaker utama saja, jika dibandingkan luas dari Plaza Singapura yang harus mereka penuhi dengan suara sangat tidak sebanding. Tetapi terlihat di sini mereka menafaatkan teknologi dengan baik.

Speakernya Funan IT Center
Dilihat sepintas lalu mirip dengan Nexo PS, dari jauh saya pikir boros juga mereka menggunakan Nexo PS untuk PA sistem mereka. Eh ternyata setelah saya dekati mereknya Delta (Gambar 5.), importir merek ini masih rekan saya di Singapura. Saya tertawa kecil “..ternyata sampai ke sini juga speaker yang dia import dari Cina”. Saya tertarik dengan bagaimana mereka memasangnya, perhatikan mereka tidak menggunakan baut untuk membaut speaker, tetapi menggunakan eye bolt (Gambar 6.). Orang Sinapura rupanya senang menggunakan besi kotak untuk bracket mereka, kalau di negara kita, saya lebih sering melihat orang menggunakan besi berbentuk pipa untuk bracket mereka. Karena alasan keamanan mereka masih menambahkan rantai di bagian belakang speaker supaya jika speaker jatuh tidak langsung menimpa kepala orang di bawahnya.
Inilah fenomena pasar yang juga sudah mulai terjadi di Singapura, orang berduyun-duyun menggunakan merek-merek produksi Cina. Di Orchard Road, setiap kali ada acara berlangsung, sampai beberapa tahun lalu hampir selalu saya melihat Nexo PS, Bose, atau JBL dipergunakan oleh rental-rental kecil. Tetapi sekarang hampir semua rental kecil menggunakan merek-merek produksi Cina, model speaker yang mereka gemari adalah speaker dengan model speaker yang mirip dengan Nexo PS. Rupanya para penyewa sudah tidak perduli lagi dengan merek, pada akhirnya mungkin mereka menyadari hukum ini; tidak perduli apakah itu merek terkenal atau merek tidak terkenal, yang penting suara yang dihasilkan baik. Ini tentu saja tergantung dari siapa yang memasangnya dan bagaimana crew rental memasangnya untuk mereka.



Menggantung Speaker Di Mall

Konfrensi IOC di Rafles City
Beberapa hari sebelumnya saya mendengar bahwa Rafles City diperketat keamanannya karena sedang dilangsungkannya Konfrensi IOC (International Olympic Comitee). Saya lupa pemberitahuan ini karena saya ingin membeli sesuatu di sana, saat saya akan masuk ternyata mereka mendata semua orang yang masuk dan meminta indentitas diri. Untung saja pasport saya bawa, mereka meminta ijin pula untuk memeriksa tas saya dan membuktikan kamera saya bekerja.. wah repot juga nih. Untung saja kesulitan pada saat memasuki ruangan membuahkan hasil, kali ini mata saya tidak salah, saya melihat Nexo PS (Gambar 7.) yang digantung dengan gantungan khusus. Wah ini ide baru, segera saja saya mencuri-curi mengambil fotonya sebelum ditegur petugas keamanan.
Kelihatnnya persiapan mereka cukup baik mengingat ini adalah acara internasional yang dihadiri oleh banyak bangsa. Kadang saya merasa malu jika melihat persiapan acara internasional di negara kita yang sering kurang persiapan. Perhatikan bagaimana mereka mengatasi 2 masalah klasik sekaligus; membagi rata suara keseluruh bagian ruangan di depan panggung, dan bekerja dengan jumlah personel yang sedikit. Masalah pertama mereka atasi dengan menggantung speaker, perhatikan gantungan yang mereka pakai adalah gantungan untuk menggantung lampu par yang mereka modifikasi. Dengan menggantungnya demikian suara akan terbagi rata ke seluruh ruangan pameran. Pada penopang gantungan dapat kita lihat sebuah roda untuk menggulung kawat yang dapat mengangkat gantungan. Ini juga menjawab pertanyaan mengapa harus ada 2 buah speaker di setiap gantungan, ini alasan agar supaya gantungan seimbang dan stand speaker terjaga keseimbangannya. Hmm.. untung waktu guru mengajar fisika di SMP mereka tidak ikut tidur siang ya..?
Masalah kedua otomatis selesai, lho kok bisa? Crew sound sistem yang jumlahnya hanya 3 orang akan dapat memasang setup ini hanya dalam waktu 4 jam. Instaslasi yang sangat sederhana tetapi bayangkan saja instalasi tersebut sesuai dengan standard acara kenegaraan. Bagaimana dengan kita di Indonesia? Kalau speaker tidak menumpuk menggunung di depan panggung barang kali belum terasa ya. Kok saya tahu 3 orang? Soalnya waktu saya memotret mereka sedang makan disamping mixer dan ngomel-ngomel melihat saya akan memotret mereka.

Sound Sistem Takashimaya
Setiap kali kalau melihat tempat ini selalu teringat masa kecil saya, setiap ada acara besar di Bandung kita menyewa Aru Sound yang menggunakan Turbosound TMS 3 pada waktu itu (Gambar 11 dan 12). Benda yang sama terpasang di tempat ruang pamer Takashimaya di jantung Orchard Road. Speaker ini mengapit 4 buah TV cube, kalau saya perhatikan dari belakang speaker ini dipasang secara bi-amp dan menggunakan kabel Canare 4S8. Sayangnya saya tidak memotret tampak depan instalasi ini.
Instalasi ini umurnya hampir 14 tahun tetapi masih bersuara dengan baik, konon menurut salah satu rekan distributor ampli yang digunakan untuk mendorong speaker ini adalah Peavey CS 800 saja! Wah percaya tidak percaya saya belum pernah melihat ruang operatornya yang terletak persis dibawah speaker. Tetapi untuk saya suaranya tidak bermasalah sama sekali, cukup enak di dengar, memang Turbosound sangat jago memperhitungkan segala sesuatunya, sejak kecil saya selalu senang mendengar suara speaker ini, dan tanpa banyak penyetelan yang harus kita lakukan speaker ini sudah bersuara baik.

Underpass Rafles City – Suntec City
Ternyata di bawah tanah pun di Singapura masih juga ada alat sound sistem yang cukup besar yang dapat digunakan untuk acara tertentu. Kali ini sperti dalam Gambar 13. dan Gambar 14. sistem ini terpasang di bawah tanah di terowongan yang menghubungkan Rafles City dan Suntec City, ini seingat saya adalah Tannoy i12, mereka memasangnya sejumlah 2 buah. Perhatikan kembali bracket speaker ini, kembali mereka menggunakan besi kotak. Melihat kabel yang keluar dari belakang sejumlah 2 buah, berarti mereka mempararel kedua speaker ini, saya mengetahui ini karena Tannoy i12 adalah speaker full range dengan frekuensi tinggi berada di bagian tengah speaker, suara speaker ini juga saya sangat sukai. Berbeda dengan speaker yang menggunakan corong, speaker ini mempunyai suara tinggi yang halus.

Sound Sistem Cathay Leisure Centre
Yang satu ini adalah tempat anak-anak muda Singapura berkumpul di Orchard Road, di tempat ini terdapat bioskop Cathay yang memiliki 9 ruang bioskop. Sound dan proyektor mereka menggunakan sistem digital. Di lantai dasar mereka memasang sound sistem untuk acara mereka yang menggunakan tempat tersebut untuk berpromosi. Mereka memasang 4 buah Bose 502 (orang menyebut Bose tipe ini dengan nama Bose Pisang, karena bentuknya yang mirip dengan pisang). Bose ini tergantung ke sebuah pipa menggunakan bracket speaker asli buatan Bose, mereka mempararel 2 buah speaker. Tidak ada yang istimewa dari sistem ini hanya saja selama saya di Singapura saya belum mendengar sistem ini dibunyikan.



Speaker JBL Control di Bugis Juction

Bugis Junction
Saya kalau mampir ke sini selalu senang menikmati kesegaran air mancur yang dapat melompat-lompat dan menari-nari. Sound system tempat ini juga adalah sesuatu yang manarik untuk kita perhatikan, umur instalasinya hampir berumur 10 tahun. Kerapihan instalsi tempat ini merupakan inspirasi tersendiri untuk saya, sering saya merenungkan ide-ide baru di tempat ini sewaktu saya sedang suntuk di Singapura. Speaker yang mereka pergunakan adalah JBL Control 5 (Gambar 18.), speaker ini sudah lama tidak diproduksi lagi dan di gantikan seri Control yang baru. Kalau saya perhatikan bracket yang mereka pergunakan adalah buatan Omnimount Amerika. Perhatikan kerapihan mereka memasang dan simetrisnya instalsi mereka, memberikan inspirasi untuk kita.

Meniru Boleh Saja..
Menurut saya sah-sah saja kita meniru orang lain, tetapi kita harus meniru apa yang baik dan tentu saja tidak membahayakan orang lain maupun orang yang bekerja bersama kita. Sayangnya banyak dari antara kita yang hanya senang meniru menggunakan merek terkenal, seperti yang orang lain pergunakan, padahal masih banyak merek lain dengan harga murah dengan kualitas yang sama. Masalahnya mereka tidak menyadari apa yang orang Singapura sadari, yaitu tanpa pengalaman dan dasar-dasar audio yang baik akan sia-sia saja apa yang kita tiru dan kita contoh dari orang lain. Saya Ingatkan ini karena industri sound yang sedang berkembang dengan pesatnya banyak menghasilkan sound engineer karbitan. Dan mereka hanya bisa meniru apa yang orang lain perbuat tanpa mengerti apa yang terjadi.

6 komentar:

  1. wah oke ni web nambah pengetahuan saya. tee box dipadang alamatnya dimana,belum pernah dengar tu

    BalasHapus
  2. Di jalan Diponegoro 25 Bang, Abang dengarkan suara subwoofernya di sana Bang. Itu suatu contoh setting yang benar Bang.

    BalasHapus
  3. jadi seting egualizernya gimana,dalam beda dg luar. Sya pake 231

    BalasHapus
  4. Bang, Equalizer itu harus kita set dengan menggunakan alat testing speaker, sayang orang saya baru saja pulang dari Padang. Kalau tidak Abang bisa melihat bagaimana dia mengetes speaker Bang. Tidak selalu telinga itu benar, dan belum tentu sound hasil tes alat juga benar Bang, harus belajar cukup lama untuk mengetahui mana yang benar Bang.

    BalasHapus